Sukses

Subsidi dan Kompensasi Energi 2023 Turun Jadi Rp 336 Triliun, Sri Mulyani Ungkap Alasannya

Anggaran subsidi dan kompensasi energi termasuk untuk subsidi BBM pada 2023 akan turun jika dibandingkan dengan 2022.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, anggaran subsidi dan kompensasi energi termasuk untuk subsidi BBM pada 2023 akan turun jika dibandingkan dengan 2022.

Pada tahun ini, pemerintah sudah mengalokasikan subsidi hingga Rp 502,4 triliun, sementara untuk 2023 mendatang jadi turun menjadi Rp 336,7 triliun.

Sri Mulyani menerangkan, pemangkasan anggaran subsidi BBM tersebut dibuat lantaran pemerintah sudah menghitung proyeksi harga keekonomian minyak pada tahun depan.

"Untuk subsidi, perubahan yang terjadi dari sisi jumlah total subsidi, terutama yang menyangkut dengan energi untuk tahun depan lebih karena asumsi dari harga. Tentu dengan implisit volume seperti yang ada di tahun 2022," ujarnya dalam konferensi pers Nota Keuangan dan RAPBN 2023, Selasa (16/8/2022).

"Jadi dalam hal ini kita mendapatkan angka Rp 336,7 triliun, lebih rendah dari Rp 502,4 triliun karena faktor harga asumsi lebih rendah, nilai tukar, maupun volume tetap kita kendalikan," jelasnya.

Adapun bila mengacu pada asumsi dasar ekonomi makro 2023, harga minyak diperkirakan sebesar USD 90 per barel, lebih rendah dari outlook 2022 sebesar USD 95-105 per barel.

Sementara nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berada di posisi Rp 14.750, atau sedikit menguat dari outlook 2022 sebesar Rp 14.500-14.900 per dolar Amerika Serikat.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Harga Keekonomian Pertamax Rp 15.150 per Liter dan Pertalite Rp 13.150

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan, pemerintah telah menggelontorkan APBN dalam jumlah tidak sedikit untuk subsidi BBM, yakni lebih dari Rp 502 triliun.

Tujuannya, agar harga sejumlah jenis BBM seperti Pertalite dan Pertamax masih di bawah harga keekonomian dan ramah kantong konsumen. Hal ini menjadi salah satu cara untuk menahan kenaikan angka inflasi.

"Kita lihat harga keekonomian Pertamax Rp 15.150 per liter. Namun kita masih memberikan harga eceran Rp 12.500 per liter. Demikian juga Pertalite, harga keekonomiannya Rp 13.150 per liter, ecerannya masih Rp 7.650 per liter," papar Airlangga dalam konferensi pers Nota Keuangan dan RUU APBN 2023, Selasa (16/8/2022).

Airlangga lantas membandingkannya dengan harga BBM di sejumlah negara tetangga, sebut saja Thailand, Vietnam dan Filipina. Namun, dia tidak merinci harga tersebut untuk BBM jenis apa.

"Di negara lain misal Thailand, di Rp 19.500 (per liter), Vietnam Rp 16.645 per liter. Filipina Rp 21.352 (per liter). Sehingga kita relatif masih di bawah negara ASEAN lain," terang dia.

Adapun subsidi BBM ini dijaga agar tidak menimbulkan laju inflasi tinggi seperti yang sekarang terjadi di banyak negara.

Untuk itu, Airlangga Hartarto menyebut, pemerintah terus mengerahkan tim pengendalian inflasi pusat dan daerah untuk mendorong agar program kebijakan terkait keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, dan kelancaran distribusi juga komunikasi secara efektif dengan masyarakat.

"Sehingga tentu tantangan hyperinflation (Hiperinflasi) kelihatannya bisa kita tangani di tahun ini. Demikian pula di tahun depan," tandasnya.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 3 halaman

Pemerintah Godok Rencana Kenaikan Harga BBM Subsidi

Sebelumnya, pemerintah masih menggodok rencana kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) subsidi jenis Pertalite. Kenaikan ini sebagai respons atas tingginya harga minyak mentah dunia.

"(Harga Pertalite) lagi dibahas masih dikoordinasikan dengan Pak Airlangga (Menteri Koordinasi Bidang Perekonomian)," ujar Menteri ESDM Arifin Tasrif dikutip dari Antara, Selasa (16/8/2022).

Pemerintah harus mengubah peraturan presiden terlebih dahulu sebelum keputusan itu resmi terbit menjadi kebijakan terbaru terkait perubahan harga bahan bakar.

Arifin Tasrif menambahkan pemerintah juga akan mensosialisasikan terlebih dahulu mengenai rencana kenaikan harga Pertalite tersebut untuk mengurangi kepanikan berbelanja masyarakat.

Sampai Juli 2022 Pertamina melaporkan konsumsi Pertalite telah menembus angka 16,8 juta kiloliter atau setara dengan 73,04 persen dari total kuota yang ditetapkan sebesar 23 juta kiloliter. Angka konsumsi yang tinggi itu membuat kuota Pertalite hanya tersisa 6,2 juta kiloliter.

Apabila pemerintah menambah kuota BBM subsidi, maka beban APBN untuk subsidi bisa semakin membengkak hingga melebihi Rp600 triliun. Namun jika pemerintah tidak menambah kuota BBM subsidi, maka kelangkaan akan terjadi di berbagai SPBU yang berpotensi menyulut keresahan sosial.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.