Sukses

Produksi Tak Sesuai Ekspektasi, Repsol Bakal Mundur dari Blok Migas Sakakemang?

Proyek Blok Migas Sakakemang masih punya nilai ekonomis untuk dikembangkan lantaran proyek gas ini sudah terhubung langsung hingga ke negeri tetangga.

Liputan6.com, Jakarta - Rencana pengembangan (POD) Blok Sakakemang oleh perusahaan migas asal Spanyol, Repsol jadi tanda tanya. Pasalnya, proyeksi jumlah cadangan gas di sana menyusut dari 2 triliun kaki kubik (TCF) menjadi hanya 350 miliar kaki kubik (BCF).

Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menyebut, ada sejumlah revisi kontrak yang dilakukan Repsol dalam pengerjaan proyek gas yang berada di Kabupaten Musi Banyuasin, Sumatera Selatan tersebut.

"Ini berubah karena kapasitasnya berubah. Karena cadangannya dulu diperkirakan di atas 1 TCF, sekarang tinggal sekitar 350 BCF. Jadi kan harus berubah," ujar Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto saat Forum Kapnas II di JCC, Jakarta, Rabu (27/7/2022).

Kendati begitu, Dwi menilai proyek Blok Sakakemang masih punya nilai ekonomis untuk dikembangkan. Itu lantaran proyek gas tersebut sudah terhubung langsung hingga ke negeri tetangga.

"Saya kira siapapun nanti yang akan mengembangkannya, ini masih sangat ekonomis karena tinggal connect ke koridor yang eksisting," kata Dwi.

"Sakakemang itu buyer gasnya sangat terbuka, karena Sakakemang bisa nyambung ke ConocoPhillips, bisa ke Singapura, bisa ke Jawa Barat. jadi no issue about buyer," tegasnya.

Sebelumnya, pemerintah sempat mengklaim penemuan cadangan gas di Wilayah Kerja (WK) Sakakemang sebagai sebuah giant discovery. Itu ditandai dengan pelaksanaan pengeboran Sumur Kaliberau Dalam 2X (KBD2X), dimana Repsol bertindak sebagai Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS).

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) beberapa tahun lalu menyatakan, penemuan dari sumur KBD2X ini termasuk dalam lima terbesar di dunia pada 2018-2019.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Indonesia Tak Bisa Lepas dari Jerat Minyak dan Gas hingga 2050

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro memperkirakan, sektor minyak dan gas (migas) masih akan memiliki peran penting dalam roadmap energi dan perekonomian Indonesia. Meskipun, pemerintah saat ini tengah giat mengkampanyekan program energi baru terbarukan, atau New Renewable Energy (RNE).

Melansir proyeksi konsumsi migas berdasarkan skenario Rencana Umum Energi Nasional (RUEN), hulu migas sampai dengan 2050 masih akan jadi sektor kunci.

Proyeksi senada juga dikeluarkan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), yang merilis tiga skenario outlook energy, yakni Business As Usual (BAU), Electric Vehicle (EV), dan New Renewable Energy (NRE).

"Peran penting hulu migas dalam roadmap energi Indonesia diantaranya dapat dilihat melalui proyeksi RUEN dan Outlook Energy BPPT, yang menyebutkan bahwa sampaidengan tahun 2050 mendatang konsumsi migas Indonesia masih akan terus meningkat," tulis Komaidi, Senin (25/7/2022).

"Sementara produksi migas terutama produksi minyak bumi Indonesia diproyeksikan akan menurun," terang dia.

RUEN memproyeksikan, konsumsi minyak Indonesia sampai dengan 2050 akan terus meningkat. Tiga skenario Outlook Energy BPPT (BaU, EV, NRE) juga memperkirakan volume konsumsi minyak bumi Indonesia sampai dengan 2050 akan terus melonjak.

Konsumsi minyak tertinggi terjadi pada skenario BAU, mencapai angka 1.171,75 juta barel pada 2050. Sementara produksinya hanya 70 juta barel saja.

 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 3 halaman

Konsumsi Minyak

Sementara konsumsi minyak pada skenario EV dan NRE relatif sama, lebih rendah dari skenario BAU. Skenario EV meramal konsumsi minyak sebesar 1.002,3 juta barel dengan produksi 70 juta barel. Sedangkan konsumsi minyak pada skenario NRE sebesar 1.016 juta barel dengan produksi 70 juta barel.

"Meskipun kebijakan transisi energi diimplementasikan, RUEN dan tiga skenario Outlook Energy BPPT memproyeksikan defisit neraca minyak bumi Indonesia sampai dengan tahun 2050 akan terus meningkat," sambung Komaidi.

Komaidi melanjutkan, RUEN dan tiga skenario Outlook Energy BPPT juga memproyeksikan, volume konsumsi gas Indonesia sampai dengan 2050 akan terus meroket. Namun, terdapat perbedaan dalam proyeksi produksi gas.

"RUEN memproyeksikan produksi gas Indonesia akan meningkat sampai dengan tahun 2040, selanjutnya menurun. Sementara tiga skenario Outlook Energy BPPT memproyeksikan produksi gas Indonesia akan terus menurun," paparnya.

Adapun proyeksi produksi gas alam menurut RUEN pada 2040 sebesar 2,99 juta bbtu, dan akan turun jadi 2,55 juta bbtu pada 2050. Sementara tiga skenario BPPT kompak memperkirakan produksi gas bakal perlahan turun jadi 0,8 juta bbtu di 2050.

"Defisit neraca gas Indonesia pada tahun 2030-2050 baik berdasarkan skenario RUEN maupun tiga skenario Outlook Energy BPPT diproyeksikan akan terus meningkat," ujar Komaidi.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.