Sukses

Ekonomi Dunia Melambat, G20 Salahkan Rusia

Seluruh negara anggota G20 satu suara mengecam agresi yang dilakukan Rusia di Ukraina. Mereka menyatakan serangan terhadap Ukraina sebagai perang ilegal.

Liputan6.com, Jakarta - Para Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Negara G20 sepakat untuk bekerja sama untuk memulihkan ekonomi global yang saat ini mengalami perlambatan. Hal tersebut tertuang dalam hasil Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral (FMCBG) Keempat diselenggarakan pada 12-13 Oktober 2022. 

Dikutip dari hasil G20 Chair’s Summary pada forum Pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral G20 disebutkan bahwa perlambatan ekonomi global disebabkan karena kekacauan yang disebabkan Rusia setelah melakukan invasi ke Ukraina pada Februari lalu.

"Banyak anggota mengecam keras perang Rusia melawan Ukraina," tulis laporan tersebut dikutip Senin (1/10).

Dalam draft tersebut sebagian besar negara anggota satu suara mengecam agresi yang dilakukan Rusia di Ukraina. Mereka menyatakan serangan terhadap Ukraina sebagai perang ilegal. Serangan tersebut juga tidak dapat dibenarkan dan telah menjadi sumber kekacauan ekonomi global.

"Perang agresi Rusia yang ilegal, tidak dapat dibenarkan, dan tidak beralasan terhadap Ukraina mengganggu pemulihan ekonomi global," bunyi kesimpulan tersebut.

Dalam forum tersebut, salah satu negara anggota menyatakan, sanksi yang diberikan kepada Rusia sebenarnya tidak menargetkan sektor pangan. Namun di sisi lain ada yang berpandangan sanksi yang diberikan merupakan penyebab utama dampak negatif terhadap perekonomian global.

"Salah satu anggota G20 berpandangan bahwa sanksi merupakan penyebab utama dampak negatif terhadap perekonomian global," tulisnya.

Sanksi yang diberikan kepada Rusia telah membuat kondisi ekonomi global makin suram selepas pandemi Covid-19 terkendali. Sebagian besar anggota juga sepakat masih ada tekanan pada harga pupuk, pangan, dan energi.

Kondisi ini pun telah memperburuk tekanan inflasi yang ada. Tak hanya itu, hal ini juga berkontribusi pada meningkatnya risiko kerawanan pangan dan energi. Selain itu, para negara G20 memberikan catatan akan pentingnya keberlanjutan pertumbuhan ekonomi global. Khususnya dalam rangka menghadapi berbagai tantangan di masa depan seperti perubahan iklim.

Salah satu negara anggota G20 meminta investasi untuk sumber energi fosil dihentikan. Lalu dalam waktu yang bersamaan kebijakan transisi ke energi bersih dilakukan dengan cara yang seimbang dan adil.

Dalam forum tersebut juga menyepakati tentang perlunya mengatasi kerentanan utang satu negara dalam kondisi ketidakpastian global.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

G20 Didesak Galang Solidaritas bagi Negara Rentan Kelaparan

Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO), dalam memperingati Hari Pangan Sedunia yang jatuh pada 16 Oktober, mendorong negara-negara G20 untuk segera bertindak dalam menggalang solidaritas bagi negara-negara yang rentan mengalami kelaparan.

"Fokusnya harus mendukung negara-negara yang berisiko kelaparan dan kekurangan gizi," kata Perwakilan FAO di Indonesia dan Timor Leste Rajendra Aryal, seperti disampaikan FAO Indonesia dalam keterangannya pada Jumat, dikutip dari Antara (15/10/2022).

Berdasarkan data FAO, saat ini 3,1 miliar orang di seluruh dunia masih tidak mampu membeli makanan yang sehat dan kelaparan terus meningkat.

Kondisi itu mempengaruhi 828 juta orang pada 2021, atau meningkat sekitar 46 juta orang sejak 2020 dan 150 juta sejak 2019.

Hanya dalam dua tahun, jumlah orang yang rawan pangan telah meningkat dari 135 juta pada 2019 menjadi 193 juta pada 2021, dan 2022 kemungkinan akan terbukti lebih buruk, kata FAO.

 

3 dari 4 halaman

Hampir 1 Juta Orang di 5 Negara Terancam Kelaparan

Badan Pangan Dunia itu juga memperkirakan bahwa sekitar 970.000 orang di lima negara --Afghanistan, Ethiopia, Somalia, Sudan Selatan dan Yaman-- akan hidup dalam kondisi kelaparan.

Oleh karena itu, FAO menekankan pentingnya untuk memastikan dukungan mata pencaharian masyarakat yang efektif, terkoordinasi dengan baik dan tepat waktu serta memperhitungkan musim tanam dan musim produksi ternak yang kritis.

"Kita harus selalu ingat bahwa setidaknya dua dari setiap tiga orang yang mengalami kelaparan ekstrem adalah produsen makanan skala kecil dari daerah pedesaan, yang membutuhkan dukungan kita untuk membantu mewujudkan transformasi sistem pertanian-pangan," ujar Aryal.

4 dari 4 halaman

Dibutuhkan Lebih Banyak Koordinasi

Untuk itu, kata dia, dibutuhkan lebih banyak koordinasi antara dukungan darurat dan bantuan pembangunan, dan inisiatif untuk mempromosikan perdamaian di daerah yang terkena dampak konflik.

"Semua orang perlu bekerja sama untuk mendukung negara-negara yang terkena dampak krisis pangan untuk meningkatkan produksi pangan lokal dan memperkuat ketahanan populasi yang paling rentan," ucapnya.

Aryal menambahkan bahwa Indonesia sebagai ketua G20 tahun ini berkesempatan mengajak negara-negara anggota G20 lainnya untuk menguatkan solidaritas dengan negara-negara yang lebih rentan.

"Negara-negara anggota G20 juga harus bekerja sama dengan lembaga-lembaga pembiayaan internasional untuk meningkatkan likuiditas dan ruang fiskal memberikan perlindungan sosial kepada masyarakat termiskin," katanya.

"Kita harus mengurangi sampah makanan, makan makanan bergizi, musiman dan produksi lokal, serta merawat sumber daya alam seperti tanah dan air," lanjutnya.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.