Sukses

3 Pukulan Berat Hantam Negara Berkembang Dunia, Indonesia Aman?

Dana Moneter Internasional (IMF) memandang negara-negara berkembang dan emerging market sedang menghadapi tiga pukula berat, yakni dihantam nilai dolar yang lebih kuat, biaya pinjaman yang tinggi, dan keluarnya arus modal.

Liputan6.com, Jakarta Dana Moneter Internasional (IMF) memandang negara-negara berkembang dan emerging market sedang menghadapi tiga pukula berat, yakni dihantam nilai dolar yang lebih kuat, biaya pinjaman yang tinggi, dan keluarnya arus modal.

Tiga pukulan itu, kata Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva, dirasakan begitu berat bagi negara-negara yang memiliki tingkat utang tinggi,

"Dalam lingkungan seperti ini, kita juga harus mendukung emerging market dan negara berkembang yang rentan," kata Kristalina Georgieva saat konferensi pers pada pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia dikutip dari Antara, Jumat (14/10/2022).

Menurut IMF, lebih dari seperempat emerging economy yang entah mengalami default atau mencatatkan perdagangan obligasi pada tingkat yang tertekan, serta lebih dari 60 persen negara berpenghasilan rendah berada dalam resiko tinggi tekanan utang.

Georgieva mengatakan guncangan berulang dan kemunduran pertumbuhan memunculkan sebuah pertanyaan yang lebih besar, "Apakah kita mengalami pergeseran ekonomi fundamental dalam perekonomian dunia, dari dunia yang relatif dapat diprediksi dan stabil, ke dalam ketidakpastian dan volatilitas yang lebih besar?"

Untuk para pembuat kebijakan, kata Georgieva, ini masa yang jauh lebih kompleks yang memerlukan pengendalian stabilitas pada tuas kebijakan.

"Harga yang harus dibayar atas kesalahan dalam mengambil langkah kebijakan, harga atas komunikasi yang buruk tentang niat kebijakan, sangat tinggi."

Oleh karena itu, Ketua IMF tersebut mendesak para pembuat kebijakan untuk menurunkan inflasi, menerapkan kebijakan fiskal yang bertanggung jawab, serta menjaga stabilitas keuangan. 

Direktur Pelaksana IMF Kristalina Georgieva saat konferensi pers pada pertemuan tahunan IMF dan Bank Dunia. IMF memandang negara-negara berkembang dan emerging market sedang menghadapi "tiga pukulan" berat, yakni dihantam nilai dolar yang lebih kuat, biaya pinjaman yang tinggi, dan keluarnya arus modal.

"Jika kita ingin membantu rakyat dan melawan inflasi, kita harus memastikan bahwa kebijakan fiskal dan moneter berjalan beriringan. Ketika kebijakan moneter direm, kebijakan fiskal tidak boleh menginjak pedal gas, (karena) itu akan membuat perjalanan menjadi sangat berbahaya," lanjutnya

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dukungan Keuangan IMF

Sejak pandemi mulai merebak, IMF menggelontorkan dukungan keuangan sebesar 260 miliar dolar AS kepada 93 negara. Sejak perang Rusia-Ukraina, IMF mendukung 18 program baru dan tambahan dengan bantuan dana hampir 90 miliar dolar AS.

"Saat ini, ada 28 negara lagi yang menyatakan keinginan untuk memperoleh dukungan dari IMF," kata Georgieva.

Ketua IMF itu juga menyerukan upaya yang lebih kuat untuk menghadapi kerawanan pangan dimana ada 345 juta orang menderita kerawanan pangan akut. Sekitar 48 negara, sebagian besar di sub-Sahara Afrika, sangat terdampak oleh kerawanan pangan itu.

IMF baru-baru ini mengumumkan "Food Shock Window" baru, mekanisme yang memberikan pinjaman darurat untuk membantu negara-negara rentan mengatasi kekurangan pangan dan kenaikan biaya akibat perang Rusia-Ukraina.

3 dari 4 halaman

IMF Puji Ekonomi Indonesia, Pemerintah Jangan Jumawa

International Monetary Fund (IMF) atau Dana Moneter Internasional menilai ekonomi Indonesia masih dalam keadaan cukup baik, di tengah ancaman resesi global.

