Sukses

Jika Harga Pertalite Tak Naik, Subsidi BBM Bisa Jebol hingga Rp 600 Triliun

Pemerintah semakin terbebani oleh subsidi energi terus membengkak hingga mencapai Rp 502,4 triliun. Bahkan bisa mencapai di atas Rp 600 triliun kalau kuota Pertalite ditetapkan sebanyak 23 ribu KL akhirnya jebol.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah dalam beberapa waktu terakhir gencar mengkomunikasikan terkait rencana kenaikan harga BBM subsidi Pertalite dan Solar. Isyarat-Isyarat ini baik dari Presiden Joko Widodo (Jokowi), Menko Perekonomian Airlangga Hartarto hingga Menteri Investasi/Kepala BKPM, Bahlil Lahadalia. 

Terakhir, Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitanmengatakan bahwa kemungkinan Presiden Jokowi akan mengumumkan kenaikan harga BBM pekan depan.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi tidak memungkiri, pemerintah memang semakin terbebani oleh subsidi energi dari APBN yang semakin membengkak, hingga mencapai Rp 502,4 triliun. Bahkan bisa mencapai di atas Rp 600 triliun kalau kuota Pertalite ditetapkan sebanyak 23 ribu KL akhirnya jebol.  

"Namun, opsi menaikkan harga BBM subsidi bukanlah pilihan yang tepat saat ini. Alasannya, kenaikkan harga Pertalite dan Solar, yang proporsi jumlah konsumen di atas 70 persen sudah pasti akan menyulut Inflasi," ujar Fahmy, Sabtu (20/8/2022).

Kalau harga jual Pertalite tembus Rp 10.000 per liter, ia menilai, kontribusi terhadap inflasi diperkirakan mencapai 0,97 persen. Sehingga inflasi tahun berjalan bisa mencapai 6,2 perse year on year (YoY). 

"Dengan inflasi sebesar itu akan memperpuruk daya beli dan konsumsi masyarakat, sehingga akan menurunkan pertumbuhan ekonomi yang sudah mencapai 5,4 persen," imbuhnya.

"Agar momentum pencapaian ekonomi itu tidak terganggu. Pemerintah sebaiknya jangan menaikkan harga Pertalite dan Solar pada tahun ini," dia mengingatkan.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tidak Tepat Sasaran

Fahmy pun menyarankan, pemerintah sebaiknya fokus pada pembatasan BBM bersubsidi, yang sekitar 60 persen penyalurannya tidak tepat sasaran. Dalam kasus ini, ia memandang MyPertamina tidak akan efektif membatasi konsumsi bahan bakar agar tepat sasaran, bahkan menimbulkan ketidakadilan bagi yang berhak menggunakan BBM subsidi.  

"Pembatasan BBM subsidi paling efektif pada saat ini adalah menetapkan kendaraan roda dua dan angkutan umum yang berhak menggunakan Pertalite dan Solar. Di luar sepeda motor dan kendararan umum, konsumen harus menggunakan Pertamax ke atas. Pembatasan itu, selain efektif juga lebih mudah diterapkan di semua SPBU," ungkapnya. 

Untuk itu, ia menambahkan, kriteria sepeda motor dan kendaraan umum yang berhak menggunakan BBM subsidi segera saja dimasukan ke dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 sebagai dasar hukum. 

"Ketimbang hanya melontarkan wacana kenaikkan harga BBM subsidi, pemerintah akan lebih baik segera mengambil keputusan dalam tempo sesingkatnya terkait solusi yang diyakini pemerintah paling tepat tanpa menimbulkan masalah baru," tandasnya. 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Menko Luhut: Presiden Umumkan Kenaikan Harga BBM Pekan Depan

Menteri Koordinator Bidang Investasi dan Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan mengumumkan kepastikan kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) Subsidi, yaitu Pertalite dan Solar pada minggu depan.  

"Minggu depan, Presiden akan umumkan mengenai apa dan bagaimana kenaikan harga (BBM)," kata Luhut di Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan, Jumat (19/8/2022). 

Presiden Jokowi memang sudah beberapa kali mengungkapkan bahwa pemerintah sudah cukup besar memberikan subsidi BBM. Keuangan negara tidak mungkin terus-menerus memberikan subsidi di tengah lonjakan harga minyak mentah dunia.

"Presiden sudah mengindikasikan kita tidak mungkin pertahankan terus demikian karena BBM kita harganya termurah di kawasan dan itu beban buat APBN kita," kata Luhut.

Hingga kini pemerintah telah mengalokasikan anggaran subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp 502 triliun. Angka tersebut dianggap membebani APBN tahun 2022.

"Kita harus siap-siap karena subsidi kita sudah Rp 502 triliun," kata dia.

Hanya saja, Luhut tidak menyebutkan berapa kenaikan harga yang akan ditetapkan pemerintah. Namun, Luhut telah mengutus timnya untuk menghitung potensi kenaikan inflasi yang bisa terjadi saat harga BBM Pertalite dan Solar dinaikkan. Mengingat kenaikan harga BBM bisa merambat pada sektor-sektor lainnya.

 

 

 

 

 

4 dari 4 halaman

Mobil Listrik

Selain menaikkan harga BBM, pemerintah akan mempercepat transisi penggunaan kendaraan listrik yang lebih ramah lingkungan. Sehingga konsumsi BBM juga berkurang dan bisa mengurangi beban pemerintah untuk impor subsidi.

Tak hanya itu, pemerintah juga akan mempercepat implementasi penggunaan B40 dan B50 agar konsumsi BBM juga berkurang.

"Pengurangan motor dan mobil konvensional ke listrik, B40 dan kenaikan harga Pertalite dan Solar ini akan menekan banyak subsidi, ini modeling ekonomi kita ke depan," pungkasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.