Sukses

Mantap, Inflasi Indonesia Terendah Kelima di Dunia

Indonesia tercatat menjadi negara nomor lima dengan kenaikan inflasi terendah.

Liputan6.com, Jakarta Data Mckinsey mencatat laju inflasi di seluruh dunia melebihi ekspektasi pada Desember 2021. Dari proyeksi pada akhir tahun lalu, kenaikan inflasi per Juni 2022 mencatatkan kenaikan dua kali lipat. Hal ini terjadi di hampir seluruh dunia.

Namun, Indonesia tercatat menjadi negara nomor lima dengan kenaikan inflasi terendah. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga menuturkan, Mckinsey mencatat, kenaikan inflasi di Tanah Air berada di kisaran kurang dari empat persen. Kenaikan inflasi Indonesia masih di atas negara Jepang, China, Arab Saudi, dan Swiss.

"Empat negara itu kenaikan inflasinya per 30 Juni 2022 berdasar data Mckinsey, kurang dari tiga persen. Indonesia masih lebih tinggi, namun masih kurang dari empat persen year over year,” tutur Airlangga dalam keterangan, Selasa (4/10/2022).

Menko Perekonomian menambahkan, dengan catatan ini, Indonesia berada di urutan ketiga negara dengan kenaikan inflasi terendah seluruh Asia. Jepang dan China berada di urutan pertama dan kedua. Bahkan, Indonesia lebih rendah dibandingkan negara Korea Selatan.

Airlangga yang juga Ketua Umum Partai Golkar mengatakan, tingkat inflasi di negara-negara Asia memang tidak terlalu tinggi dibandingkan proyeksi masing-masing negara. Kondisi terparah justru dialami sebagian negara di Eropa.

Misalnya inflasi di Lituania mencapai 15,5 persen per tahun. Angka ini lima kali lipat dibandingkan proyeksi inflasi mereka.

Kondisi laju inflasi yang lebih tinggi dibandingkan proyeksi tiap negara memaksa Bank Sentral di seluruh dunia menaikkan suku bunga pinjaman mereka.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kenaikan Suku Bunga

Namun, kenaikan suku bunga Bank Sentral di hampir seluruh negara di dunia tidak mampu menyamai laju inflasi di negaranya. Indonesia masih tidak masuk dalam catatan Mckinsey terhadap negara yang ikut menaikkan suku bunga Bank Indonesia.

Airlangga menuturkan, dengan seluruh kondisi ini, banyak analis menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi mereka. Hanya beberapa negara yang masih mencatatkan Produk Domestik Bruto (PDB) mereka ke arah positif.

"Indonesia termasuk negara dengan proyeksi PDB dengan angka positif, yakni 1,0 persen lebih tinggi,” tutur Airlangga.

Sementara, negara dengan angka PDB paling tinggi dicatatkan Arab Saudi dengan 5,9 persen lebih tinggi. Namun, Menko Airlangga mengingatkan, capaian positif Indonesia di tengah ketidakpastian global ini jangan sampai membuat lengah seluruh pihak.

Ia mengatakan, Presiden Joko Widodo sudah meminta ada sinergi dan koordinasi antara pemerintah pusat dengan daerah untuk menekan laju inflasi.

Kerja sama menjadi kunci Indonesia sampai saat ini masih sukses meminimalkan dampak buruk dari tekanan global akibat ketidakpastian. Terlebih, isu geopolitik, ancaman krisis energi dan pangan masih menghantui hampir seluruh negara di dunia.

3 dari 4 halaman

Inflasi Turki Tembus 83 Persen, Tertinggi Dalam 24 Tahun

Sebelumnya, inflasi Turki mencatat rekor tertinggi dalam 24 tahun terakhir. Inflasi di negara itu telah mencapai di atas 83 persen.

Dilansir dari BBC, Selasa (4/10/2022) sektor transportasi di Turki mengalami kenaikan harga tahunan paling tajam, di angka 117,66 persen, diikuti oleh harga makanan dan minuman non-alkohol sebesar 93 persen.

Sementara itu, pakar independen di  Inflation Research Group memperkirakan tingkat inflasi Turki sebenarnya sudah berada di angka 186,27 persen.

Tahun lalu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengambil langkah dengan memangkas suku bunga dalam upaya meningkatkan perekonomian. Sebagian besar bank sentral menaikkan suku bunga untuk melawan inflasi.

Namun, pemangkasan suku bunga Turki tahun lalu dari 19 persen menjadi 14 persen telah menyebabkan jatuhnya nilai lira, mendorong biaya impor di negara itu lebih mahal. 

Raksasa Perbankan AS JP Morgan memprediksi inflasi di Turki akan tetap dalam kisaran angka yang tinggi sampai kebijakan menjadi lebih longgar.

Diketahui bahwa sejumlah negara di dunia tengah menghadapi lonjakan harga energi dan pangan, yang didorong oleh berbagai faktor termasuk kekurangan pasokan karena pandemi Covid-19 dan konflik Rusia-Ukraina.

Lonjakan harga ini memicu inflasi hingga risiko resesi yang membayangi negara-negara maju.

4 dari 4 halaman

Tips Keuangan Antisipasi Dampak Inflasi Global ala OJK

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan tips keuangan untuk mengantisipasi dampak inflasi dan stagflasi yang terjadi secara global. Sebab, inflasi dan stagflasi ini bisa berdampak ke kehidupan sehari-hari, salah satunya adalah daya beli menurun karena adanya kenaikan harga, serta peningkatan angka pengangguran.

Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) menyatakan kenaikan suku bunga yang terjadi serentak di seluruh dunia dalam rangka penanganan inflasi, berisiko menyebabkan resesi global dan krisis keuangan di berbagai belahan di dunia seperti Amerika Serikat (AS), Tiongkok, Uni Eropa, hingga Jepang.

Mengutip dari Instagram resmi OJK @ojkindonesia, Minggu (2/10/2022), OJK menjelaskan inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus-menerus dalam jangka waktu tertentu.

Sedangkan stagflasi adalah pertumbuhan ekonomi yang terus melambat disertai dengan kenaikan harga secara terus-menerus (inflasi).

Lalu bagaimana kiat kita menghadapinya? Jangan panik, kita bisa mengantisipasinya dengan mengelola keuangan secara tepat. Mulai dari mengatur pos keuangan, mencari tambahan pendapatan, mempersiapkan dana darurat, dan berinvestasi sesuai profil risiko.

Berikut tips mengantisipasi dampak inflasi dan stagflasi ala OJK:

1. Kelola Pos Keuangan

Kenaikan harga perlu diantisipasi dengan mengatur ulang pos keuangan. Pisahkan pos kebutuhan dan keinginan.

2. Mencari Tambahan Pendapatan

Kamu dapat mencoba untuk berbisnis memanfaatkan platform daring atau melakukan pekerjaan sampingan sesuai hobi kamu.

3. Siapkan Dana Darurat

Dana darurat untuk kebutuhan tidak terduga. Dana darurat disimpan dalam bentuk simpanan di Bank agar aman dan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dana darurat ini akan berguna untuk mengantisipasi hal buruk yang bisa terjadi di masa stagflasi seperti pemotongan gaji bahkan PHK.

4. Berinvestasi Sesuai Profil Risiko

Pilih instrumen investasi yang memberikan imbal hasil yang lebih besar dari tingkat inflasi dan jangan lupa melakukan diversifikasi produk investasi. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.