Sukses

Sebut Tak Bermoral, Sekjen PBB Desak Pajaki Perusahaan Migas Untung Saat Ada Krisis Energi

Guterres juga mendesak masyarakat mengirim pesan kepada industri migas dan pemodal akan kerugian yang disebabkan oleh keserakahan mereka terhadap masyarakat miskin dan rentan

Liputan6.com, Jakarta - Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres mendesak pemerintah negara - negara di dunia memungut pajak kepada perusahaan minyak dan gas.

Hal itu disampaikan lantaran besarnya keuntungan yang didapat perusahaan minyak dan gas di tengah krisis energi dan ekonomi yang membebani masyarakat miskin. 

"Tidak bermoral bagi perusahaan minyak dan gas untuk membuat rekor keuntungan dari krisis energi saat ini ketika dibelakangnya masih ada masyarakat miskin, ditambah biaya besar bagi iklim," kata Guterres kepada wartawan, dikutip dari US News, Kamis (4/8/2022). 

"Saya mendesak semua pemerintah untuk mengenakan pajak atas keuntungan yang berlebihan ini, dan menggunakan dana tersebut untuk mendukung orang-orang yang paling rentan melalui masa-masa sulit ini," tegasnya. 

Selain itu, Guterres juga mendesak masyarakat mengirim pesan kepada industri migas dan pemodal akan kerugian yang disebabkan oleh  keserakahan mereka terhadap masyarakat miskin dan rentan, serta menimbulkan risiko bagi iklim bumi.

"Keserakahan yang mengerikan ini berdampak pada orang-orang yang paling miskin dan paling rentan, sambil menghancurkan satu-satunya rumah kita bersama," ujar dia.

Guterres mencatat, di kuartal II 2022, dua perusahaan minyak terbesar AS yakni Exxon Mobil Corp XOM.N dan Chevron Corp CVX.N yang berbasis di Inggris serta perusahaan TotalEnergies Prancis berhasil meraup keuntungan senilai USD 51 miliar.

Kritik pun berdatangan dari sejumlah politisi dan pendukung konsumen terhadap perusahaan migas karena memanfaatkan kekurangan pasokan global untuk melipatgandakan keuntungan dan menipu konsumen.

Salah satu kritik yang menjadi sorotan datang dari Presiden AS Joe Biden. 

Dia mengungkapkan pada Juni 2022, bahwa Exxon dan perusahaan migas lainnya telah menghasilkan banyak uang saat harga bahan bakar konsumen mencapai rekor tertinggi.

 

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Inggris Sudah Kenakan Pajak 25 Persen Perusahaan Migas di Tengah Krisis Energi

Bulan lalu, Inggris meloloskan pajak tak terduga hingga sebesar 25 persen untuk produsen minyak dan gas di Laut Utara.

Anggota parlemen AS telah membahas ide serupa, meskipun menghadapi proses panjang di Kongres.

Guterres sebelumnya sudah memperingatkan dampak perang Rusia-Ukraina dan kerusakan iklim memicu krisis pangan, energi, dan keuangan global.

"Banyak negara berkembang - tenggelam dalam utang, tanpa akses ke keuangan, dan yang masih berjuang untuk pulih dari pandemi Covid-19 - bisa melewati ambang batas," katanya.

"Kita sudah melihat tanda-tanda peringatan gelombang pergolakan ekonomi, sosial dan politik yang tidak akan membuat negara tidak tersentuh," ucapnya.

3 dari 3 halaman

Cegah Korupsi Sektor Energi dan Minerba, Sri Mulyani Bangun STI MIGAS dan SIMBARA

Kementerian Keuangan (Kemenkeu) membangun dua sistem sebagai upaya digitalisasi di sektor energi dan sumber daya mineral. Salah satu alasan digitalisasi ini untuk mencegah terjadinya manipulasi data hingga korupsi.

Dua sistem yang dibangun adalah pertama sistem informasi terintegrasi dan pertukaran data kegiatan usaha di hulu migas dengan nama STI MIGAS. Kedua adalah sistem informasi terintegrasi untuk sektor mineral dan batu bara dengan nama SIMBARA.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, dua sistem digitalisasi ini langkah pemerintah untuk membangun sebuah sistem yang makin terintegrasi dengan berbasis kepada digital teknologi.

"Dan tentu dengan mengubah proses bisnis dari hulu hingga hilir sehingga ada konsistensi data dan juga kepastian serta integritas dari sisi pelayanan," papar dia dalam acara webinar Digitalisasi Sebagai Sarana Pencegahan Korupsi, Jakarta, Rabu (3/8/2022).

Adanya sistem ini mampu merapikan dan membuat konsisten pemerintah untuk mendorong penerimaan negara baik pajak, bea cukai dan PNBP. Artinya sebuah kegiatan di sektor minerba maupun migas tidak lagi harus membuat laporan berbeda atau berkali-kali untuk diserahkan kepada instansi Pajak, PNBP, Bea dan Cukai.

"Sekarang ketiganya terintegrasi," kata da.

Dia melanjutkan, sistem ini akan memudahkan bagi dunia usaha dan mencegah terjadinya kemungkinan mereka memanipulasi data. Baik untuk keperluan pajak yang berbeda dengan laporan untuk ekspor atau impor atau untuk kepentingan menghitung kewajiban PNBP-nya.

SIT MIGAS dan SIMBARA bermanfaat untuk menciptakan sebuah ekosistem pengawasan penyediaan data yang konsisten secara nasional. Dalam sistem ini juga akan tercatat data konsumsi dan harmonisasi struktur neraca komoditas.

"Ini diharapakan akan menciptakan keseragam persepsi atas data dan informasi dan menjamin keselarasan data dari hulu hingga ke hilir untuk komoditas SDA migas dan minerba," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.