Sukses

Moeldoko: Ekspor CPO Dibuka Tak Ujug-Ujug Harga TBS Sawit Naik

Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut masih butuh waktu bagi percepatan ekspor minyak sawit (CPO) untuk bisa mempengaruhi harga tandan buah segar (TBS) petani.

Liputan6.com, Jakarta Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut masih butuh waktu bagi percepatan ekspor CPO untuk bisa mempengaruhi harga tandan buah segar (TBS) petani.

Hal ini diungkapkan lantaran pasca pembukaan ekspor serta pencabutan pungutan ekspor minyak sawit, harga TBS petani masih berada di level rendah. Pasalnya, proses ekspor dari dalam negeri bergantung pada sejumlah aspek.

"Pesan saya ke petani harus tetap semangat dalam menghadapi situasi saat ini, petani lemas menghadapi situasi ini, tapi ayo, supaya semangatnya jangan turun, karena pemeirntah ambil langkah, begitu kebijakan ekspor dibuka gak ujug-ujug bisa segera (pengaruhi harga TBS). Karena tangki (pabrik CPO) penuh, karena kapal belum siap," kata dia dalam webinar Kondisi Perdagangan Kelapa Sawit Nusantara, Kamis (21/7/2022).

"Pemerintah sudah menyiapkan asosiasi perkapalan, harapannya Juli ini sudah banyak kapal (untuk ekspor)," tambah dia.

Moeldoko mengungkap dengan adanya kapal pengangkut untuk ekspor, baru arus keluar minyak sawit bisa dilakukan. Dari sini akan mempengaruhi stok minyak sawit di pabrik-pabrik kelapa sawit.

Setelah terkuras, baru pabrik kelapa sawit ini akan mengambil sawit dari petani. Dengan demiikian, harga tandan buah segar di petani baru secara bertahap akan mengalami perbaikan.

"Urutannya begitu, jadi masih perlu waktu. Tapi pemerintah sudah mengambil langkah untuk memastikan bahwa yang diambil pemerintah tak merugikan teman-teman sekalian," ujarnya.

Menurut catatan Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) harga TBS sawit petani masih berada di kisaran Rp 1.400-1.500 per kilogram. Terjadi kenaikan tipis sekitar Rp 50-150 per harinya.

Kenaikan harga ini baru terjadi setelah adanya pencabutan larangan ekspor bagi produsen minyak sawit. Diikuti dengan digratiskannya pungutan ekspor bagi produk kelapa sawit oleh Kementerian Keuangan.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Suplai dan Permintaan

Pada kesempatan itu, Moeldoko menyebut, terkait harga ini bergantung pada suplai dan permintaan dari pasar. Artinya, ketika keduanya seimbang, harga akan turut mengikuti perkembangannya.

"Namun demikian terhadap berbagai persoalan sawit, pemerintah concern, sudah ambil langkah. Di satu sisi pemerintah mempertimbangkan antara produsen, tapi di sisi yang lain pemerintah juga memikirkan konsumen," terang dia.

Misalnya, saat harga minyak goreng melambung di pasaran, pemerintah berupaya untuk sisi pengusaha atau produsen tidak dirugikan. Sembari terus mengambil kebijakan agar kenaikan harga juga tidak terlalu berat di masyarakat.

"buktinya pemerintah melakukan evaluasi kebijakan yang dikeluarkan, contohnya kebijakan untuk pungutuan ekspor sudah dihilangkan dan seterusnya, (larangan) ekspor dihilangkan, sudah boleh lagi," tuturnya.

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

3 dari 4 halaman

Produktivitas Kebun Sawit Rakyat Masih Tertinggal Jauh

Produktivitas perkebunan sawit rakyat disebut-sebut masih tertinggal jauh dari perkebunan sawit milik peruasahaan swasta. Ini diakui terjadi dalam satu dekade kebelakang.

Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menyampaikan terjadi pelebaran gap atau kesenjangan jumlah produktivitas dari keduanya. Bahkan, beberapa tahun terakhir mengalami pelebaran yang lebih tinggi.

"Ada stagnasi dan rendahnya produktivitas, meskit perannya cukup signifikan dari produksi dna kepemilikan rakyat. Tapi produktivitasnya masih rendah dibandingkan PBS (Perkebunan Besar Swasta)," ungkapnya dalam webinar Kondisi Perdagangan Kelapa Sawit Nusantara, Kamis (21/7/2022).

"Selama satu dekade terakhir gap-nya ini mengami pelebaran, ini perlu kita concern ini, bahaya alau gap-nya terlalu tinggi," tambahnya.

Menurut data yang ditampilknanya, pada 2010 angka produktivitas perkebunan rakyat sebanyak 2,5 juta ton per hektar. Sementara, perkebunan besar swasta tercatat sebanyak 2,99 juta ton per hektar.

Namun, pada 2021, produktivitas dari perkebunan rarkyat masih bertahan di 2,75 ton per hektar. Sedangkan perkebunan besar swasta meningkat hingga 3,84 juta ton per hektar.

"Stagnasi ini menjadi persoalan kritikal, mengingat perkebunan rakyat dalam produksi CPO nasional cukup tinggi. Saya mengingatkan, jangan sampai ini semakin turun dan semakin turun, gak ada alasan apapun, tapi kita harus tetap waspada," terangnya.

 

4 dari 4 halaman

Kontribusi Perkebunan Sawit 2021

Pada kesempatan itu, Ketua Dewan Pembina Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia itu juga membagikan tingkat kontribusi perkebunan sawit di Indonesia. Besarannya cukup signifikan.

Ada tiga jenis perkebunan kelapa sawit, yakni perkebunan besar swasta, perkebunan rakyat, dan perkebunan negara. Perkebunan swasta berkontribusi paling besar dengan 30,7 juta ton atau setara 61,8 persen dari total produksi nasional.

Sedangkan, produksi CPO oleh perkebunan rakyat berkontribusi sebesar 16,7 juta ton atau setara 33,7 persen dari total produksi. Serta, perkebunan negara hanya menyumbang sisanya 4,4 persen dari total produksi.

"Dari struktur kepemilikan lahan, total lahan yang dimiliki perkebunan rakyatsangat signifikan, yaitu seluas 6 juta hektar atau setara 40 persen dari total luas lahan 15 juta hektar," ujarnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.