Sukses

Rugikan Rp 551 Triliun per Tahun, Badan Pangan Nasional Tangani Sampah Makanan

Potensi sampah makanan jika dikelola dengan baik dapat disalurkan untuk memberi makan 61-125 juta orang atau 29-47 persen populasi Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Badan Pangan Nasional atau National Food Agency (NFA) Arief Prasetyo Adi menekankan perlunya menekan jumlah sampah makanan di Indonesia. Maka, NFA dan sejumlah pihak mencanangkan Sarinah menjadi satu tempat awal upaya penekanan sampah makanan ini.

Secara global, ada sekitar 1,3 miliar ton makanan terbuang setiap tahunnya. Indonesia, bahkan disebut sebagai negara kedua penyumbang sampah makanan terbesar di dunia.

“Sinergi ini merupakan langkah yang baik dalam memerangi food loss and waste yang masih sangat tinggi. Diharapkan semua pihak dapat segera mengeksekusi berbagai program yang telah disusun, agar segera memberikan hasil konkrit,” ujarnya dalam seremoni penandatanganan MoU, Senin (15/8/2022).

Menurut kajian Bappenas, Food Loss and Waste (FLW) di Indonesia pada 2000-2019 berkisar 23-48 juta ton per tahun, setara dengan 115–184 kg per kapita per tahun. Hal tersebut berdampak pada kerugian ekonomi sebesar Rp 213-551 Triliun per tahun.

Potensi FLW tersebut apabila dikelola dengan baik dapat disalurkan untuk memberi makan 61-125 juta orang atau 29-47 persen populasi Indonesia.

Arief menegaskan, permasalahan ini merupakan bagian dari tanggung jawab NFA. Namun tentunya perlu sinergi dan kontribusi seluruh stakeholder pangan nasional untuk menekan angka FLW di Indonesia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Dipanggil Presiden

Pada kesempatan itu, Arief mengisahkan secara berkala diapanggil Presiden Joko Widodo membahas krisis pangan. Disamping juga membahas mengenai krisis energi dan krisis keuangan.

"Presiden ini selalu menyebutan tiga, krisis pangan, krisis energi dan krisis keunagan. Jadi semua lini ini, setiap minggu pak presiden undang, menteri, kepala lembaga setiap minggu," ujar dia.

"Untuk urusan pangan ini di detailkan, misalnya hari ini bicara sorgum, bicara gula, besok bicara padi," tambanya.

Ia menerangkan, di era saat ini, ditambah ketegangan geopolitik, memang diperlukan cara pandeng yang berbeda. Khususnya yang berkaitan dengan ketidakpastian pangan di masa mendatang.

"Ini kesempatan Indonesia untuk mulai produksi, sekarang saya tanya, masket kita ada dimana? ada di Singapura? ya ada di Indonesia," tegasnya.

Salah satunya berupaya untuk membangun ekosistem dari hulu smapai hilir merespons kondisi tersebut.

"Jadi yang diperlukan hand in hand bangun ekos pangan," tukasnya.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 3 halaman

74 Kabupaten dan Kota Rawan Pangan

Ia melanjutkan, berdasarkan data kerawanan pangan dan gizi NFA, tercatat ada sekitar 74 kabupaten/kota masuk kategori wilayah rentan rawan pangan. Artinya, ada 14 persen dari seluruh kabupaten/kota di Indonesia.

“Penyebab utama kerentanan pangan adalah neraca pangan wilayah yang defisit dan tingginya presentase penduduk miskin di wilayah tersebut,” ujarnya.

Hal ini sejalan dengan arahan Presiden RI bahwa pemerintah harus bersiap menghadapi krisis pangan, krisis energi dan krisis keuangan yang melanda dunia internasional saat ini.

“Bapak Presiden sangat concern terkait pangan, pekan lalu beliau menyampaikan bahwa lebih dari 300 juta orang di negara lain terancam kekurangan pangan akut dan kelaparan, diperkirakan kalau tidak ada solusi bisa menjadi 800 juta orang. Ini harus menjadi perhatian kita bersama untuk mengurangi pemborosan pangan from farm to table,” ungkapnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.