Sukses

OJK: Tolong Cermati Soal Izin Pinjol, Jangan Sampai Terkecoh

Jika pengguna merasa ragu terhadap aplikasi pinjol, bisa lebih dulu mengecek daftar yang dirilis OJK. Atau bisa juga menghubungi narahubung OJK.

Liputan6.com, Jakarta - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melihat ada anggapan yang salah di masyarakat soal izin pinjaman online (pinjol) atau fintech P2P Lending. Hal ini, jadi sebab banyak yang terjebak pada pinjol ilegal.

Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Friderica Widyasari Dewi mengungkap hal tersebut. Menurutnya, masih ditemukan masyarakat yang belum paham perbedaan izin mendirikan usaha dan izin kegiatan usaha.

Ia menekankan, proses transaksi perlu dilakukan pencatatan. Lebih penting, menggunakan platform yang terdaftar dan mendapat izin dari OJK.

"Jadi izin untuk perusahaan berdiri dan izin untuk melakuan kegaitan di sektor jasa keuangan itu berbeda ya. Kadang-kadang masyarakat kita salah, 'oh dia punya izin untuk medirikan perusahaan' padahal itu beda dengan izin untuk melakukan kegiatan di sektor jasa keuangan," terang Friderica dalam webinar bertajuk Sehat Kelola Dana Dengan Fasilitas Pinjol dan Uang Digital, Selasa (9/8/2022).

"Jadi itu yang sering misslead," tambahnya.

Ia mengatakan, jika pengguna merasa ragu terhadap aplikasi pinjol, bisa lebih dulu mengecek daftar yang dirilis OJK. Atau bisa juga menghubungi narahubung OJK.

Untuk diketahui, OJK bisa dihubungi melalui kontak 157. Atau dengan pesan WhatsApp di 081157157157.

Bijak Mengambil Pinjaman

Lebih lanjut, Friderica berpesan para konsumen perlu bijak dalam mengambil pinjaman. Artinya, tidak berlebihan dan menyesuaikan kebutuhan dan kemampuan.

"Perlu diingat, kalau pinjam online itu harus ingat waktu nanti kewajiban mengembalikan, jadi kalau minjam itu sesuai kebutuhan saja, jangan berlebihan dan ntuk kegaitan yang produktif, untuk yang perlu, jangan untuk konsumtif, belanja dan lain sebagainya," ujarnya.

"pinjamnya gampang, spending gampang, nanti pas bayarnya kita pusing," imbuhnya.

Terkait ini, ia juga sering menemukan aduan dari korban-korban pinjol ilegal. Dengan masuk ke salah satu aplikasi, cenderung jejaring lainnya juga ikut menawarkan pinjaman dengan bunga lebih tinggi untuk menutup utang sebelumnya.

Artinya, pinjaman akan semakin besar, begitu juga dengan beban yang harus ditanggung. Risikonya akan semakin besar, bahkan ujung-ujungnya malah menjual aset.

"Dan itu terus menggulung akhirnya kadang-kadang rumahnya kejual dan lain sebagainya. Kami sangat tidak ingin itu semua mengalami hal yang tak menyenangkan seperti itu," pesannya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Blokir 4.000 Pinjol Ilegal

Pada kesempatan itu, Friderica mengungkap capaian Satgas Waspada Investasi. Hingga Juni 2022, telah tercatat lebih dari 5.000 penindakan terhadap investasi, pinjol, hingga gadai ilegal.

Rinciannya, Satgas Waspada Investasi telah menutup 1.130 penawaran investasi ilegal. Kemudian, menutup 4.089 pinjol ilegal, dan menutup 165 gadai ilegal.

"Transaksi digital memang sudah memudahkan hidup kita, tetapi banyak sekali kemudian banyak kasus-kasus, OJK bersama K/L kita punya Satgas Waspada Investasi yang untuk memberantas pelaku-pelaku usaha yang ilegal," tegasnya.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 3 halaman

Literasi Keuangan Masih Rendah

Menurut Anggota Dewan Komisioner bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi, tingkat literasi keuangan di Indonesia masih rendah. Meski di sisi lain, tingkat inklusi keuangan sudah cukup tinggi.

"Dunia digital memiliki potensi kerawanan, dimana kalau kita lihat, memang ada gap angtara tingkat inklusi dan tingkat literasi. Kalau tingkat inklusi itu angkanya sekitar 76 persen, sedangkan literasi itu masih sekitar 38 persen," ungkapnya dalam webinar bertajuk Sehat Kelola Dana Dengan Fasilitas Pinjol dan Uang Digital, Selasa (9/8/2022).

Kesenjangan ini, bisa diartikan ada banyaknya orang yang bisa mengakses produk keuangan. Tapi, hanya sedikit diantaranya yang telah memahami terkait produk keuangan yang diaksesnya tersebut.

Dengan demikian, pengguna pinjol atau fintech lending ini berada pada posisi rawan. Menurut Friderica ini yang perlu lebih dulu menjadi perhatian.

"Termasuk jangan-jangan penggunaan seperti fintech pun juga, karena itu menimbulkan kerawanan dan banyak dispute ya, ketidaksepakatan dan ketidaksepahaman yang nanti larinya pun ke OJK dalam hal penyelesaian sengketa dan pelaku jasa keuangan di Indonesia," tuturnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.