Namun, Ekonom Indef Nailul Huda meminta kepada pemerintah agar tidak jumawa. Ia mengatakan, Pemerintah tetap harus waspada meskipun ekonomi Indonesia masih dalam kondisi yang cukup bagus.

“Tentu harus waspada, walaupun ya memang ekonomi kita masih cukup bagus karena ekonomi domestik kita masih cukup kuat,”kata Nailul Huda kepada Liputan6.com, Kamis (13/10/2022).

Ekonomi domestik yang masih bagus tersebut terlihat dari konsumsi rumah tangga, yang menjadi 50 persen lebih komponen pembentuk PDB masih positif. Oleh karena itu, dia menekankan jangan sampai mengganggu daya beli masyarakat, inflasi harus dikendalikan.

“Kalo konsumsi rumah tangga melemah ya kita bisa mengalami perlambatan ekonomi bahkan resesi,” ujarnya.

Lebih lanjut, Nailul Huda menyebut jika terjadi kondisi inflasi tinggi, rupiah melemah, dan sebagainya, maka yang harus bermain adalah instrumen fiskal.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi September 2022 sebesar 1,17 persen. Sementara inflasi tahun kalender 2022 mencapai 4,84 persen sedangkan inflasi secara tahunan sebesar 5,95 persen.

BPS menilai inflasi Indonesia terus mengalami kenaikan dalam beberapa bulan terakhir. Hal ini patut diwaspadai karena berpotensi menghambat pertumbuhan ekonomi. Maka, Nailul menyarankan agar belanja Pemerintah terus diperkuat dengan cara menjaga daya beli masyarakat supaya tidak terjadi inflasi.

“Belanja pemerintah digalakkan untuk dua hal, menjaga daya beli masyarakat plus stimulus ekonomi,” pungkasnya.

4 dari 4 halaman

Bos IMF Unggah soal Ekonomi Indonesia: Tetap Jadi Titik terang Saat Ekonomi Global Memburuk

Untuk diketahui, Direktur Pelaksana Dana Moneter Internasional (IMF) Kristalina Georgieva ikut menyoroti kondisi ekonomi Indonesia.

Tersirat jika dari unggahannya, dia menilai ekonomi Indonesia masih dalam keadaan cukup baik, di tengah ancaman resesi global.

Seperti diketahui ekonomi global tengah memburuk antata lain disebabkan berbagai hal seperti lonjakan harga pangan/energi, perang Rusia Ukraina dan lainnya.

Hal tersebut disampaikan Georgieva setelah menghadiri pertemuan dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di sela-sela IMF Annual Meetings 2022 di Washington DC, Amerika Serikat pada Selasa (11/10/2022).

Ekonomi “"#Indonesia tetap menjadi titik terang dalam ekonomi global yang memburuk! Diskusi yang sangat baik dengan Menteri Keuangan @smindrawati selama Pertemuan Tahunan, menjelang KTT #G20 pada bulan November," tulis Georgieva dalam unggahannya di laman Instagram resmi @rkristalina.georgieva seperti dikutip Rabu, (12/11/2022).

Sebelumnya, IMF mengeluarkan prediksi terbaru pertumbuhan ekonomi global, yang diperkirakan akan melambat menjadi 2,7 persen tahun depan, 0,2 poin persentase lebih rendah dari perkiraan IMF sebelumnya pada Juli 2022.

IMF juga memperkirakan resesi akan mulai terasa pada ekonomi global di 2023 mendatang.

Sementara itu, perkiraan IMF untuk PDB global tahun ini tetap stabil di angka 3,2 persen, namun turun dari 6 persen yang terlihat pada 2021.

Adapun ekonomi tiga negara besar, yaitu Amerika Serikat, Uni Eropa dan China - yang diprediksi akan terus melambat.

“Selain krisis keuangan global dan puncak pandemi Covid-19, ini adalah "profil pertumbuhan terlemah sejak 2001," kata IMF dalam laporan World Economic Outlook, dikutip dari CNBC International. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.