Sukses

Inflasi Tinggi, Kegiatan Bisnis AS Kian Seret daripada Awal Pandemi Covid-19

Aktivitas bisnis di perusahaan swasta AS menurun pada awal Agustus 2022, karena kenaikan suku bunga dan inflasi yang tinggi.

Liputan6.com, Jakarta - Aktivitas bisnis di perusahaan swasta Amerika Serikat menurun pada awal Agustus 2022, pada tingkat paling tajam yang terlihat sejak awal pandemi Covid-19. 

Penurunan ini terjadi karena kenaikan suku bunga dan inflasi yang tinggi menghambat belanja konsumen. 

Dilansir dari CNN Business, Kamis (25/8/2022) data resmi menunjukkan bahwa indeks manajer pembelian komposit awal S&P Global, atau PMI (Purchasing Managers Index) turun ke level 45 persen pada 22 Agustus 2022, dari 47,7 persen yang tercatat pada Juli 2022.

Menurut S&P Global, ini merupakan perlambatan aktivitas bisnis perusahaan swasta tercepat sejak penutupan wilayah ketika pandemi Covid-19 pertama kali terjadi pada tahun 2020.

Penurunan aktivitas bisnis sekaligus menandai lima bulan berturut-turut perlambatan indeks dan dua bulan terakhir terjadinya kontraksi.

Selain itu, S&P Global juga  menyebut level di atas 50 menunjukkan ekspansi. Sementara, level di bawahnya menunjukkan kontraksi sedang terjadi.

"Data tersebut tentu menunjukkan penurunan saat ini," kata ekonom senior di S&P Global Market Intelligence, Sian Jones.

"Jelas kita harus menunggu dan melihat bagaimana perkembangannya, tapi pasti akan menjadi lingkungan bisnis yang menantang ke depan," lanjutnya. 

Sementara menurut ekonom Bank of West Scott Anderson, penurunan aktivitas bisnis ini dikarenakan melemahnya komponen pesanan baru yang memungkinkan pelaku usaha mengkhawatirkan ekonomi AS masuk resesi.

Kontraksi sangat dalam terlihat di antara perusahaan sektor jasa dengan indeks aktivitas di level 44,1 pada Agustus 2022, turun dari bulan sebelumnya 47,3.

Kemudian, indeks manufaktur turun dari 52,2 pada Juli 2022 menjadi 51,3 pada bulan Agustus, terendah dalam dua tahun terakhir.

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Penundaan Logistik Hingga Kurangnya Bahan Ikut Menjadi Faktor Penurunan Bisnis di AS

Tetapi kenaikan suku bunga hanyalah salah satu dari beberapa faktor dari terjadinya penurunan, kata Cailin Birch, ekonom global di The Economist Intelligence Unit.

Inflasi tinggi di AS yang terus terjadi telah mengikis kemampuan konsumen untuk berbelanja, dan penundaan logistik yang berkelanjutan serta kekurangan bahan yang disebabkan oleh perang di Ukraina berkontribusi pada penurunan produksi, katanya.

"Kami memperkirakan dampak kenaikan suku bunga akan lebih terasa selama enam bulan ke depan," tulisnya dalam sebuah pesan email ke CNN Business.

Meskipun terjadi penurunan, bisnis di AS yang disurvei oleh S&P Global lebih optimis dibandingkan tiga bulan lalu tentang aktivitas bisnis dalam 12 bulan ke depan.

"Keyakinan berasal dari harapan permintaan klien yang lebih besar dan akuisisi pelanggan baru melalui iklan dan kampanye pemasaran," menurut laporan S&P Global.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Para Ekonom Ramal Resesi AS Terjadi di Pertengahan 2023

Ekonom memprediksi Federal Reserve akan sulit menjinakkan inflasi tanpa melindungi ekonomi Amerika Serikat dari jurang resesi. 

Prediksi resesi AS diungkapkan dalam survey yang dilakukan asosiasi ekonom internasional terbesar, National Association of Business Economics (NABE). 

Dilansir dari CNN Business, Selasa (23/8/2022) 72 persen ekonom yang disurvei NABE melihat resesi AS berikutnya akan terjadi pada pertengahan tahun depan, jika belum dimulai.

Temuan itu mencakup hampir satu dari lima ekonom (19 persen) yang mengatakan ekonomi AS sudah dalam resesi, sebagaimana ditentukan oleh organisasi penelitian swasta Amerika, NBER.

Sementara itu, 20 persen ekonom lainnya tidak memperkirakan resesi akan terjadi sebelum paruh kedua tahun depan.

"Hasil survei mencerminkan banyak pendapat yang berbeda di antara para panelis," kata Presiden NABE David Altig dalam sebuah pernyataan.

"Ini dengan sendirinya menunjukkan ada kejelasan yang kurang dari biasanya tentang prospek," ungkapnya. 

Survei NABE, yang dilakukan antara 1 Agustus dan 9 Agustus, menampilkan tanggapan dari 198 anggota asosiasi ekonom tersebut.

Bulan lalu, Ketua Fed Jerome Powell menyatakan dalam konferensi pers bahwa masih ada jalan untuk mengendalikan inflasi tanpa memicu penurunan.

Namun, bahkan Powell mengakui bahwa jalan itu semakin sempit karena The Fed terpaksa menggunakan kenaikan suku bunga drastis untuk menurunkan inflasi.

Hampir tiga dari empat peramal ekonomi, atau 73 persen dalam survei NABE mengatakan mereka sama sekali tidak yakin atau tidak terlalu yakin bahwa The Fed dapat menurunkan inflasi kembali ke sasaran 2 persesn tanpa menyebabkan resesi dalam dua tahun ke depan.

Hanya 13 persen ekonom yang disurvei NABE mengatakan mereka yakin atau sangat yakin The Fed dapat melakukan langkah tersebut. 

4 dari 4 halaman

Survei : 66 Persen Warga AS Khawatir Resesi Sudah Dekat

Ketika para ahli memperdebatkan apakah Amerika Serikat (AS) berada di ambang kemerosotan ekonomi, banyak orang di negara itu sudah mempersiapkan diri untuk resesi.

Dilansir dari CNBC International, Selasa (2/8/2022) survei yang dilakukan oleh Allianz Life Insurance Company of North America mengungkapkan 66 persen orang di AS khawatir resesi besar sudah dekat.  Angka itu menandai kenaikan dari 48 persen terkait kekhawatiran serupa tahun lalu.

Allianz Life melakukan survei online pada bulan Juni 2022 dan mensurvei lebih dari 1000 individu. Survei Allianz menemukan, salah satu alasan terbesar akan kekhawatiran ini dipicu dari inflasi yang tinggi, yang telah mendorong harga barang dan jasa semakin mahal.

Selain itu, survei ini juga 82 persen khawatir inflasi akan berdampak negatif pada daya beli mereka dalam enam bulan ke depan. Jumlah responden yang sama juga mengatakan mereka memperkirakan inflasi akan memburuk selama 12 bulan ke depan.

Sementara itu, 71 persen menyebut upah mereka tidak sejalan dengan kenaikan biaya.

Pekan lalu, data yang dirilis oleh Departemen Perdagangan AS semakin memicu kekhawatiran penurunan ekonomi, dengan produk domestik bruto Amerika menurun untuk kuartal kedua berturut-turut, menandai sinyal resesi.

Produk domestik bruto AS turun 0,9 persen pada kuartal kedua 2022 secara tahunan (year-on-year).

Namun, Gedung Putih dengan cepat membantah bahwa AS sudah masuk resesi, dengan Presiden Joe Biden mengutip angka pengangguran yang rendah, di antara faktor-faktor lainnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.