Sukses

Sri Mulyani Dapat Pemasukan Pajak Rp 130 Miliar dari Fintech

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, realisasi pajak dari sektor teknologi finansal atau fintech hingga akhir September 2022 senilai Rp 130,09 miliar.

Liputan6.com, Jakarta - Negara mendapat berkah dari berjamurnya financial technology peer to peer lending (Fintech P2P) atau lebih dikenal dengan sebutan pinjaman online (pinjol). Dari kegiatan bisnis ini, negara mendapat penerimaan yang cukup konsisten. 

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, realisasi pajak dari sektor teknologi finansal atau fintech hingga akhir September 2022 senilai Rp 130,09 miliar.

"Penerimaan dari Fintech dan P2P dari sisi bunga pinjaman ini mungkin tidak banyak, tetapi ini merupakan treatment pajak yang konsisten," katanya dalam Konpers APBN Kita, dikutip dari Belasting.id, Jumat (21/10/2022).

Sri Mulyani memerinci realiasi penerimaan dari PPh Pasal 23 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT) sejumlah Rp 90,05 miliar.

Kemudian penerimaan PPh Pasal 26 atas bunga pinjaman yang diterima oleh wajib pajak luar negeri dan BUT asing senilai Rp 40,04 miliar hingga akhir September 2022.

Dengan begitu, total penerimaan pajak dari fintech di angka Rp 130 miliar. 

Realisasi penerimaan mengalami peningkatan dibanding Agustus 2022 yang terkumpul Rp 107,25 miliar. Setoran itu terdiri dari PPh Pasal 23 sejumlah Rp 74,44 miliar dan PPh Pasal 26 senilai Rp 32,81 miliar.

Ketentuan pajak fintech dan P2P lending menjadi salah satu produk hukum UU No.7/2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan (HPP). Aturan teknis pemungutan pajak pinjol melalui PMK No.69/2022.

Beleid tersebut berlaku efektif pada 1 Mei 2022. Hasil penerimaan kemudian dilaporkan mulai Juni 2022.

Mekanisme pemungutan PPh dilakukan oleh platform P2P lending yang telah ditunjuk DJP sebagai pemotong PPh atas bunga pinjaman.

Beban tarif PPh Pasal 23 atas penghasilan bunga pinjaman sebesar 15 persen yang dipotong oleh platform P2P lending. Kemudian beban PPh Pasal 26 sebesar 20 persen atau berdasarkan tarif yang ditetapkan dalam perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B) Indonesia dengan negara asal investor.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Robot OJK Siap Pantau Aduan Pinjol dan Iklan Pinjaman Uang Menyesatkan

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) meluncurkan Chatbot Customer Support Technology, layanan sekaligus tempat pengaduan digital bagi masyarakat untuk melaporkan aksi pinjol ilegal, hingga iklan-iklan menyesatkan soal pinjaman uang yang marak bertebaran di media sosial.

Anggota Dewan Komisaris OJK Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen, Friderica Widyasari Dewi, menilai kehadiran robot chatbot bakal mempermudah kinerja pihak otoritas dalam mengawasi tindak-tanduk pelaku pinjol hingga penyebar iklan menyesatkan.

Sebagai catatan, OJK pada kuartal I 2022 sudah melakukan pemantauan terhadap 6.684 iklan produk dan jasa keuangan yang punya potensi merugikan masyarakat.

"Jadi dengan chatbot ini akan lebih mengakselerasi pekerjaan kita. Kalau tadinya kita bisa memantau sekitar 6.684, mungkin ke depan akan lebih banyak lagi," ujar Friderica dalam acara OJK Virtual Innovation Day 2022, Senin (10/10/2022).

Menurut dia, chatbot juga bisa memantau dan mendengarkan keluhan konsumen menggunakan big data analytics untuk memperkuat market conduct dan identifikasi yang berpotensi melanggar perlindungan konsumen.

 

3 dari 3 halaman

Tersedia Berbagai Platform

Layanan chatbot ini tersedia di berbagai platform, seperti Whatsapp, Telegram, LINE, hingga media sosial seperti Twitter dan Instagram.

"Dan, ini bisa memantau percakapan dari medsos yang membicarakan ini-itu. Sehingga dari perkembangan (pinjol dan iklan produk/jasa keuangan) yang ada di masyarakat, kota bisa pantau lebih detil lagi," imbuh Friderica.

Wanita yang akrab disapa Kiki ini lantas melaporkan, OJK sudah menutup 244 dari total 6.684 iklan yang terlapor selama periode 1 Januari-31 Maret 2022.

"Ini biasanya menjanjikan keuntungan yang tidak masuk akal dan sebagainya. Secara data, pelanggaran iklan sektoral di perbankan sekitar 2,63 persen, IKNB (industri keuangan non-bank) 8,18 persen dan pasar modal 17,31 persen," paparnya. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.