Sukses

Jika Resesi Global Terjadi, Ekonom Sepakat Pelemahan Rupiah Tak Bakal Dalam

Tren penguatan dolar AS terhadap mata uang global terus berlanjut. Sehingga mendorong pelemahan seluruh mata uang Asia, termasuk rupiah.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati memprediksi kondisi perekonomian dunia ke depan terancam semakin kelam, dimana banyak negara akan jatuh ke dalam lubang resesi global. Namun, sejumlah ekonom sepakat kondisi tersebut tidak akan banyak memukul nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD).

Ekonom Bank Permata Josua Pardede tak memungkiri, tren penguatan dolar AS terhadap mata uang global terus berlanjut. Sehingga mendorong pelemahan seluruh mata uang Asia, termasuk rupiah. Namun, ia mencatat, tingkat depresiasi rupiah terhadap USD sebesar -6,6 persen secara tahun berjalan atau year to date (ytd).

"Cenderung tingkat pelemahan rupiah lebih rendah jika dibandingkan dengan mata uang Asia lainnya Rupee India (-9,3 persen ytd), Ringgit Malaysia (-10 persen ytd), Peso Filipina (-13,6 persen ytd), Bath Thailand (-13 persen ytd)," terang Josua kepada Liputan6.com, Jumat (30/9/2022).

"Mempertimbangkan kondisi yang terjadi adalah sentimen penguatan dolar AS terhadap mata uang global termasuk rupiah, maka diperkirakan sifatnya sementara dan belum menggambarkan kondisi fundamental perekonomian Indonesia," sambungya.

Bank Indonesia juga berpotensi untuk kembali menaikkan suku bunga acuannya. Tujuannya, kata Josua, di satu sisi untuk menjangkar inflasi yang cenderung meningkat, sekaligus disaat bersamaan untuk mendorong stabilitas nilai tukar rupiah.

"Oleh sebab itu mempertimbangkan faktor fundamentalnya, rupiah diperkirakan berpotensi untuk menguat kembali di bawah level 15.000 per USD pada akhir tahun 2022 ini," ungkapnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Lebih Volatile

Sementara Ekonom sekaligus Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, menyebut nilai tukar rupiah ke depan memang masih akan lebih volatile. Tapi, ia menambahkan, itu masih relatif lebih terkendali.

"Kalau kita melihat daripada rupiah sudah melemah ke atas 15.000 per dolar AS. Tapi sebetulnya kalau kita bandingkan presentase pelemahannya dibandingkan awal tahun year to date, itu tidak terlalu besar dibandingkan negara atau mata uang lain," kata Faisal kepada Liputan6.com.

Menurut dia, dampak arus modal keluar (capital outflow) juga relatif masih bisa diredam untuk rupiah. Itu lantaran kondisi makro ekonomi Indonesia yang lebih stabil dibandingkan negara-negara lain.

Selanjutnya, dari sisi foreign reserve atau cadangan devisa juga relatif lebih kuat. Untuk kemudian kalau ada pelemahan rupiah bisa diperangi dengan menggelontorkan cadangan devisa..

"Jadi dorongan Capital outflow sebenarnya sudah mulai terjadi, tapi tidak masif, dan bisa diredam dengan berbagai instrumen. Kalau kita melihat masih akan di kisaran 15.000 per dolar AS sampai akhir tahun ini," pungkasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.