Sukses

Laju Inflasi Masih di Bawah Prediksi BI meski Harga BBM Naik

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengatakan Indeks Harga Konsumen (IHK) September 2022 tercatat mengalami inflasi 5,95 persen (yoy).

Liputan6.com, Jakarta Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengatakan Indeks Harga Konsumen (IHK) September 2022 tercatat mengalami inflasi 5,95 persen (yoy).

Angka ini lebih tinggi dibandingkan dengan inflasi pada bulan sebelumnya sebesar 4,69 persen (yoy) karena adanya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi.

Meski begitu, Perry menilai realisasi inflasi pasca kenaikan harga BBM masih lebih rendah dari yang diperkiraan sebelumnya.

"Realisasi inflasi tersebut lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sejalan dengan dampak penyesuaian harga BBM terhadap kenaikan inflasi kelompok pangan bergejolak (volatile food) dan inflasi kelompok harga diatur Pemerintah (administered prices) yang tidak sebesar prakiraan awal," tutur Perry dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (20/10).

Perry menuturkan inflasi komponen bergejolak (volatile food) tetap terkendali sebesar 9,02 persen (yoy). Hal ini sejalan dengan sinergi dan koordinasi kebijakan yang erat melalui TPIP-TPID dan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP). Sehingga mendorong ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, kestabilan harga, dan komunikasi efektif.

Kenaikan inflasi dari harga yang diatur pemerintah (administered prices) juga tidak setinggi yang diperkirakan yaitu 13,28 persen (yoy). Mengingat pada awal September lalu pemerintah menaikkan harga BBM subsidi.

"Ini juga sejalan dengan penyesuaian harga BBM dan tarif angkutan yang lebih rendah," kata dia.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Inflasi Inti Rendah

Sementara itu, inflasi inti tetap terjaga rendah yaitu sebesar 3,21 persen (yoy). Hal ini kata Perry sejalan dengan lebih rendahnya dampak rambatan dari penyesuaian harga BBM dan belum kuatnya tekanan inflasi dari sisi permintaan.

Di sisi lain, di tengah ekspektasi inflasi Consensus Forecast yang terlalu tinggi (overshooting), Survei Pemantauan Harga (SPH) hingga minggu kedua menunjukkan inflasi pada bulan Oktober diperkirakan lebih rendah dibandingkan bulan September 2022.

"Kami lihat dari Consensus Forecast ini inflasi ekspektasinya 6,66 persen - 6,67 persen. Padahal perkiraan inflasi BI setelah melihat bulan berada di 6,3 persen," kata dia.

"Jadi ini lebih rendah dari ekspektasi inflasi tadi," sambungnya.

Dari perkembangan tersebut, Bank Indonesia memandang inflasi tahun 2022 akan lebih rendah dibandingkan dengan prakiraan awal, meski masih di atas sasaran 3,0 plus minus 1 persen. Sinergi kebijakan antara Pemerintah Pusat dan Daerah dengan Bank Indonesia akan terus diperkuat untuk memastikan inflasi agar segera kembali ke sasaran yang telah ditetapkan.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

3 dari 4 halaman

BI Beri Peringatan, Ekonomi Global 2023 Makin Suram

Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo mengatakan kondisi ekonomi dan keuangan global akan banyak menghadapi banyak tekanan. Tercermin dari tanda-tanda perlambatan ekonomi yang tahun depan hanya bisa tumbuh 2,6 persen. Lebih rendah dari prediksi pertumbuhan tahun ini yang masih bisa tumbuh 3 persen.

"Kondisi keuangan dan ekonomi global ke depan ini penuh dengan tantangan," kata Perry dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (20/10/2022).

Demikian juga dengan tingkat inflasi yang diperkirakan masih akan tinggi. Perry menyebut inflasi global tahun ini bisa tembus 9,2 persen.

"Inflasi di global sangat tinggi yang 9,2 persen tahun ini," kata dia.

Perry mengatakan perlambatan ekonomi akan terjadi di Amerika Serikat. Tahun depan ekonomi negara Adidaya ini hanya bisa tumbuh 1,2 persen, lebih rendah dari tahun ini yang diprediksi tumbuh 2,5 persen saja.

"Amerika Serikat dengan perkiraan tahun depan 1,2 persen tahun depan dari sekarang 2,5 persen," kata Perry.

Begitu juga dengan tingkat inflasi di AS diperkirakan bisa mencapai 8,2 persen tahun ini.

4 dari 4 halaman

Kondisi Eropa

Kondisi serupa juga terjadi di Eropa. Pertumbuhannya tahun 2023 hanya bisa tumbuh 0,7 persen. Sedangkan tingkat inflasinya bisa mencapai 9,2 persen. China juga akan menghadapi pelemahan pertumbuhan ekonomi tahun depan.

"Inflasi yang tinggi juga akan terjadi di negara emerging market seperti Brazil, Turki, Argentina maupun yang lain," kata da.

Berbagai pelemahan ekonomi ini sebagai konsekuensi dari pengetatan kebijakan moneter di negara-negara maju. Sehingga negara-negara berkemang juga akan kena getahnya.

Perry menegaskan suramnya ekonomi global tahun depan tidak terlepas dari dampak ketegangan politik global. Termasuk juga fragmentasi ekonomi dan terganggunya mata rantai perdagangan global.

"Ketegangan politik Rusia-Ukraina dan Amerika Serikat dengan China. Tentu saja pertumbuhan ekonomi global turun dan gangguan mata rantai tadi menyebabkan inflasi yang tinggi," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.