Sukses

Sambut Assesor MER, Indonesia Siap Jadi Anggota Tetap Financial Action Task Force

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) akan menggelar acara di Hotel Mandarin Oriental Jakarta mulai 19 Juli 2022.

Liputan6.com, Jakarta - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) akan menggelar acara di Hotel Mandarin Oriental Jakarta mulai 19 Juli 2022. Acara ini untuk menyambut tim assessor Mutual Evaluation Review (MER) yang akan memberikan penilaian kepada Indonesia untuk menjadi anggota tetap Financial Action Task Force (FATF).

Koordinator Kelompok Substansi Humas PPATK M. Natsir Kongah menjelaskan, PPATK akan menerima kunjungan dari tim assessor Mutual Evaluation Review (MER) yang terdiri dari perwakilan 9 negara.

Tim ini akan memberikan penilaian atas permintaan Indonesia untuk menjadi full member atau anggota tetap FATF.

"Yang akan dinilai adalah kepatuhan dalam menerapkan ketentuan anti pencucian uang dan pendanaan terorisme di pihak pelapor, regulator dan penegak hukum," jelas dia kepada Liputan6.com, Senin (11/7/2022).

Saat ini Indonesia satu-satunya negara dalam G20 yang belum menjadi anggota tetap Financial Action Task Force (FATF).

Padahal status tersebut sangat penting bagi Indonesia yang memiliki kekuatan ekonomi besar di dunia. Agar Indonesia bisa berpartisipasi dalam proses pembuatan kebijakan strategis yang bisa menentukan sistem keuangan internasional.

Sejak tahun 2016 Indonesia telah berupaya untuk menjadi anggota tetap dalam Financial Action Task Force (FATF) atau organisasi anti pencucian uang tingkat global. Pada Juni 2019 lalu Indonesia baru mendapatkan status sebagai negara observer FATF, namun belum menjadi anggota penuh.

Namun memang, untuk menjadi anggota tetap bukan perkara mudah. Dibutuhkan persiapan secara nasional, tidak hanya bisa dipenuhi oleh pemerintah pusat. Melainkan hingga harus didukung seluruh kelembagaan negara dan mendapatkan dukungan dari negara-negara anggota FATF.

Banyak manfaat jika Indonesia telah menjadi anggota tetap. Setelah bergabung, sangat memungkinkan antar negara untuk bertukar informasi dan data untuk mencegah tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT). Selain itu, Indonesia bisa menerapkan standar-standar yang telah dibuat secara global.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

PPATK Siap Jadi Garda Depan Pemberantasan TPPU dan TPPT

Ketua Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana menyatakan pihaknya siap menjadi garda depan dalam pemberantasan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dan tindak pidana pendanaan terorisme (TPPT).

Hal tersebut dia katakan saat membuka acara silaturahmi nasional rezim anti pencucian uang (APU) pencegahan pendanaan terorisme (PPT) yang diselenggarakan melalui daring, Selasa (29/3/2022).

"Selama 20 tahun PPATK bersama pemangku kepentingan APU PPT yang telah dan akan terus menjadi garda terdepan dalam pencegahan dan pemberantasan TPPU dan TPPT. Komitmen itu akan terus diwujudkan dalam bentuk kerja tanpa kenal lelah," ujar Ivan.

Dalam acara ini juga dihadiri Menko Polhukam Mahfud Md selaku Ketua Komite Nasional APU PPT.

Menurut Ivan, selama dua dekade perjalanan PPATK, pemerintah telah melahirkan tiga undang-undang terkait TPPU. Yakni UU Nomor 15 Tahun 2002 yang diundangkan pada 17 April 2002. Lahirnya UU tersebut inilah yang membuat PPATK berdiri.

 

3 dari 3 halaman

Dibentuknya Komite TPPU

Kemudian UU Nomor 25 Tahun 2003 sebagai perubahan dari UU Nomor 15 Tahun 2002 dan kemudian diundangkan UU Nomor 8 Tahun 2010.

"Selain itu, UU Nomor 9 Tahun 2013 juga memperkuat sikap Indonesia terhadap upaya pencegahan dan pemberantasan tindak pidana terorisme yang merongrong kedaulatan bangsa," kata dia.

Ivan menyebut, selama dua dekade rezim APU PPT ini juga ditandai dengan dibentuknya Komite Koordinasi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan TPPU yang lahir pada 5 Januari 2004 melalui Keppres Nomor 1 Tahun 2004 yang kemudian diganti dengan Perpres Nomor 6 Tahun 2012 dan diubah melalui Perpres Nomor 117 Tahun 2016.

"Dibentuknya komite TPPU ini menunjukkan keseriusan Indonesia dalam menangani TPPU TPPT serta menyiratkan bahwa TPPU dan TPPT memerlukan sinergi seluruh pemangku kepentingan," kata dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.