Sukses

Dorong Anggaran Pupuk Organik Diperbesar, INDEF: Supaya Petani Kecil Jadi Efisien!

Dorongan kepada pemerintah untuk memperbesar ruang alokasi anggaran pada pengelolaan pupuk organik terus digalakkan, salah satunya dari Institute For Development of Economics and Finance (INDEF).

Liputan6.com, Jakarta Dorongan kepada pemerintah untuk memperbesar ruang alokasi anggaran pada pengelolaan pupuk organik terus digalakkan, salah satunya dari Institute For Development of Economics and Finance (INDEF). Bagi Direktur Ekstekutif INDEF Ahmad Tauhid, langkah tersebut krusial dilakukan dikarenakan beberapa faktor, salah satunya adalah naiknya harga bahan-bahan pembuatan pupuk akibat dari perang Rusia dengan Ukraina.

"Pupuk organik itu sangat diperlukan. Nyatanya memang sebagian masyarakat atau petani bisa menghasilkan pupuk organik. Tetapi kan banyak yang tidak bisa menghasilkan terutama pada petani yang berskala kecil karena mereka harus mengumpulkan kotoran hewan dan sebagainya," jelas Tauhid dalam acara Indonesia Business Forum TV One, Rabu (14/9/2022)

"Saya kira itu nggak efisien. Jadi harus dipertimbangkan ruang anggaran yang lebih besar bagi organik agar bisa masuk kembali," tegasnya.

Tauhid mengatakan, saat ini indeks kenaikan harga pupuk global jauh lebih tinggi apabila dibandingan indeks harga energi. Bahkan jumlahnya bisa mencapai 170 hingga 180. Angka tersebut jauh lebih besar jika dibandingkan harga energi yang hanya 150.

"Artinya secara global kenaikan pupuk itu jauh lebih tinggi dibandingkan kenaikan energi maupun harga pangan itu sendiri. Saya menduga ini juga mengalir ke kita karena komponen dari pupuk kan sebagian besar 56 bahkan hampir 58 persennya dari gas," katanya.

 

Mengenai hal ini, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) mendorong para petani di seluruh Indonesia untuk menggunakan anggaran Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai upaya menuju kemandirian pupuk. Sebab hanya dengan cara itu, kebutuhan tanaman akan pentingnya pupuk dapat tercukupi dengan baik.

"Gunakanlah KUR. KUR itu kan kalau dia ambil normal bunganya sangat rendah. Kemarin tahun 2019 kita pakai KUR Rp55 triliun yang macet 0,03 persen tuh. Ini kan hebat banget petani kita. Kemudian tahun 2021 kita pakai Rp85 triliun yang macet 0,6. Ya ada lah yang macet mungkin karena sesuatu tiba-tiba banjir atau bencana alam," katanya.

Sebelumnya, SYL memastikan bahwa ketersediaan pangan saat ini dalam kondisi aman. Semua masih bisa dikendalikan mengingat produksi di sejumlah daerah terus dilakukan. Walau demikian, SYL mengingatkan kondisi tersebut belum tentu aman pada Tahun-tahun mendatang.

"Tahun ini saya yakin neraca yang ada di kita cukup aman. 12 komoditi dasar itu cukup terjaga, katakanlah gandum kita juga masih cukup, minyak kita adalah bagian yang kompetetif dengan minyak bunga matahari yang berasal dari negara lain. Tetapi saya mau katakan agar kita tidak boleh terlalu percaya diri. Namun semua langkah harus dipersiapkan," jelasnya.

 

(*)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.