Sukses

Mendag Ogah Cabut DMO Sawit, Ombudsman Bakal Turun Tangan

Ombudsman RI bakal mendatangi Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan terkait kebijakan DMO minyak sawit

Liputan6.com, Jakarta Ombudsman RI bakal mendatangi Menteri Perdagangan (Mendag) Zulkifli Hasan terkait kebijakan kewajiban pemenuhan pasar domestik, atau Domestic Market Obligation (DMO) minyak sawit mentah alias CPO.

Anggota Ombudsman RI Yeka Hendra Fatika mengatakan, pihaknya telah memberikan tindakan korektif kepada pemerintah untuk memperbaiki tata kelola minyak goreng dalam negeri.

Salah satunya, meminta Kemendag mencabut aturan DMO sawit dalam jangka waktu 60 hari sejak 13 September 2022.

"Mungkin pak Mendag belum terinfo terkait maladministrasinya. Nanti dalam monitoring ini kami akan sampaikan maladministrasinya apa saja yang terdapat dalam DMO itu, kenapa kami minta cabut," ujar Yeka di Kantor Ombudsman RI, Jakarta, Senin (26/9/2022).

Guna memberikan penjelasan lebih terperinci, ia menyebut Ombudsman bakal langsung mendatangi kantor Kementerian Perdagangan.

"Tentunya pak Mendag perlu penjelasan lebih lanjut, dan nanti kami akan mendatangi Kementerian Perdagangan," imbuhnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pernyataan Mendag

Sebelumnya, saat laporan 100 hari kinerja Menteri Perdagangan, Mendag Zulkifli Hasan bersikeras enggan mencabut aturan DMO sawit. Alasannya, demi menjaga harga minyak goreng nasional dari gejolak pasar.

"Enggak bisa, nanti kalau minyak ngamuk emang di sana tanggung jawab? DMO tetap, itu sebagai instrumen. Tapi kalau ini jalan semua, anu enggak ada masalah. Udah otomatis berjalan semua," tegasnya.

"DMO kalau enggak berlaku, kalau pengusaha di sini berkomitmen itu enggak usah ditanya lagi, udah pasti laku. Pasti akan terpenuhi, kalau tidak terpenuhi kita gejolak lagi kan," kata Mendag.

3 dari 4 halaman

Kelapa Sawit

Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) mengusulkan upaya penguatan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 01/2018 mengenai Penetapan Harga TBS Sawit Produksi Pekebun untuk meningkatkan hubungan kemitraan strategis antara pengusaha dan petani.

"GAPKI berpandangan bahwa Permentan 01/2018 sudah berjalan baik dan sesuai dengan semangat mendukung adanya kemitraan strategis antara perusahaan dan petani mitranya," ujar Wakil Ketua Umum GAPKI Bidang Kebijakan Publik Susanto Yang dikutip dari Antara, Sabtu (24/9/2022).

Menurut dia terkait hubungan kemitraan, Permentan tersebut telah memposisikan petani mitra maupun perusahaan sama-sama kedudukannya. Dalam rumusan perhitungan penetapan harga TBS sudah sangat fair dan rigid, sehingga kedua belah pihak sama-sama diuntungkan dan adanya kepastian usaha jangka panjang.

Selain itu, tambahnya, Permentan 01/2018 juga mengatur kualitas buah yang dikirimkan kepada pabrik sawit mulai dari jenis buah yang harus Tenera hingga waktu pengiriman maksimal 24 jam setelah panen diterima di pabrik sawit.

"Ini berarti akan memberikan kepastian atas kualitas buah yang diterima juga kepastian pasokan," katanya.

Namun demikian menurut dia, ada kelemahan Permentan 01/2018 tetap perlu diperbaiki atau disempurnakan, antara lain tidak adanya sanksi karena peraturan tersebut merupakan pedoman bukan aturan hukum.

Sedangkan sanksinya bisa dirumuskan dalam perjanjian kemitraan yang mengikat kedua belah pihak misalkan perusahaan yang tidak memenuhi ketentuan dalam Permentan dan petani sawit mitra yang tidak mematuhi perjanjian kemitraan yang ditandatangani bersama bisa disepakati sanksi yg adil untuk kedua pihak.

4 dari 4 halaman

Kelemahan Lain

Selain itu, kata Susanto, kelemahan lain Permentan ini adalah belum mengatur keberadaan pabrik tanpa kebun yang sangat merusak tata niaga TBS antara perusahaan dan petani mitranya.

"Itu sebabnya perlu ada penguatan regulasi ini terkait peranan pemerintah daerah dalam pelaksanaan penetapan harga TBS, karena banyak tafsir di daerah yang tidak sesuai dengan semangat dari isi Permentan Nomor 01/2018," katanya.

Oleh karean itu, lanjutnya, perlu adanya Petunjuk Teknis dan Petunjuk Pelaksana yang rinci yang penerapannya telah disepakati para pihak.

Dikatakannya, dampak positif Permentan 01/2018 yaitu dengan adanya kerjasama kemitraan yang saling menguntungkan antara perusahaan dan petani mitranya.

Sejauh ini, Permentan Harga TBS telah berjalan baik tanpa adanya konflik yang merugikan para pihak. Begitu pula peran Pemerintah Daerah diharapkan ikut terlibat aktif sebagai pengayom dan mengawasi penerapan Permentan ini.

"Dengan adanya Permentan 01/2018 ini, tata niaga sawit terutama dalam konteks kemitraan menjadi sangat kondusif dan saling menguntungkan," katanya.

Menurut Susanto kemitraan strategis antara perusahaan dan petani dengan pengawasan dan dukungan dari pemerintah baik pusat maupun daerah merupakan solusi jangka panjang untuk memajukan dan membina petani swadaya yang belum bermitra saat ini serta mampu meningkatkan produktivitas kebun sawit Indonesia dan meningkatkan kesejahteraan para petani swadaya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.