Sukses

​Pertumbuhan Ekonomi China Loyo, Indonesia Was-Was

Pertumbuhan Ekonomi di China pada kuartal II-2022 hanya mampu tumbuh 0,4 persen (yoy) dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Liputan6.com, Jakarta Pertumbuhan Ekonomi China pada kuartal II-2022 hanya mampu tumbuh 0,4 persen (yoy) dari Produk Domestik Bruto (PDB). Lemahnya ekonomi China ini membuat Pemerintah Indonesia makin waspada. Mengingat hubungan ekonomi Indonesia-China cukup intens.

"Yang harus kita pantau juga adalah bagaimana pertumbuhan ekonomi Tiongkok itu terkoreksi cukup dalam karena kita punya hubungan ekonomi yang cukup intens dengan Tiongkok," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal, Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu dalam Taklimat Media, Jakarta, Senin (8/8).

Febrio menjelaskan perkembangan ekonomi di negara tirai bambu itu sedikit banyak akan memengaruhi aktivitas ekonomi di Tanah Air. Sehingga Indonesia bisa melakukan antisipasi atau melakukan diversifikasi dari gejolak ekonomi yang terjadi di sana.

"Kita harus melihat bagaimana dampak dari perlambatan perekonomian Tiongkok ini terhadap aktivitas ekonomi ini Indonesia," kata dia.

"Dan juga bagaimana kita melakukan diversifikasi dari aktivitas ekonomi kita sehingga tidak hanya tergantung kepada Tiongkok," sambungnya.

Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah saat ini memperluas jaringan ekspor produk ke India dan beberapa negara lainnya. Hal ini sebagai upaya mempertahankan kinerja ekspor ketika ekonomi di China terganggu.

"Kita perkuat ke India dan beberapa negara-negara lainnya," pungkasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Mantap, Ketahanan Ekonomi Indonesia Lebih Baik dari AS dan China

Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan (Wamenkeu) Suahasil Nazara, mengatakan kondisi ketahanan fundamental ekonomi Indonesia lebih baik dibandingkan negara lain. Hal itu terlihat dari tingkat inflasi yang dialami negara lain yang tinggi.

“Kita lihat di Amerika Serikat pertumbuhan ekonomi sudah sempat negatif yang Q2 nya bahkan 2 kuarter berturut-turut mengalami penurunan dan yang terakhir itu di bawah nol," kata Suahasil dalam Mid Year Economic Outlook 2022, Selasa (2/8/2022).

Enam+51:07Inspirato Sharing Session: Masa Depan Indonesia Bersama FATF "Tiongkok kalau dilihat di Q2 ini 0,4 persen, Tiongkok yang kita tahu Biasanya pertumbuhan yaitu ada di level atas sekarang tumbuhnya tipis sekali,” lanjut dia.

Begitupun dilihat dari sisi Consumer confidence index di Amerika Serikat menunjukkan tren yang menurun. Menurutnya, hal itu harus disikapi dengan sangat hati-hati dan Indonesia harus selalu memantau posisi ekonomi negara-negara lain untuk memperkuat ketahanan dan melakukan pengaturan terhadap kebijakan-kebijakan dalam negeri.

Wamenkeu pun membandingkan Indonesia dengan negara-negara lain dalam konteks PDB. Produk Domestik Bruto (PDB) riil Indonesia pada 2021 sudah berada di level sebelum terjadi pandemi Covid-19.

“Kita termasuk yang sudah artinya sudah melewati kondisi 2019, kalau kita lihat level PDB riil Q1 2022 terhadap rata-rata 2019 kita juga sudah di zona yang positif. Lihat bahwa banyak negara peer  grup kita yang masih dibawah belum kembali ke level 2019 kita termasuk negara yang sudah kembali,” katanya.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 3 halaman

Inflasi

Dari sisi inflasi, Indonesia inflasinya masih rendah dibandingkan negara lain, yakni Australia diangka 5,1 persen, kemudian negara Argentina dan Turki inflasinya diatas 76 persen. Artinya, kondisi fundamental ekonomi Indonesia masih kuat.

“Inflasi ini akan meningkat angka Indonesia ada di 4,44 persen bulan Juni dan kemarin Badan Pusat Statistik baru mengeluarkan angka 4,9 persen. Jadi, posisi kita belum terlalu berubah karena Australia yang lebih sedikit lebih tinggi dari kita ada di 5,1 persen. Negara-negara lain banyak sekali yang menghadapi inflasi yang lebih tinggi jauh lebih tinggi dari Indonesia,” ungkapnya.

Suahasil mengatakan, stabilitas ekternal Indonesia yakni current account defisit sebagai persentase terhadap PDB Indonesia masih positif.

“Jadi, kita current account surplus  0,3 persen dari PDB. Kalau kita lihat budget defisit budget deficit kita di sekitar 4,6 persen dan bisa dilihat negara-negara yang budget defisit yaitu pembiayaannya itu bahkan bisa ke arah double digit dari PDB nya,” ujarnya.

Menurutnya, Indonesia termasuk  yang sangat moderat. Fundamental ekonominya masih terjaga meskipun defisit di atas 3 persen, tapi Pemerintah terus berusaha menjaga posisi tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.