Sukses

Inflasi Turki Tembus 83 Persen, Tertinggi Dalam 24 Tahun

Inflasi di Turki telah mencapai di atas 83 persen, tertinggi dalam 24 tahun.

Liputan6.com, Jakarta - Inflasi Turki mencatat rekor tertinggi dalam 24 tahun terakhir. Inflasi di negara itu telah mencapai di atas 83 persen.

Dilansir dari BBC, Selasa (4/10/2022) sektor transportasi di Turki mengalami kenaikan harga tahunan paling tajam, di angka 117,66 persen, diikuti oleh harga makanan dan minuman non-alkohol sebesar 93 persen.

Sementara itu, pakar independen di  Inflation Research Group memperkirakan tingkat inflasi Turki sebenarnya sudah berada di angka 186,27 persen.

Tahun lalu, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengambil langkah dengan memangkas suku bunga dalam upaya meningkatkan perekonomian. Sebagian besar bank sentral menaikkan suku bunga untuk melawan inflasi.

Namun, pemangkasan suku bunga Turki tahun lalu dari 19 persen menjadi 14 persen telah menyebabkan jatuhnya nilai lira, mendorong biaya impor di negara itu lebih mahal. 

Raksasa Perbankan AS JP Morgan memprediksi inflasi di Turki akan tetap dalam kisaran angka yang tinggi sampai kebijakan menjadi lebih longgar.

Diketahui bahwa sejumlah negara di dunia tengah menghadapi lonjakan harga energi dan pangan, yang didorong oleh berbagai faktor termasuk kekurangan pasokan karena pandemi Covid-19 dan konflik Rusia-Ukraina.

Lonjakan harga ini memicu inflasi hingga risiko resesi yang membayangi negara-negara maju.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tips Keuangan Antisipasi Dampak Inflasi Global ala OJK

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan tips keuangan untuk mengantisipasi dampak inflasi dan stagflasi yang terjadi secara global. Sebab, inflasi dan stagflasi ini bisa berdampak ke kehidupan sehari-hari, salah satunya adalah daya beli menurun karena adanya kenaikan harga, serta peningkatan angka pengangguran.

Sebelumnya, Bank Dunia (World Bank) menyatakan kenaikan suku bunga yang terjadi serentak di seluruh dunia dalam rangka penanganan inflasi, berisiko menyebabkan resesi global dan krisis keuangan di berbagai belahan di dunia seperti Amerika Serikat (AS), Tiongkok, Uni Eropa, hingga Jepang.

Mengutip dari Instagram resmi OJK @ojkindonesia, Minggu (2/10/2022), OJK menjelaskan inflasi adalah kenaikan harga barang dan jasa secara umum dan terus-menerus dalam jangka waktu tertentu.

Sedangkan stagflasi adalah pertumbuhan ekonomi yang terus melambat disertai dengan kenaikan harga secara terus-menerus (inflasi).

Lalu bagaimana kiat kita menghadapinya? Jangan panik, kita bisa mengantisipasinya dengan mengelola keuangan secara tepat. Mulai dari mengatur pos keuangan, mencari tambahan pendapatan, mempersiapkan dana darurat, dan berinvestasi sesuai profil risiko.

Berikut tips mengantisipasi dampak inflasi dan stagflasi ala OJK:

1. Kelola Pos Keuangan

Kenaikan harga perlu diantisipasi dengan mengatur ulang pos keuangan. Pisahkan pos kebutuhan dan keinginan.

2. Mencari Tambahan Pendapatan

Kamu dapat mencoba untuk berbisnis memanfaatkan platform daring atau melakukan pekerjaan sampingan sesuai hobi kamu.

3. Siapkan Dana Darurat

Dana darurat untuk kebutuhan tidak terduga. Dana darurat disimpan dalam bentuk simpanan di Bank agar aman dan dijamin oleh Lembaga Penjamin Simpanan (LPS). Dana darurat ini akan berguna untuk mengantisipasi hal buruk yang bisa terjadi di masa stagflasi seperti pemotongan gaji bahkan PHK.

