Sukses

Inggris Batalkan Rencana Pemangkasan Pajak Penghasilan Orang Kaya

Inggris membatalkan rencana pemangkasan pada pajak penghasilan tertinggi, ketika negara itu tengah dilanda krisis ekonomi yang didorong oleh lonjakan biaya hidup.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Inggris membatalkan rencana untuk memangkas tarif tertinggi pada pajak penghasilan, menyusul reaksi publik dan turbulensi pasar terkait langkah tersebut.

Dilansir dari CNBC International, Senin (3/10/2022) Menteri Keuangan Inggris Kwasi Kwarteng mengatakan bahwa pemerintah akan membatalkan rencananya untuk memotong pajak pada masyarakat berpenghasilan tertinggi.

"Jelas bahwa penghapusan tarif pajak sebesar 45 persen telah menjadi gangguan dari misi utama kami untuk mengatasi tantangan yang dihadapi ekonomi kita," kata Kwarteng dalam sebuah pernyataan.

"Dengan demikian, saya mengumumkan bahwa kami tidak melanjutkan penghapusan tarif pajak 45 persen. Kami mengerti, dan kami telah mendengarkan," tuturnya. 

Sebelumnya, pengumuman pemangkasan pajak penghasilan di Inggris disusul dengan menurunnya nilai pound sterling. 

Hari ini, nilai pound sterling kembali naik dengan tajam di tengah laporan terkait pembatalan pemangkasan pajak. Nilai pound sterling naik 0,8 persen terhadap dolar pada Senin (3/10) waktu setempat, tetapi kembali merosot ke USD 1,1212 pada pukul 7.30 pagi waktu London setelah berita itu dikonfirmasi.

"Meskipun aset Inggris bereaksi dengan baik terhadap pembatalan, mereka masih jauh dari penyelesaian masalah," sebut Jane Foley, ahli strategi senior FX di bank Rabobank.

Sebelumnya, Amerika Serikat sempat dilaporkan turut khawatir atas gejolak ekonomi di Inggris, dan sedang mencari cara untuk mendorong tim Perdana Menteri Liz Truss membatalkan rencana pemotongan pajak.

Mengutip The Straits Times, seorang sumber menyebutkan bahwa pejabat di Departemen Keuangan AS khawatir tentang volatilitas di pasar keuangan dan dampak ekonomi secara luas dari situasi ekonomi di Inggris.

Selain itu, Departemen Keuangan AS juga dikabarkan tengah membahas masalah tersebut dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk membujuk PM Truss.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Resesi Membayangi, IMF Kritik Rencana Inggris Pangkas Pajak

Dana Moneter Internasional (IMF) secara terbuka mengkritik rencana pemotongan pajak di Inggris, memperingatkan bahwa langkah tersebut dapat memperburuk krisis biaya hidup. Inggris kini tengah dibayangi resesi.

Dilansir dari laman BBC, Rabu (28/9/2022) Kanselir Kwasi Kwarteng beberapa waktu lalu mengungkapkan pengusulan pemotongan pajak terbesar dalam 50 tahun, saat ia memuji "era baru" bagi ekonomi Inggris.

Dalam pemotongan itu, pajak penghasilan dan bea materai atas pembelian rumah akan dipotong.

Tetapi Partai Buruh Inggris mengatakan pemotongan pajak itu tidak akan menyelesaikan krisis biaya hidup dan menyebutnya sebagai rencana untuk memberi keuntungan kepada masyarakat kaya.

Pengumuman rencana pemotongan pajak Inggris oleh Kwarteng pun dibarengi dengan anjloknya nilai pound sterling.

IMF dalam pernyataannya mengatakan bahwa mereka memahami bahwa paket fiskal yang besar bertujuan untuk mendorong pertumbuhan melalui pemotongan pajak, tetapi memperingatkan bahwa langkah-langkah tersebut dapat mempercepat laju kenaikan harga, yang diupakan untuk turun oleh bank sentral Inggris.

"Sifat dari kebijakan-kebijakan Inggris kemungkinan akan menambah ketidaksetaraan," kata pihak IMF.

"Namun, mengingat tekanan inflasi yang meningkat di banyak negara, termasuk Inggris, kami tidak merekomendasikan paket fiskal besar dan tidak bertarget pada saat ini, karena penting bahwa kebijakan fiskal tidak bekerja dengan tujuan yang bertentangan dengan kebijakan moneter," jelas IMF.

IMF selanjutnya mengatakan, Inggris masih punya kesempatan untuk melakuan re-evaluasi terhadap rencana pajak tersebut, yang sebagian besar menguntungkan orang berpendapatan tinggi.

3 dari 3 halaman

Krisis Ekonomi di Inggris, Pengusaha: Ada Saja Bahan Naik dan Tidak Tahu Mengatasinya

Pengusaha di Inggris mengungkapkan mulai merasakan dampak krisis ekonomi di negara itu.

Penurunan nilai pound sterling memukul banyak bisnis dengan keras karena biaya bahan dan komoditas impor seperti gas alam yang dipatok dalam dolar menjadi mahal.

Karena semakin mahalnya biaya, pengusaha di Inggris kemungkinan akan terpaksa menaikkan harga produk atau jasanya kepada konsumen, ketika inflasi di sana sudah mendekati level tertinggi dalam 40 tahun sebesar 9,9 persen.

Seperti banyak pemilik usaha kecil di Inggris, pengusaha restoran fish and chips Harry Niazi mengharapkan bantuan pemerintah untuk mempertahankan bisnisnya di London, di mana biaya bahan bakar semakin meroket.

"Semua harga dipatok dengan dolar, solar untuk kapal menangkap ikan, truk untuk mengirimkan produk kami. Dampaknya begitu besar," kata Niazi, pemilik restoran Olley’s Fish Experience, dikutip dari Associated Press Jumat (30/9/2022). 

"Saya takut menaikkan harga. Kami biasanya kedatangan banyak pelanggan, kami tidak ingin kehilangan mereka, tetapi setiap ada saja bahan yang naik harganya. Saya tidak tahu bagaimana kami akan mengatasinya," ungkapnya. 

Harga ikan haddock, juga ikan putih lainnya yang Niazi impor kini dipatok dengan dolar, dan biaya itu telah melonjak sejak Juli 2022, ketika pemerintah Inggris memberlakukan tarif 35 persen pada produk impor makanan laut Rusia sebagai bagian dari sanksi atas konflik di Ukraina.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.