Sukses

Kenaikan Suku Bunga Bank Sentral Inggris Jadi Peringatan Resesi di Depan Mata

Bank of England (BoE) menaikkan suku bunga hingga 2,25 persen, memperingatkan bahwa Inggris mungkin sudah berada dalam resesi.

Liputan6.com, Jakarta - Bank of England (BoE) menaikkan suku bunga dari 1,75 persen menjadi 2,25 persen, menjadikannya level suku bunga tertinggi dalam 14 tahun. 

Bank Sentral Inggris itu pun juga memperingatkan bahwa negaranya mungkin sudah berada dalam resesi.

Dilansir dari BBC, Jumat (23/9/2022) Inggris telah melakukan kenaikan suku bunga untuk ketujuh kalinya dalam upaya menjinakkan harga pangan dan energi yang terus melonjak.

Dibutuhkan biaya pinjaman ke level tertinggi sejak 2008, ketika sistem perbankan global menghadapi keruntuhan.

BoE sekarang memprediksi ekonomi Inggris akan menyusut antara Juli dan September 2022.

Perkiraan ini datang setelah ekonomi Inggris sudah sedikit menyusut antara April dan Juni 2022, dan semakin mendorong terjadinya resesi, yang didefinisikan ketika ekonomi menyusut selama dua kuartal berturut-turut.

Namun BoE mengatakan inflasi tidak akan naik setinggi yang semula diperkirakan, dengan adanya bantuan pemerintah pada tagihan energi bagi rumah tangga serta perusahaan yang membantu membatasi kenaikan harga.

BoE sekarang memperkirakan inflasi akan mencapai puncaknya di bawah 11 persen pada bulan Oktober 2022, setelah sebelumnya memperkirakan akan menyentuh 13 persen bulan depan.

Meskipun demikian, inflasi Inggris saat ini hampir lima kali lipat dari target 2 persen Bank of England dan bahkan jika memuncak pada bulan Oktober, diperkirakan akan tetap di atas 10 persen selama beberapa bulan berikutnya sebelum mulai turun.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Bank of England Bakal Terus Naikkan Suku Bunga Jika Inflasi Tak Kunjung Reda

"Jika prospek menunjukkan tekanan inflasi yang lebih persisten, termasuk dari permintaan yang lebih kuat, komite (pengaturan suku bunga) akan merespons dengan tegas, jika diperlukan," kata Bank of England pada Kamis (22/9).

Paul Dales, kepala ekonom Inggris di Capital Economics mengatakan bahwa "Singkatnya, Bank of England telah mengindikasikan akan menaikkan suku bunga lebih lanjut untuk mengimbangi beberapa dorongan permintaan dari rencana fiskal pemerintah."

Sebelumnya, beberapa ekonom memperkirakan Bank of England akan menaikkan suku bunga sebesar 0,75 poin persentase bulan ini, sejalan dengan langkah serupa oleh Federal Reserve AS dan Bank Sentral Eropa, dan tiga dari sembilan anggota MPC memilih kenaikan tersebut.

3 dari 3 halaman

BI Ingatkan Risiko Resesi di Sejumlah Negara Maju

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, ekonomi global berisiko tumbuh lebih rendah, disertai dengan tingginya inflasi dan ketidakpastian pasar keuangan global.

“Penurunan pertumbuhan ekonomi diperkirakan akan lebih besar pada tahun 2023 terutama di Amerika Serikat, Eropa, dan Tiongkok, bahkan disertai dengan risiko resesi di sejumlah negara maju, volume perdagangan dunia juga tetap rendah,” kata Perry dalam pengumuman hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) 22-23 Agustus 2022, Kamis (22/9/2022).

Lebih lanjut, Perry menyampaikan, di tengah perlambatan ekonomi disrupsi atau gangguan mata rantai pasokan semakin meningkat, sehingga mendorong harga energi bertahan tinggi.

Di sisi lain, tekanan inflasi global semakin tinggi seiring dengan ketegangan geopolitik yang terus berlanjut, dan kebijakan proteksionisme yang masih berlangsung.

Kemudian, inflasi di beberapa negara maju maupun negara emerging market meningkat tinggi. Bahkan inflasi inti berada dalam tren meningkat, sehingga mendorong bank-bank sentral di berbagai negara melanjutkan kebijakan moneter agresif.

Perkembangan terkini menunjukkan kenaikan Federal Funds Rate (FFR) yang lebih tinggi dan diperkirakan masih akan meningkat lebih lanjut.

“Peningkatan tersebut mendorong semakin kuatnya mata uang dollar terhadap mata uang seluruh dunia, dan semakin tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global, sehingga mengganggu aliran investasi portofolio dan tekanan terhadap nilai tukar di negara-negara termasuk di emerging market, juga Indonesia,” ujar Perry.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.