Sukses

2 Alasan Utama Sri Mulyani Tunda 2 Kali Penerapan Pajak Karbon

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pemerintah tak ingin tergesa-gesa menerapkan pajak karbon.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah kembali menunda penerapan pajak karbon. Rencana awal, pajak karbon akan diterapkan pada 1 Juli 2022. Ini penundaan kedua setelah sebelumnya juga pernah ditunda penerapannya pada April 2022.

Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menjelaskan, pemerintah tak ingin tergesa-gesa menerapkan pajak karbon. Ada 2 alasan besar yang membuat penerapan pajak karbon ini terus ditunda. 

Alasan pertama adalah pemulihan ekonomi Indonesia masih rentan sehingga masih diperlukan beberapa relaksasi. Alasan kedua adalah situasi geopolitik seperti perang Rusia dengan Ukraina yang membuat harga energi melonjak tajam.

“Jadi kami ingin memastikan penerapan pajak karbon nantinya tidak menimbulkan gangguan serius bagi pemulihan ekonomi kita sendiri maupun ketahanan energi nasional,” ujarnya dikutip dari Belasting.id, Kamis (28/7/2022).

Pajak karbon sudah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Sri Mulyani mengaku Kementerian Keuangan tengah menyiapkan aturan teknis untuk penerapan pajak karbon.

Rancangan peraturan menteri itu akan memuat tarif pajak karbon, serta prosedur dan mekanisme penerapan pajak karbon. Setelah dibahas, sambung Sri Mulyani, nantinya akan dikenalkan ke publik.

Dia juga menerangkan regulasi itu dirancang untuk mendorong pengembangan pasar karbon, inovasi teknologi, serta iklim investasi yang efisien untuk sektor rendah karbon dan ramah lingkungan.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 5 halaman

Roadmap Pajak Karbon

Sri Mulyani menjelaskan roadmap pajak karbon yang sedang dirancang ini, bertujuan untuk mencapai transisi energi yang adil dan berkelanjutan. Adil berarti terjangkau, tidak merugikan, dan tidak menimbulkan gangguan sosial.

Oleh karena itu, dibutuhkan perhitungan yang tepat untuk menerapkan kebijakan yang tepat sekaligus kredibel. Menurut Menkeu, perlu juga mempertimbangkan aspek ekonomi, finansial, ataupun sosial.

“Kita akan mengimplementasikan kebijakan yang tepat, akan terus dibahas dan dirancang, sehingga kita dapat memperkenalkan pada waktu yang tepat dan mekanisme yang tepat,” tutur Sri Mulyani. 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 5 halaman

Mengenal Pajak Karbon dan Penerapannya di Negara Lain

Pajak karbon sedang diperkenalkan di Indonesia dalam upaya untuk mengendalikan perubahan iklim dan memerangi pemanasan global. Kebijakan ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) yang telah disahkan DPR sejak 7 Oktober 2021.

Kementerian ESDM menyatakan bahwa dalam penerapan pajak tersebut, pemerintah akan memfokuskan PLTU berbasis batu bara untuk tahap pertama.

Menurut Kementerian Keuangan, dana yang terkumpul dari pajak karbon akan digunakan untuk menambah dana pembangunan, mitigasi perubahan iklim, investasi ramah lingkungan, serta program bantuan sosial untuk masyarakat berpenghasilan rendah.

“Kita perlu mengapresiasi langkah awal pemerintah Indonesia dalam mengimplementasikan pertumbuhan ekonomi hijau, salah satunya dengan adanya penerapan pajak karbon kepada sektor yang menghasilkan emisi gas rumah kaca," ungkap CEO Grant Thornton Indonesia, Johanna Gani dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (23/7/2022).

“Namun penerapan pajak karbon harus dilakukan dengan perencanaan dan kalkulasi yang matang sehingga dapat meminimalisir dampak negatif seperti inflasi. Penerapan pajak karbon dapat menimbulkan potensi kenaikan harga energi seperti BBM maupun listrik dengan bertambahnya ongkos produksi," imbuh Johanna.

4 dari 5 halaman

Pengertian Pajak Karbon

Pajak Karbon adalah pajak yang dikenakan atas penggunaan bahan bakar fosil seperti bensin, avtur, gas, dan lain - lain.

Pajak karbon bertujuan untuk mengurangi emisi karbon dioksida dan gas rumah kaca sebagai langkah memerangi pemanasan global. 

Menerapkan pajak karbon di Indonesia dapat membantu mengurangi pemanasan global dan mengendalikan perubahan iklim, serta meningkatkan pendapatan pajak dan efisiensi energi bagi konsumen dan bisnis. 

Jika melihat data Bank Dunia, sampai pertengahan 2021, terdapat sekitar 35 negara yang telah menerapkan pajak karbon. Tiap negara menerapkan kebijakan pajak yang beragam.

Finlandia misalnya, menerapkan tarif pajak berbeda terhadap emisi karbon dari kendaraan dan pembangkit listrik. Kendati bentuknya berbeda-beda, pajak karbon di skala global umumnya dihitung dengan satuan dolar Amerika Serikat per ton CO.

5 dari 5 halaman

Negara yang Terapkan Pajak Karbon

Selain itu, ada juga negara yang menerapkan pengendalian emisi karbon melalui instrumen kebijakan pasar karbon atau Emission Trading System (ETS) seperti Tiongkok, Korea Selatan, Selandia Baru, beberapa negara anggota Uni Eropa, dan sejumlah negara bagian Amerika Serikat.

Di tahap awal nanti, Indonesia akan mengenakan pajak karbon kepada perusahaan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batu bara, dengan tarif Rp 30.000 atau sekitar USD 2,1 per ton emisi karbon dioksida ekuivalen (tCO2e).

Mekanismenya dengan menetapkan cap atau batas maksimal emisi untuk tiap sektor dan pajak akan ditetapkan pada emisi di atas cap tersebut, bukan atas keseluruhan emisi.

“Edukasi terkait pentingnya pajak karbon juga perlu diberikan secara berkelanjutan oleh pemerintah, terutama terkait risiko perubahan iklim terhadap masyarakat. Sehingga nantinya, ketika pemerintah menerapkan pajak karbon secara penuh, masyarakat dapat menerima dengan baik.” tutup Johanna.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.