Sukses

Lindungi Konsumen, YLKI Minta Seller Asing di E-Commerce Berbadan Hukum Indonesia

Rencana pemerintah membatasi praktik cross-border selling atau perdagangan lintas negara melalui e-Commerce mendapat sambutan baik.

Liputan6.com, Jakarta Rencana pemerintah membatasi praktik cross-border selling atau perdagangan lintas negara melalui e-Commerce dinilai tidak hanya berdampak positif pada pertumbuhan ekonomi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) dalam negeri.

Tetapi juga dapat melindungi masyarakat selaku konsumen dari potensi produk yang tidak layak jual.

Pasalnya, selama ini para penjual atau seller di luar negeri menjajakan produk atau jasanya melalui e-commerce yang beroperasi di Indonesia tidak menyediakan layanan pengaduan ketika pesanan yang di terima konsumen di Indonesia bermasalah.

Pemerintah juga kesulitan meminta akuntabilitas penjual yang berada di luar negeri karena mereka berada di jurisdiksi lain. Hal tersebut tentu merugikan konsumen, apalagi jika barang yang dijual dari luar negeri adalah kosmetik, obat, dan vitamin yang memerlukan evaluasi secara menyeluruh, seperti harus lulus SNI, maupun bersertifikasi BPOM.

Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mengatakan, Pemerintah Indonesia memang harus tegas dalam mengawasi perdagangan di platform e-commerce. Menurutnya, aturan ini sangat penting terutama dalam kaitannya dengan perlindungan konsumen.

“Yang selama ini banyak terjadi adalah, penjualnya ada di luar negeri dan melakukan transaksi dengan konsumen Indonesia melalui e-commerce asing yang ada di Indonesia. Ini kan masuk kategori impor. Seharusnya penjualnya ada di Indonesia. Jadi kalau ada masalah, konsumen bisa langsung membuat aduan, bukan ke platform seperti selama ini. Dengan begitu, ini akan lebih fair untuk konsumen,” kata Sudaryatmo, dikutip Jumat (8/7/2022).

Tak hanya harus berada di Indonesia, lanjut Sudaryatmo, para seller asing tersebut juga harus berbadan hukum Indonesia. Dengan demikian, mereka akan mengikuti aturan hukum yang ada di tanah air.

“Para seller asing yang menjual produk di e-commerce ini harus berbadan hukum di Indonesia sehingga kalau ada apa-apa bisa minta pertanggunjawaban ke negara. Dalam hal ini, konsumen akan terlindungi saat melakukan transaksi. Penjual dari luar negeri ini juga bisa dikenai pajak, jadi ada pemasukan untuk negara,” tuturnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pentingnya Perlindungan Konsumen

Pakar e-Commerce Hadi Kuncoro juga mengungkapkan, pentingnya perlindungan konsumen dalam perdagangan elektronik. Menurutnya, hal itu mutlak harus diberikan oleh platform e-commerce.

“Wajib ada. Kalau dulu kan contact center ya, sekarang ini ada tambahan pengaduan melalui digital, jadi semakin memperkuat,” ungkapnya.

Hadi mengatakan, perlindungan konsumen perlu dilakukan pada seluruh produk, terutama untuk produk-produk yang digunakan pada tubuh seperti kosmetik, maupun yang dikonsumsi seperti vitamin.

“Penyelenggara e-Commerce harus ikut bertanggung jawab dan memastikan barang tersebut memiliki izin edar. Kementerian Perdagangan juga harus melakukan pengawas. Kalau obat, BPOM harus ikut masuk,” katanya.

Seperti diketahui, pemerintah Indonesia dirugikan dengan maraknya produk asal negara lain yang dijual melalui platform e-commerce yang beroperasi di Indonesia, terutama e-Commerce asing. Penjualan di platform e-Commerce itu tidak terdeteksi lantaran para penjualnya pun berada di luar negeri.

Laris manisnya produk impor tersebut lantaran penjual atau produsen di luar negeri menggunakan dumping, yaitu praktik pelaku usaha untuk memproduksi barang dengan biaya semurah mungkin dan kualitas yang rendah dan mengirimkannya ke negara lain. Murahnya harga tersebut dikarenakan adanya subsidi dari pemerintah negeri asal produk itu.