4. Berinvestasi Sesuai Profil Risiko

Pilih instrumen investasi yang memberikan imbal hasil yang lebih besar dari tingkat inflasi dan jangan lupa melakukan diversifikasi produk investasi.

3 dari 4 halaman

Dunia Terancam Resesi, Ini yang Perlu Disiapkan Masyarakat

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan para menteri kabinet beberapa kali di setiap kesempatan mengingatkan masyarakat agar siap menghadapi tantangan ekonomi. Termasuk, ancaman resesi.

Secara sederhana, resesi merupakan pergerakan lambat yang ekstrem pada pertumbuhan ekonomi.

"Beliau-beliau menyampaikan 'Presiden Jokowi, tahun ini kita akan sangat sulit'. Terus kemudian seperti apa? Tahun depan akan gelap. Ini bukan Indonesia, ini dunia. Hati-hati, jangan bukan Indonesia, yang saya bicarakan tadi dunia," kata Jokowi saat menghadiri Silaturahmi Nasional Persatuan Purnawirawan TNI AD (PPAD) di Sentul Bogor Jawa Barat, Jumat (5/8).

Mengutip Forbes pada Kamis (29/9/2022), resesi merupakan kondisi yang penuh tekanan untuk dihadapi. Namun, masyarakat diharapkan tidak panik terhadap ancaman resesi global dengan syarat harus mempersiapkan langkah yang dapat membantu menghadapi tekanan kondisi krisis tersebut.

1. Menyiapkan Diri Jika Sewaktu-waktu Terkena PHK

Meski terkesan menyakitkan, namun pemikiran ini perlu dipertimbangkan oleh masyarakat untuk menghadapi potensi resesi. Hal ini disebabkan saat Bank Sentral menaikan suku bunga demi stabilitas moneter. Di satu sisi, kenaikan suku bunga berdampak terhadap ketahanan keuangan sebuah perusahaan.

Mau tidak mau, memutus kerja para pegawai menjadi langkah terakhir bagi perusahaan untuk bersama-sama bertahan terhadap ancaman resesi.

Jika hal ini terjadi, masyarakat perlu mengulas kembali resume diri selama berkarir, bahkan momen saat ini merupakan kesempatan untuk memperbarui data diri pada LinkedIn.

Sambung kembali hubungan anda dengan jejaring. Meningkatkan atau memulai kembali menyisihkan pendapatan untuk dana darurat. Cari kesempatan karir di tempat lain.

4 dari 4 halaman

Persiapan Lain

2. Pelajari Keahlian Baru

Masa suram ekonomi justru mengharuskan anda terus mengembangkan diri dengan mempelajari keahlian baru. Pepatah bijak mengatakan, semakin banyak anda belajar, semakin banyak kamu menghasilkan.

3. Jeli Terhadap Pengeluaran Tak Penting

Jika pada kondisi ekonomi normal bahkan positif, masyarakat tidak ada rasa beban membelanjakan pendapatan untuk kebutuhan yang bersifat hiburan, seperti belanja, berlangganan layanan streaming, atau menonton konser. Namun adanya ancaman resesi, kebiasaan itu perlu ditunda sementara waktu.

4. Jangan Panik Terhadap Investasi

Saat orang-orang secara masif menjual portofolio investasi mereka karena membutuhkan dana segar, maka tren tersebut sebaiknya dihindari. Sebab di awal saat menginvestasikan dana, anda sudah lebih dulu menelaah kinerja perusahaan tersebut.

5. Coba untuk Mencari Pendapatan Tambahan

Saat masyarakat hidup di masa “gig economy” ancaman resesi sebenarnya tidak begitu menakutkan. Anda yang masih bekerja, bisa memanfaatkan pendapatan tambahan melalui platform yang tersedia dan digunakan untuk pendapatan tambahan. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.