Sukses

Ombudsman RI: Menaikkan Harga BBM Bukan Pilihan Tepat, Menyulut Keresahan Warga

Ombudsman RI melihat saat ini opsi menaikkan harga BBM bersubsidi bukanlah pilihan yang tepat dan bijak. Karena adalah mendorong terjadinya inflasi dan menyulut keresahan ekonomi masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta - Ombudsman RI telah menyelesaikan Rapid Assessment atau Kajian Cepat terkait Pembatasan Bahan Bakar Minyak (BBM) Bersubsidi Melalui Aplikasi MyPertamina. Kajian ini kemudian diserahkan kepada kementerian dan lembaga terkait agar dipertimbangkan dalam menjalankan kebijakan.

Anggota Ombudsman RI Hery Susanto menjelaskan, kajian cepat yang dijalankan oleh Ombudsman RI melibatkan berbagai kementerian dan lembaga. Periode kajian cepat dilakukan serempak di 31 provinsi melalui 31 Kantor Perwakilan Ombudsman RI pada 8 hingga 12 Agustus 2022.

Kementerian dan lembaga yang terlibat adalah Kementerian Sekretaris Negara, Kementerian Keuangan, Kementerian ESDM. Selain itu juga melibatkan PT Pertamina (Persero), PT Pertamina Patra Niaga, BPH Migas dan KOmisi VII DPR RI. Dalam kajian cepat ini, Ombudsman RI juga melakukan wawancara kepada 781 Masyarakat.

 

Kajian cepat tersebut menghasilkan 12 kesimpulan. Pertama, sebanyak 76,4 persen responden merupakan pengguna BBM bersubsidi jenis Pertalite.

Kedua sebanyak 82 persen responden adalah pekerja dengan penghasilan antara Rp 500 ribu sampai dengan Rp 4,5 juta. Dengan hasil tersebut bisa disimpulkan bahwa sebagian besar adalah masyarakat golongan menengah ke bawah.

Ketiga sebanyak 67,1 persen responden mengetahui informasi mengenai rencana kebijakan pemerintah untuk pembatasan BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar.

Keempat sebanyak 58,5 persen responden tidak mengetahui alasan mengapa pemerintah berencana membatasi kuota BBM bersubsidi.

 

Kelima sebanyak 72,9 persen responden belum mendaftarkan diri dalam aplikasi MyPertamina baik secara online maupun offline.

Keenam sebanyak 72 persen responden belum mendaftarkan diri dalam aplikasi MyPertamina karena tidak mengetahui teknis pendaftarannya.

Ketujuh sebanyak 85 persen responden mendaftar diri pada aplikasi MyPertamina dilakukan secara langsung atau tidak melalui perantara atau jasa orang lain.

kesimpulan kedelapan sebanyak 89 persen responden yang mendaftar secara online atau offline melalui perantara atau jasa orang lain mengaku tidak mengeluarkan biaya dalam pendaftaran aplikasi MyPertamina.

 

Sembilan, Sosialisasi terkait aplikasi MyPertamina belum dilakukan secara massif. Sepuluh implementasi aplikasi MyPertamina belum dilakukan secara massif.

Sebelas golongan nelayan, petani dan pedagang masih besulitan dalam mengakses BBM bersubsidi karena jauhnya jarak SPBU dan kelangkaan BBM bersubsidi di lapangan.

Kesimpulan terakhir terdapat kelompok masyarakat berpnghasilan di atas UMR tertinggi atau di atas Rp 4,5 juta yang menggunaan BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Saran Ombudsman RI

Dari hasil tersebut, Ombudsman RI mengeluarkan sembilan saran yang bisa dijalankan oleh kementerian dan lembaga terkait. Saran tersebut adalah:

1. Saat ini opsi menaikkan harga BBM bersubsidi bukanlah pilihan yang tepat dan bijak. Karena adalah mendorong terjadinya inflasi dan menyulut keresahan ekonomi masyarakat.

2. Pemerintah harus cermat dalam menggali seluurh sumber pendapatan negara dan mampu menutup kemungkinan terjadinya kebocoran anggaran terhadap APBN.

3. Pemerintah segera menetapkan pembatasan untuk kendaraan roda dua dengan mesin di bawah 250 CC dan angkutan umum sebagai moda transportasi yang memakai BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar. Selain itu juga harus melakukan pengaturan batas distribusi pengisian BBM per harinya.

4. Kriteria sepeda motor dan kendaraan angkutan umum yang menggunakan BBM bersubsidi jenis Pertalite dan Solar agar dimasukkan ke revisi Perpres No 191/2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.

 

5. PT Pertamina Patra Niaga harus segera melakukan edukasi dan konsultasi bagi masyarakat yang diprioritaskan mendapat BBM bersubsidi.

6. Perlu dilakukan aktivitas pengisian BBM secara mobile ke lokasi-lokasi basis perekonomian masyarakat seperti kelompok petani, nelayan dan pedagang pasar.

7. Harus dilakukan optimalisasi pengawasan dan penegakan sanksi tegas terhadap bentuk-bentuk penyimpangan praktik pengalahgunaan BBM bersubsidi.

8. Pemerintah perlu penyiapkan bantuan sosial mengantisipasi dampak kenaikan harga BBM nonsubsidi.

9. Perlu perlindungan dan keamanan data pribadi dalam aplikasi MyPertamina.

3 dari 3 halaman

Dampak ke Inflasi

Hery mengatakan, opsi kebijakan pembatasan BBM bersubsidi lebih baik untuk mencegah jebolnya APBN daripada menaikkan harga BBM bersubsidi.

"Kalau memang keuangan negara tidak kuat, lalu pemerintah menaikkan harga BBM dan subsidi dilepas atau dikurangi drastis, maka akan terjadi syok perekonomian yang berdampak terhadap kehidupan sosial ekonomi masyarakat," kata Hery.

jika pemerintah lebih memilih opsi menaikkan harga BBM bersubsidi jenis Pertalite menjadi Rp 10 ribu per liter, Solar menjadi Rp 8 ribu per liter maka ini berdampak negatif bagi perekonomian masyarakat.

Dia memperkirakan, kenaikan harga BBM bakal mendorong inflasi bertambah hingga 0,97 persen dari realisasi inflasi kuartal II - 2022 sebesar 4,94 persen.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.