Murahnya produk yang dijajakan tersebut membuat konsumen tergiur untuk membeli tanpa memikirkan dampaknya. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengambil langkah tegas dalam melindungi masyarakat selaku konsumen.***

3 dari 4 halaman

3.692 Pengaduan Konsumen Masuk ke Meja Kemendag, Mayoritas Soal e-Commerce

Direktorat Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (Ditjen PKTN) Kementerian Perdagangan mencatat, terdapat 3.692 pengaduan konsumen yang dilayani sepanjang semester I 2022. Dari jumlah tersebut, sebanyak 86,1 persen atau 3.181 pengaduan konsumen berasal dari sektor niaga elektronik (e-commerce).

“Penyelesaian pengaduan konsumen tetap menjadi prioritas Kementerian Perdagangan sebagai wujud tindakan nyata pemerintah dalam melindungi konsumen Indonesia, menciptakan konsumen berdaya serta pelaku usaha yang tertib,” tutur Dirjen PKTN Kemendag Veri Anggrijono dikutip dari keterangan tertulis, Jumat (8/7/2022).

Veri menambahkan, dominasi sektor niaga elektronik tersebut didorong pembatasan sosial yang menjadikan banyak sektor bisnis beralih ke transaksi digital dengan menawarkan produk harga kompetitif dan juga meningkatnya minat belanja daring.

Pengaduan di sektor niaga elektronik meliputi sektor makanan dan minuman, jasa keuangan, jasa transportasi, pariwisata, dan elektonika/kendaraan bermotor.

Adapun jenis pengaduan antara lain pembelian barang yang tidak sesuai dengan perjanjian atau rusak, barang tidak diterima konsumen, pembatalan sepihak oleh pelaku usaha, waktu kedatangan barang tidak sesuai yang dijanjikan, pengembalian dana atau refund, menambah (top up) saldo, serta penggunaan aplikasi platform atau media sosial.

Veri menyebutkan, sejumlah 99,8 persen atau 3.687 pengaduan konsumen telah diselesaikan dan 5 sedang dalam proses. Dengan kata lain, Direktorat Pemberdayaan Konsumen Ditjen PKTN tengah menunggu kelengkapan data, menganalisis dokumen, mengklarifikasi, dan memfasilitasi penyelesaian pengaduan antara konsumen dan pelaku usaha.

Selama Januari—Juni 2022, aplikasi perpesanan WhatsApp menjadi saluran layanan pengaduan konsumen yang paling banyak digunakan, yaitu sebanyak 3.116 pengaduan. Selanjutnya, situs web menerima 307 pengaduan, surat elektronik (e-mail) 228 pengaduan, telepon 34 pengaduan, datang langsung ke Direktorat Pemberdayaan Konsumen 6 pengaduan, dan surat 1 pengaduan.

 

4 dari 4 halaman

Literasi Keuangan Digital di Indonesia Sangat Rendah

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mencatat dalam 5 tahun terakhir pengaduan terkait keuangan digital mencapai 51 persen. Artinya, masih banyak konsumen yang mengalami kendala dalam mengakses keuangan digital.

Hal itu disampaikan Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi, dalam webinar YLKI bertajuk “Perlindungan Konsumen Digital Finance“, secara virtual, Selasa (15/3/2022).

Dia menjelaskan, berkembangnya keuangan digital atau digital financial merupakan fenomena yang sangat menarik dan bermanfaat bagi perekonomian termasuk bagi masyarakat. Lantaran terdapat kemudahan-kemudahan di sektor finansial berbasis digital.

Tapi kemudian bukan berarti keuangan digital tidak menimbulkan masalah. Karena setelah itu banyak sekali persoalan-persoalan terkait dengan isu keuangan digital ini, baik dari segi hulu dan hilir.

“Ini yang harus kita tuntaskan sehingga betul-betul bahwa digital financial ini menjadi sistem baru yang berkeadilan bagi konsumen khususnya dan bagi regulator dan bagi pertumbuhan ekonomi di sektor ekonomi digital,” ujarnya.

Tulus mengatakan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) selalu membangga-banggakan bahwa sektor keuangan digital ini menjadi salah satu backbone dalam mewujudkan perekonomian digital di Indonesia, yang konon dampaknya sangat signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.

“Tetapi menurut pantauan YLKI Setidaknya di dalam daftar daftar pengaduan YLKI masalah pengaduan ini dalam 5 tahun terakhir, sungguh sangat signifikan karena mencapai 51 persen dari total komoditas pengaduan konsumen yang diadukan di YLKI,” katanya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.