Sukses

Wapres: Resesi Global Kian Dekat, Negara Berkembang Harus Bersiap

Wapres Ma'ruf mencontohkan, peluang besar terjadinya resesi global tercermin dari persoalan yang sama dialami banyak negara.

Liputan6.com, Jakarta Siap-siap, resesi global tak bisa dihindari. Hal tersebut diungkap oleh Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin dalam acara Indonesia Sharia Economic Festival 2022 di JCC Senayan, Kamis (6/10/2022).

Wapres mengatakan, negara berkembang harus bersiap menghadapi resesi global. Peluang terjadinya resesi global kian besar setelah sejumlah bank sentral ramai-ramai menaikkan suku bunga acuan untuk menghadapi lonjakan inflasi.

"Ancaman resesi dan sinyal kelesuan ekonomi global semakin menguat, bahkan banyak Bank Sentral merespons dengan menaikkan suku bunga acuan guna menahan laju inflasi," katanya dalam acara Indonesia Sharia Economic Festival 2022 di JCC Senayan, Kamis (6/10/2022).

Wapres Ma'ruf mencontohkan, peluang besar terjadinya resesi global tercermin dari persoalan yang sama dialami banyak negara. Yakni, mulai dari krisis pangan, krisis energi, dan krisis keuangan yang menyelimuti semua negara.

"Pemulihan yang tengah kita perjuangkan saat ini masih berhadapan dengan realita (ekonomi) global yang murung. Krisis pangan, krisis energi, dan krisis keuangan menjadi awan gelap yang menyelimuti semua negara," tekannya.

Meski begitu, posisi ekonomi Indonesia tengah diuntungkan atas kenaikan beberapa komoditas hingga terjaganya tren pemulihan ekonomi nasional.

Selain itu, kinerja ekonomi syariah yang semakin menguat telah memberi daya dukung bagi stabilitas ekonomi nasional, karena teruji dalam melewati siklus ekonomi. Hal ini ditandai dengan terus membaiknya peringkat ekonomi syariah dikancah internasional.

Ekonomi syariah juga dapat diandalkan untuk menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan dan pemerataan. Ini karena ekonomi syariah bertumpu pada sektor riil sehingga berperan penting dalam pengamanan pasokan nasional.

"Kita patut bersyukur karena peringkat ekonomi dan keuangan syariah Indonesia di tingkat global sangat baik. Hal ini bisa kita capai karena adanya sinergi erat di antara semua pemangku kepentingan, tidak terkecuali Bank Indonesia," pungkasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Resesi Ekonomi di Negara Eropa Kian Dekat, Ini Buktinya

Tanda-tanda resesi ekonomi di dunia kian terlihat. Tercatat adanya penurunan aktivitas bisnis di zona euro semakin dalam padabulan lalu. Hal ini memadamkan harapan kawasan Eropa terhindar dari resesi, menurut perusahaan penelitian ekonomi independen, Capital Economics.

Bisnis dan konsumen di Eropa juga mulai mewaspadai pengeluaran karena kawasan itu menuju musim dingin dengan harga energi yang sudah tinggi, serta rantai pasokan yang terganggu didorong oleh perang Rusia-Ukraina.

Indeks Manajer Pembelian (PMI) komposit akhir S&P Global untuk kawasan Eropa, turun ke level terendah dalam 20-bulan, menjadi 48,1 persen pada September 2022 dari 48,9 persen pada Agustus 2022.

"PMI zona euro terakhir untuk bulan September menunjukkan bahwa tekanan harga di kawasan itu belum mereda, bahkan ketika aktivitas tampaknya menurun," kata pengamat Jessica Hinds dari Capital Economics, dikutip dari US News, Kamis (6/10/2022).

"Kami pikir beberapa ekonomi di Eropa, termasuk Jerman, sudah berkontraksi dan memperkirakan zona euro secara keseluruhan jatuh ke dalam resesi di kuartal keempat," ungkapnya.

Jajak pendapat Reuters bulan lalu mengungkapkan, ada kemungkinan 60 persen resesi di zona euro dalam setahun, sementara jajak pendapat lain menemukan ada kemungkinan 75 persen resesi di Inggris.

Bank Sentral Eropa atau European Central Bank juga bulan lalu menaikkan suku bunga utamanya sebesar 75 basis poin yang belum pernah terjadi sebelumnya dan memastikan kenaikan lebih lanjut.

"Ke depan, komponen PMI ke depan melukiskan gambaran suram," tambah Hinds.

 

3 dari 3 halaman

Giliran PBB Bunyikan Alarm Resesi pada Ekonomi Global

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengeluarkan peringatan bahwa dunia berada di ambang resesi dan negara berkembang dapat menanggung bebannya.

Dikutip dari CNBC International, Rabu (5/10/2022) konferensi PBB tentang Perdagangan dan Pembangunan (UNCTAD) mengatakan bahwa kebijakan moneter dan fiskal di negara maju, termasuk kenaikan suku bunga yang berkelanjutan dapat mendorong resesi dunia dan stagnasi global.

Dalam laporannya, UNCTAD juga memperingatkan bahwa perlambatan ekonomi global di masa mendatang berpotensi menimbulkan kerusakan yang lebih buruk daripada krisis keuangan pada 2008 silam dan guncangan pandemi Covid-19 pada 2020.

"Semua wilayah akan terpengaruh, tetapi bel alarm paling sering berbunyi untuk negara-negara berkembang, banyak di antaranya mendekati default utang," kata laporan itu.

UNCTAD menyebut, ekonomi Asia dan global menuju resesi jika bank sentral terus menaikkan suku bunga tanpa mengambil langkah lain dan melihat ekonomi sisi penawaran, menambahkan bahwa soft landing yang ditargetkan kemungkikan tidak terjadi.

"Hari ini kita perlu memperingatkan bahwa kita mungkin berada di tepi resesi global yang disebabkan oleh kebijakan," kata Sekretaris Jenderal UNCTAD Rebeca Grynspan dalam sebuah pernyataan.

"Kita masih punya waktu untuk mundur dari tepi resesi. Tidak ada yang tak terelakkan. Kita harus mengubah arah," ujarnya.

"Kita juga menyerukan campuran kebijakan yang lebih pragmatis yang menerapkan pengendalian harga strategis, pajak penghasilan tinggi, langkah-langkah dan peraturan yang lebih ketat tentang spekulasi komoditas. Saya ulangi, campuran kebijakan yang lebih pragmatis ... kita juga perlu melakukan upaya yang lebih besar untuk mengakhiri spekulasi harga komoditas," beber Grynspan. 

Reporter: Sulaeman

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.