Sukses

Harga BBM Naik, Pemerintah Masih Butuh Rp 147,6 T untuk Subsidi Energi 2022

Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara mengatakan pemerintah harus menambah anggaran kompensasi dan subsidi energi tahun ini sekitar Rp 150 triliun meskipun harga BBM telah dinaikkan

Liputan6.com, Jakarta Wakil Menteri Keuangan, Suahasil Nazara mengatakan pemerintah harus menambah anggaran kompensasi dan subsidi energi tahun ini sekitar Rp 150 triliun.

Sebab alokasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp 502,4 triliun masih kurang untuk menahan gejolak harga minyak dunia.

"Saat ini dalam anggaran itu Rp 502,4 triliun, tahun ini bisa tambah berapa lagi yang perlu dikomunikasikan (bersama DPR)," kata Suahasil dalam talkshow bertajuk Antisipasi Dampak Kenaikan Harga BBM, Jakarta, Senin (5/9).

Suahasil menjelaskan, meskipun pemerintah telah menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), namun anggaran untuk kompensasi dan subsidi akan lebih dari yang telah dialokasikan. Dalam perhitungan pemerintah, setelah dilakukan penyesuaian harga, diperkirakan subsidi energi tetap jebol hingga Rp 650 triliun.

Semula pemerintah mengalokasikan Rp 698 triliun dari APBN tahun ini. Namun dengan adanya kenaikan harga BBM, maka anggaran yang dibutuhkan sekitar Rp 648 triliun sampai Rp 650 triliun.

Artinya, pemerintah harus menambah anggaran sebesar Rp 147,6 triliun agar tidak menjadi beban utang di tahun depan. Makanya, kekurangan anggaran tersebut harus dibahas bersama DPR untuk dimintakan tambahannya. Sebab jika tidak dilakukan penambahan anggaran, maka sisa yang harus dibayar ke Pertamina akan menjadi utang.

"Kita sedang diskusi dengan DPR, ini timing yang pas buat lanjutkan pembahasan APBN tahun depan dan implikasinya ke APBN 2023," kata dia.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Utang Sisa Kompensasi dan Subsidi

Utang sisa kompensasi dan subsidi tersebut akan ditagihkan Pertamina kepada pemerintah di tahun 2023. Sehingga akan memangkas anggaran kompensasi dan subsidi energi tahun depan.

"Kalau tidak bisa dibayar tahun ini, maka akan jadi utang pemerintah ke 2023. Maka seharusnya dialokasikan lagi," kata dia.

Pemerintah kata Suahasil akan berupaya agar sisa kompensasi dan subsidi yang ditagihkan di tahun depan bisa ditekan seoptimal mungkin. Agar pemerintah tidak terlalu besar menanggung beban utang dan alokasi tahun depan tidak habis untuk membayar utang kompensasi.

"Makanya kita usahakan yang di-carryover ini jangan terlalu besar. Kita selesaikan tahun ini untuk mengurangi besaran subsidi yang dibayarkan APBN," kata dia.

 

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

 

3 dari 4 halaman

BBM Naik, Segini Harga Pertalite dan Pertamax di Penjual Bensin Eceran

Tak apa keuntungan sedikit asal laris manis. Kiranya begini prinsip Arifin (28) si penjual bensin eceran di pinggir Jalan Raya Kalimalang, Jakarta Timur. Satu tahun lebih, dia berdagang bensin eceran.

Kenaikan harga BBM atau Bahan Bakar Minyak seperti risiko yang harus ia hadapi berjualan bensin. Seperti saat pemerintah mengumumkan kenaikan harga BBM pada Sabtu (3/9) sore.

"Stok jadi lama habisnya, meskipun pertalite. Karena orang kan lebih pilih ke SPBU harganya Rp10.000," ujar Arifin saat berbincang dengan merdeka.com, Senin (5/9).

Arifin menyesuaikan harga bensin yang ia jual, mengikuti kenaikan harga BBM. Di SPBU, pertalite dijual seharga Rp10.000 per liter, Arifin menjual Rp12.000 per liter. Pertamax seharga Rp14.500 per liter, Arifin menjual Rp16.000 per liter.

Pria berdomisili di Kota Bekasi itu menuturkan, ia tak ingin terlalu banyak menjual BBM jenis pertamax. "Saya taruh (pertamax) 7 botol saja enggak habis seharian. Biasanya habis Senin begini," tuturnya.

"Penjualan menurun, tapi tetap ada pembeli karena ini kan jalan utama perbatasan Jakarta dengan Bekasi," sambungnya.

Pria dengan penghasilan utama pedagang bensin eceran itu pun mengaku dilema dengan kenaikan harga BBM. Sebab, kenaikan harga secara pasti berpengaruh terhadap keuntungan yang ia peroleh. Untuk itu, ia tak ingin mengambil risiko mengambil keuntungan terlalu banyak terhadap penjualan bensin.

"Selisih Rp2.000, kalai pertamax Rp1.500. Kalau kita enggak naikin kita untungnya enggak ada, belum lagi saat harus bayar "admin" ke SPBU. Enggak apa untung sedikit yangpl penting tetap laris," pungkasnya.

4 dari 4 halaman

Harga BBM di Penjual Lain

Lain Arifin, lain pula Sri Widyasari (42) pedagangan bensin eceran di daerah Pondok Gede, Kota Bekasi. Jika Arifin menjual Pertamax seharga Rp16.000 per liter, Sri menjual Rp17.000 per liter. Dia menganut prinsip keuntungan Rp2.000 dari modal yang ia keluarkan.

"Pertamax Rp17.000 karena dari sana (SPBU) kita beli Rp14.500, saya jual Rp17.000 karena selisih Rp500 untuk modal bensin motor ke SPBU. Jadi anggaplah harga di sana Rp15.000 ya kami jual Rp17.000," kata Sri.

Pasca pengumuman kenaikan harga, penjualan pertamax tidak begitu laku dibandingkan sebelumnya. Dalam satu hari, Sri biasanya menjual 15 liter pertamax, saat ini penjualan pertamax oleh Sri hanya bisa laku 5 liter sehari.

"Kalau pertalite tak ada pengaruh, alhamdulillah tetap ramai," ungkapnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.