Sukses

AS Minta IMF Bujuk Inggris Tunda Pangkas Pajak

Amerika Serikat dikabarkan ikut khawatir atas dampak dari rencana pemotongan pajak di Inggris, ketika negara itu tengah menghadapi gejolak ekonomi.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintahan Joe Biden dikabarkan ikut khawatir atas gejolak ekonomi di Inggris, dan sedang mencari cara untuk mendorong tim Perdana Menteri Liz Truss membatalkan rencana pemotongan pajak.

Dilansir dari The Straits Times, Kamis (29/9/2022) seorang sumber menyebutkan bahwa pejabat di Departemen Keuangan AS khawatir tentang volatilitas di pasar keuangan dan dampak ekonomi secara luas dari situasi ekonomi di Inggris. 

Selain itu, Departemen Keuangan AS juga dikabarkan tengah membahas masalah tersebut dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk membujuk PM Truss.

Sebelumnya, pada Selasa 27 September 2022, Menteri Keuangan AS Janet Yellen enggan membahasa secara langsung mengenai rencana kebijakan pajak Inggris ketika berbicara kepada wartawan.

Namun menteri AS lainnya, yakni Menteri Perdagangan Gina Raimondo secara terang-terangnya menyebut pendekatan Truss sebagai salah arah.

"Kebijakan pemotongan pajak dan secara bersamaan meningkatkan pengeluaran bukanlah kebijakan yang akan memerangi inflasi dalam jangka pendek atau menempatkan Anda dalam manfaat yang baik untuk pertumbuhan ekonomi jangka panjang," ujar Raimondo pada Rabu (28/9) dalam sebuah acara di Washington.

"Investor dan pebisnis ingin melihat para pemimpin dunia menanggapi inflasi dengan sangat serius - dan sulit untuk melihat itu pada saat ini dari pendekatan Inggris," tambah dia.

Seperti diketahui, Dana Moneter Internasional (IMF) telah secara terbuka mengkritik rencana pemotongan pajak di Inggris, memperingatkan bahwa langkah tersebut dapat memperburuk krisis biaya hidup. Inggris kini tengah dibayangi resesi.

IMF pun menyarakan Inggris untuk melakuan re-evaluasi terhadap rencana pajak tersebut, yang sebagian besar menguntungkan orang berpendapatan tinggi.

Dikutip dari laman BBC, Kanselir Kwasi Kwarteng beberapa waktu lalu mengungkapkan pengusulan pemotongan pajak terbesar dalam 50 tahun, saat ia memuji "era baru" bagi ekonomi Inggris.

Dalam pemotongan itu, pajak penghasilan dan bea materai atas pembelian rumah akan dipotong.

Pengumuman rencana pemotongan pajak Inggris oleh Kwarteng pun dibarengi dengan anjloknya nilai pound sterling.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Respon Mantan Menteri Brexit pada Pernyataan IMF Soal Pemotongan Pajak di Inggris

Sementara itu, mantan menteri Brexit David Frost mengkritik pernyataan IMF.

"IMF secara konsisten menganjurkan kebijakan ekonomi yang sangat konvensional. Ini mengikuti pendekatan yang telah menghasilkan pertumbuhan yang lambat selama bertahun-tahun dan produktivitas yang lemah," ujar Frost kepada outlet media Daily Telegraph.

"Satu-satunya jalan ke depan bagi Inggris adalah pajak yang rendah, menahan pengeluaran, dan reformasi ekonomi yang signifikan," bebernya.

Sementara itu, editor ekonomi BBC Faisal Islam mengatakan bahwa "teguran keras IMF ... mencerminkan kekhawatiran serupa dari kementerian keuangan utama dunia bahwa krisis yang terjadi di Inggris dapat meluas ke perlambatan global".

3 dari 3 halaman

Kenaikan Suku Bunga Bank Sentral Inggris Jadi Peringatan Resesi di Depan Mata

Bank of England (BoE) menaikkan suku bunga dari 1,75 persen menjadi 2,25 persen, menjadikannya level suku bunga tertinggi dalam 14 tahun. 

Bank Sentral Inggris itu pun juga memperingatkan bahwa negaranya mungkin sudah berada dalam resesi.

Dilansir dari BBC, Jumat (23/9/2022) Inggris telah melakukan kenaikan suku bunga untuk ketujuh kalinya dalam upaya menjinakkan harga pangan dan energi yang terus melonjak.

Dibutuhkan biaya pinjaman ke level tertinggi sejak 2008, ketika sistem perbankan global menghadapi keruntuhan.

BoE sekarang memprediksi ekonomi Inggris akan menyusut antara Juli dan September 2022.

Perkiraan ini datang setelah ekonomi Inggris sudah sedikit menyusut antara April dan Juni 2022, dan semakin mendorong terjadinya resesi, yang didefinisikan ketika ekonomi menyusut selama dua kuartal berturut-turut.

Namun BoE mengatakan inflasi tidak akan naik setinggi yang semula diperkirakan, dengan adanya bantuan pemerintah pada tagihan energi bagi rumah tangga serta perusahaan yang membantu membatasi kenaikan harga.

BoE sekarang memperkirakan inflasi akan mencapai puncaknya di bawah 11 persen pada bulan Oktober 2022, setelah sebelumnya memperkirakan akan menyentuh 13 persen bulan depan.

Meskipun demikian, inflasi Inggris saat ini hampir lima kali lipat dari target 2 persen Bank of England dan bahkan jika memuncak pada bulan Oktober, diperkirakan akan tetap di atas 10 persen selama beberapa bulan berikutnya sebelum mulai turun.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.