Sukses

Deretan Negara ASEAN dengan Inflasi Tertinggi, Bagaimana Indonesia?

Lonjakan inflasi yang terjadi di negara-negara Asia belakangan ini memaksa para pemerintah berpikir keras untuk mengambil langkah-langkah strategis.

Liputan6.com, Jakarta Lonjakan inflasi yang terjadi di negara-negara Asia termasuk ASEAN belakangan ini memaksa para pemerintah berpikir keras untuk mengambil langkah-langkah strategis.

Pasalnya, lonjakan inflasi yang dipicu oleh invasi Rusia ke Ukraina membawa efek domino pada rantai pasokan yang masih terganggu karena pandemi.

Hal ini juga membuat bank sentral bertindak agresif untuk mengetatkan kebijakan moneternya dan meningkatkan kekhawatiran perlambatan ekonomi global. Berbagai upaya telah dilakukan oleh negara-negara di Asia untuk menekan laju inflasi.

"Pemerintah Korea Selatan telah menaikkan tarif 6 komoditas antara lain minyak bunga matahari, gandum, jagung, dan tanaman biji-bijian," dikutip dari keterangan tertulis Grant Thornton Indonesia, Sabtu (9/7/2022).

Selain itu, Bank Sentral Korea Selatan juga telah menaikkan suku bunga menjadi 1,75 persen di bulan Mei untuk mengurangi inflasi dari level tertinggi dalam 13 tahun. 

Di Jepang, inflasi melonjak 2,5 persen YoY (year-on-year) pada bulan Mei, setelah menunjukkan kenaikan yang sama di bulan sebelumnya.

Lonjakan tersebut merupakan yang tertinggi dalam tujuh tahun. Sementara di Tiongkok, harga produsen naik 8,3 persen dari tahun lalu, meskipun turun 8,8 persen pada Februari, tetapi masih di atas median 8,1 persen.

 Di Asia Tenggara, berdasarkan data Tradingeconomics, Myanmar merupakan negara dengan laju inflasi tertinggi di kawasan Asia Tenggara dengan kenaikan sebesar 12,63 persen YoY pada Desember 2021.

Negara ASEAN dengan inflasi tertinggi berikutnya adalah Laos, yakni sebesar 9,9 persen YoY hingga April 2022, diikuti Thailand dengan inflasi 7,1 persen YoY pada Mei 2022, lalu Kamboja 6,3 persen YoY hingga Februari 2022, dan Filipina sebesar 5,4 persen YoY pada Mei 2022.  

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Bagaimana dengan Indonesia? 

Menurut Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, inflasi Indonesia pada Juni 2022 yang tercatat 4,35 persen masih tergolong moderat dibandingkan negara lain. Meskipun inflasi pada bulan Juni 2022 ini merupakan yang tertinggi sejak Juni 2017, yang mana pada waktu itu berada di level 4,37 persen YoY.

Febrio Kacaribu juga menambahkan, melalui instrumen Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN), pemerintah berhasil meredam tingginya tekanan inflasi global, sehingga daya beli masyarakat serta momentum pemulihan ekonomi nasional masih tetap dapat dijaga. 

Johanna Gani, CEO Grant Thornton Indonesia mengatakan, seperti negara-negara lainnya, banyak faktor yang mempengaruhi terjadinya inflasi di Indonesia, antara lain adanya pengaruh global seperti situasi perang Rusia-Ukraina yang telah menyulut kenaikan harga komoditas.

Meskipun demikian, inflasi di Indonesia masih tergolong rendah jika dibandingkan dengan negara-negara di kawasan Asia lainnya.”

“Inflasi tersebut juga telah menyebabkan kenaikan harga pangan dalam negeri seperti  minyak goreng, cabai merah, cabai rawit, bawang merah, dan telur ayam. Hal ini tentunya akan mengganggu proses pemulihan ekonomi terutama terhadap konsumsi rumah tangga," kata Johanna.  

