Sukses

Subsidi dan Kompensasi BBM Turun di 2023, Pertamina Bakal Rugi?

Anggaran subsidi dan kompensasi BBM, listrik, LPG dan lainnya di 2023 turun menjadi Rp 336,7 triliun. Sedangkan pada 2022, anggaran subsidi dan kompensasi dipatok Rp 502 triliun.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah masih memberikan subsidi energi dan kompensasi di 2023. Namun nilai kucuran anggaran subsidi dan kompensasi BBM, listrik, LPG dan lainnya turun menjadi sebesar Rp 336,7 triliun. Tahun 2022, anggaran subsidi dan kompensasi dipatok Rp 502 triliun.

Pengamat Energi UGM Fahmy Radhi, menilai langkah Pemerintah tersebut tidak merugikan Pertamina. Sebab keputusan naik harga BBM subsidi itu ada di tangan Pemerintah.

“Pertamina itu tak dirugikan sama sekali, keputusan naik harga BBM (subsidi) itu di pemerintah, hanya pemerintah itu akan berikan kompensasi dan subsidi kalau pertamina menjual dibawah harga keekonomian, itu akan diberikan kompensasi, jadi pertamina itu nalangin dulu,” jelas Fahmy kepada Liputan6.com, Rabu (17/8/2022).

Namun, masalahnya talangan dari Pertamina itu langsung dibayar, kompensasi itu baru dibayar pada tahun anggaran berikutnya. Sehingga beban pertamina lebih karena menanggung dana talangan tadi.

“Sesungghnya yang menanggung selisih tadi ya pemerintah melalui APBN. Sekarang juga untuk jenis Pertamax, Pertamina Dex keatas itu diserahkan sepenuh ke Pertamina sesuai harga pasar, itu mengurangi beban pertamina untuk talangin dana kompensasi tadi,” jelas Fahmy.

Dengan demikian, kalau pemerintah bayar dana kompensasi tepat waktu maka tidak menjadi masalah bagi Pertamina.

Lebih lanjut, ketika ditanya seberapa butuh pertamina menaikkan harga BBM Subsidi?

“Kalau untuk non subsidi saya kira itu domain Pertamina untuk menetapkan harga tadi. Sesuai keekonomian, dalam hal ini sama dengan SPBU asing yang di Indonesia,” ujarnya.

Kemudian, kalau bisa Pertamina sebagai korporasi itu semua harganya disesuaikan dengan harga keekonomian agar tidak merugi. Namun kembali lagi ke Pemerintah, karena kebijakan pemerintah dalam menetapkan harga BBM subsidi.

“Karena ini akan menjadi pertimbangan karena pengaruhnya terhadap perekonomian tadi, pertumbuhan, inflasi sehingga pemerintah harus hati-hati dan dihadapkan pada dilema,” pungkasnya. 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Siap-Siap, Harga BBM Pertalite Bisa Naik jadi Rp 10.000 per Liter di 2023

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, pemerintah bakal mengalokasikan anggaran subsidi energi, termasuk untuk subsidi BBM sebesar Rp 336,7 triliun dalam RAPBN 2023. Itu lebih rendah dibanding anggaran subsidi energi yang berjalan di 2022 ini, senilai Rp 502,4 triliun.

Sri Mulyani menyebut, pemangkasan anggaran subsidi tersebut dibuat lantaran pemerintah sudah menghitung proyeksi harga keekonomian minyak mentah dunia pada tahun depan.

Enam+07:00Liputan6 Update: Jokowi Terima Penghargaan Swasembada Beras dari IRRI Adapun bila mengacu pada asumsi dasar ekonomi makro 2023, harga minyak diperkirakan sebesar USD 90 per barel, lebih rendah dari outlook 2022 sebesar USD 95-105 per barel.

Namun, Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan menilai, pemerintah cenderung masih terlalu optimistis dengan hitungan tersebut. Pasalnya, sejumlah lembaga internasional memprediksi harga minyak mentah dunia bisa berdiri di kisaran USD 95 per barel.

Bila asumsi itu terjadi, bisa saja harga Pertalite terkerek dari Rp 7.650 per liter menjadi Rp 10.000 per liter di tahun depan.

"Saya kira harga minyak ke depan paling tidak di atas USD 95 per barel. Kalau pun menang harus ada kenaikan, saya kira paling tidak Pertalite-nya di angka Rp 10.000 (per liter), terus juga Solar subsidi pun di angka Rp 8.000 (per liter). Ini cukup enggak cukup masih ada ruang fiskal di APBN kita," ungkap Mamit kepada Liputan6.com, dikutip Rabu (17/8/2022).

 

3 dari 3 halaman

Kuota

Secara kuota, ia tidak terlalu khawatir itu akan kekurangan. Sebagai contoh Solar, dimana Komisi VII DPR RI beberapa waktu lalu sudah merestui kuotanya ditambah menjadi 17 juta KL untuk tahun ini.

Menurut Mamit, kunci terpenting menjaga pasokan dan harga BBM ke depan yakni dengan melakukan revisi Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak.

"Makanya kuncinya revisi Perpres. Kalau revisi Perpres berbicara bahwa penggunaan Pertalite hanya untuk kendaraan roda dua, angkutan umum pelat kuning, saya kira ini akan lebih secure," ungkapnya.

"Begitu juga untuk solar subsidi. Misalnya hanya untuk angkutan umum dengan pelat kuning. Terus dibatesin, solar ini hanya untuk kendaraan roda empat, per hari 100 liter aja, itu bisa lebih aman lagi," pungkas Mamit.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.