Sukses

Di Tengah Ramalan Resesi, WTO Pangkas Ramalan Pertumbuhan Perdagangan Global

Ekonom WTO memperkirakan volume perdagangan akan tumbuh hanya 1 persen pada 2023.

Liputan6.com, Jakarta - Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) secara dramatis menurunkan perkiraan pertumbuhan perdagangan global untuk tahun 2023. 

Penurunan ini karena dampak dari perang Rusia-Ukraina dan guncangan lainnya pada ekonomi global, seperti inflasi, kenaikan suku bunga yang agresif hingga ramalan resesi di 2023.

Ekonom WTO memperkirakan volume perdagangan akan tumbuh hanya 1 persen pada 2023 - turun drastis dari perkiraan 3,4 persen pada April 2022.

"Hari ini, ekonomi global menghadapi krisis multi-cabang. Pengetatan moneter membebani pertumbuhan di sebagian besar dunia," kata Direktur Jenderal WTO Ngozi Okonjo-Iweala kepada wartawan di Jenewa, dikutip dari Channel News Asia, Kamis (6/10/2022).

"Gambaran untuk tahun 2023 telah sangat gelap," kata Okonjo-Iweala.

Namun, WTO mengatakan mereka masih mengantisipasi pertumbuhan ekonomi global naik 2,8 persen tahun ini, sejalan dengan ekspektasi mereka pada April 2022.

Tetapi mereka memprediksi, untuk tahun 2023, PDB global akan tumbuh hanya 2,3 persen, turun dari perkiraan sebelumnya sebesar 3,2 persen.

WTO mengatakan lonjakan harga energi di Eropa, yang dipicu dari perang di Ukraina, diperkirakan akan menekan pengeluaran rumah tangga dan meningkatkan biaya produksi di kawasan itu.

Sementara itu, pengetatan kebijakan moneter di Amerika Serikat memukul sektor perumahan, kendaraan dan investasi, serta China yang masih berjuang menekan wabah baru Covid-19 dan gangguan produksi.

Selanjutnya, tagihan impor yang meningkat untuk bahan bakar, makanan dan pupuk berisiko menyebabkan lebih banyak kerawanan pangan dan tekanan utang di negara-negara berkembang, kata WTO.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

WTO : Perdagangan Internasional Masih Akan Tumbuh Tahun Depan, Tapi Melambat

Jika perkiraan WTO benar, hal ini berarti perdagangan internasional akan sangat melambat tahun depan, tetapi masih akan terus tumbuh.

Namun, badan perdagangan global itu juga menekankan ketidakpastian luas seputar perkiraan, karena "perubahan kebijakan moneter di negara maju dan perang Rusia-Ukraina yang tidak dapat diprediksi".

Jika situasinya memburuk, WTO memperingatkan bahwa pertumbuhan perdagangan tahun depan bisa serendah minus 2,8 persen, tetapi menekankan bahwa jika segala sesuatunya bergeser ke arah yang lebih positif, maka bisa tumbuh 4,6 persen.

3 dari 3 halaman

Wamendag Pede Neraca Perdagangan 2022 Bakal Pecahkan Rekor 15 Tahun Terakhir

Wakil Menteri Perdagangan Jerry Sambuaga optimistis neraca perdagangan akan terus mencatatkan hal positif. Bahkan, ia semakin percaya diri pada akhir tahun 2022 ini, neraca perdagangan Indonesia akan mengalahkan rekor capaian selama 15 tahun.

Capaian Januari-Agustus 2022 yang tercatat surplus neraca perdagangan USD 34,92 miliar jadi alasan pernyataannya itu. Sementara, surplus di pada 2021 sebesar USD 35,34 miliar, untuk periode satu tahun.

"Saya yakin sekali bahwa akhir Desember 2022, kita menutup tahun 2022 ini mengalahkan rekor neraca perdagangan tahun lalu," katanya kepada wartawan di Gedung Kementerian Perdagangan, ditulis Senin (26/9/2022).

"Karena saya ingat betul Desember tahun lalu itu angkanya USD 35,34 miliar, itu tertinggi selama 15 tahun terakhir. Sekarang sudah USD 34 miliar, ini sudah pasti naik, bulan Oktober, November, Desember, dan itu akan melebih yang USD 35 miliar kemarin. Jadi kita akan lebih tinggi dibanding tahun lalu yang sudah lebih tinggi 15 tahun terakhir," tambah dia.

Kendati begitu, surplus neraca perdagangan ini bukan hanya peran dari Kemendag. Tapi, melibatkan seluruh kementerian dan lembaga yang ada.

"Ini arahan pak presiden juga bagaimana mencapai neraca perdagangan yang surplus. Dan itu kita jalankan kita penuhi dan InsyaAllah itu akan semakin meningkat," ujar dia.

Jerry mengungkap, salah satu yang bisa pengaruhi neraca perdagangan adalah adanya kerja sama ekonomi komprehensif dengan sejumlah negara. Setidaknya, hingga saat ini, Kemendag telah menyelesaikan 26 perjanjian serupa.

Bahkan, guna meningkatkan pendapatan dan memperluas potensi, pemerintah berencana menyasar pasar-pasar non konvensional. Misalnya, negara di benua Afrika maupun di Amerika Latin.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.