Oleh sebab itu, pemerintah dan Bank Indonesia (BI) perlu memperkuat koordinasi dan komunikasi terutama terkait dengan rencana penyesuaian harga yang diatur pemerintah, sehingga dapat mengatur kebijakan moneter dan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

"Pemerintah juga perlu melakukan stabilisasi harga pangan dengan memastikan pasokannya terutama harga minyak goreng, sehingga diharapkan tekanan inflasi tidak meningkat signifikan dan masih dapat terkendali," tutup Johanna. 

 

 

3 dari 4 halaman

Sri Mulyani Sebut Pangan Jadi Biang Keladi Inflasi Global

Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati, menyebut isu pangan menjadi sumber terjadinya inflasi global. Tentu isu pangan menjadi perhatian dalam pembahsan G20 Indonesia.

Hal itu disampaikan dalam Road to G20 Securitization summit 2022, di Jakarta, Rabu (6/7/2022). Untuk isu pangan, Pemerintah terus membangun apa yang disebut ketahanan pangan ditengah situasi geopolitik global ekonomi hari ini yang penuh dengan ketidakpastian. Maka, pangan menjadi salah satu isu yang mengemuka. 

"Di dalam G20 ini juga akan menjadi salah satu isu yang akan menjadi perhatian. Karena pangan menjadi sumber inflasi dunia dengan adanya perang di Ukraina, yang menimbulkan dampak terhadap supply chain dan supply dari makanan maupun pupuk," kata Menkeu.

Di mana saat ini diberbagai negara sudah mengalami tekanan harga pangan yang signifikan, oleh karena itu isu pangan menjadi perhatian Pemerintah Indonesia. 

Kendati begitu, Menkeu mengatakan sisi pangan Indonesia dalam tiga tahun terakhir masih mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri bahkan ekspor.

"Indonesia Alhamdulillah dari sisi pangan kita dalam tiga tahun terakhir dari produksi beras, maupun produk komoditas itu memiliki kemampuan untuk bisa memenuhi kebutuhan dalam negeri dan bahkan ekspor ke luar negeri," ujarnya.

Namun bukan berarti adanya kemampuan tersebut membuat Indonesia terlena. Menkeu menegaskan, tantangan dan tekanan inflasi dari pangan harus tetap diwaspadai waspadai. 

Selain itu, untuk sisi papan juga menjadi salah satu tantangan bagi Indonesia, dimana masih membutuhkan jawaban yang ektra luar biasa dari semua stakeholder. 

 

4 dari 4 halaman

Kebijakan Kemenkeu

Dari sisi Kementerian Keuangan sendiri telah mengeluarkan berbagai kebijakan dengan menggunakan instrumen keuangan negara. 

"Pertama, pajak pertambahan nilanya ditanggung pemerintah atau pembebasan PPN dan pengenaan PPN 1 persen untuk rumah sederhana dan sangat sederhana. Itu adalah instrumen yang kita gunakan di dalam situasi covid kemarin untuk melindungi dan memberikan stimulus bagi sektor perumahan supaya tidak terpukul sangat dalam akibat pandemi," ujarnya.

Sebab, semua sektor dipengaruhi atau mengalami dampak pandemi covid-19 yang luar biasa, tidak terkecuali sektor perumahan, yang ditunjukkan dengan kredit gross nya yang menurun sangat tajam hingga sepertiganya dari 2019 ke 2020," ujarnya.

Maka untuk bisa menopang tekanan shock akibat pandemi yang disebut shock absorber dan counter cyclicle, maka APBN sebagai keuangan negara melakukan berbagai upaya memberikan kemudahan atau keringanan dalam bentuk PPN ditanggung pemerintah atau pembebasan PPN dan PPH final," ujarnya. 

Dalam hal ini Pemerintah juga membuat skema kredit rumah rakyat yang bersubsidi. Karena permasalah di Indonesia di dua sisi, yaitu supply side dan demand side. 

"Supply itu yang memproduksi dan membangun rumah dan demand side itu yang membutuhkan rumah. Pasar hanya bisa tercipta jika supply dan demand ketemu," pungkas Menkeu.  

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.