Sukses

Cerita Wanita Terkaya AS, Bermimpi Bisa Pakai Jas Setiap Hari dan Kini Berharta Rp 172 Triliun

Diane Hendricks memiliki kekayaan sekitar Rp 172 triliun berhasil menduduki puncak daftar Wanita Terkaya di Amerika dengan jerih payah sendiri, selama lima tahun berturut-turut.

Liputan6.com, Jakarta Tidak sedikit orang yang saat ini sukses bahkan jadi orang tajir dulunya punya keluarga atau hidup yang sederhana. Seperti kisah miliarder Diane Hendricks, tak disangka ia menghabiskan masa kecilnya di peternakan sapi perah di Wisconsin.

Melansir CNBC, Kamis (30/6/2022), pekan lalu Hendricks yang memiliki kekayaan bersih USD 11,6 miliar atau sekitar Rp 172 triliun berhasil menduduki puncak daftar Wanita Terkaya atau miliarder di Amerika dengan jerih payah sendiri, selama lima tahun berturut-turut.

Kekayaannya sebagian besar diperoleh dari ABC Supply, sebuah perusahaan bahan bangunan yang dia bangun bersama mendiang suaminya pada tahun 1982. Saat ini dia menjabat sebagai ketua perusahaan.

Pada tahun 2017, Hendricks mengatakan kepada Forbes bahwa dia pernah mengamati orang tuanya menjalankan pertanian selama 24 jam dalam seminggu sehingga mampu membentuk etos kerjanya.

Singkat cerita, dia hamil pada usia 17 tahun dan harus menyelesaikan tahun terakhir sekolah menengahnya sambil tinggal di rumah. Sayangnya kemudian pada usia 21 tahun dia bercerai dari pasangannya dan jadi ibu tunggal.

Namun, Hendricks harus menerima kenyataan dengan menjalani serangkaian pekerjaan sambilan di kantor-- daripada memilih satu karier dan mengejar kesuksesan dengan satu pikiran--sebelum akhirnya mengejar lisensi real estate.

“Keibuan menghalangi saya dengan sangat cepat dan saya tumbuh sangat cepat,” kata Hendricks. “Itu tidak menghentikan saya dari keinginan untuk mencapai impian saya. Bahkan, saya pikir saya menjadi lebih fokus pada apa yang ingin saya capai,” katanya

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Mewujudkan Mimpi

Beberapa mimpinya sederhana, kata Hendricks. Dia ingin pindah ke kota dan mengenakan setelan jas untuk bekerja setiap hari.

Mimpi itu berubah setelah dia bertemu dan menikah dengan kontraktor atap Ken Hendricks pada 1970-an. Bersama-sama, keduanya menggabungkan bakat dan mendirikan ABC Supply di Beloit, Wisconsin.

Pada tahun 1994, perusahaan berhasil memiliki 100 cabang. Empat tahun kemudian, ia meraup lebih dari USD 1 miliar pendapatan tahunan untuk pertama kalinya, menurut Forbes.

Sejak suaminya meninggal pada 2007, Hendricks memimpin ABC Supply sendiri. Perusahaan ini sekarang memiliki lebih dari 840 cabang, menurut situs webnya. Selain itu, bisnisnya pun termasuk perusahaan swasta terbesar ke-23 di negara itu, menurut Forbes.

Situs web ABC Supply mencatat bahwa mereka telah mengakuisisi aset 18 perusahaan lain selama lima tahun terakhir, sebuah tanda dominasi pasarnya.

 

3 dari 3 halaman

Hadapi Berbagai Masalah

Hidupnya tidak semulus itu. Sebab, keberhasilannya pun bisa menimbulkan kontroversi. Pada tahun 2016, tahun pertama Hendricks menduduki puncak daftar Forbes, Milwaukee Journal Sentinel melaporkan bahwa dia “tidak membayar sepeser pun pajak penghasilan negara dari 2012 hingga 2014”. Bahkan, dia juga berutang uang pajak negara pada 2010.

Direktur pajak ABC Supply Scott Bianchini mengatakan bahwa perusahaan telah mengubah klasifikasi pajaknya dari C-corp menjadi S-corp selama tahun-tahun itu.

Di bawah undang-undang negara bagian Wisconsin, perusahaan kemudian mengajukan permohonan untuk menjadi S-corps di tingkat federal dan C-corps di tingkat negara bagian, yang berarti ABC Supply dapat memilih status opsi pajak di luar negara bagian jika semua pajak federalnya telah dilunasi.

Hari ini, Hendricks masih tinggal di Beloit yang memiliki kurang dari 37.000 penduduk. Menurut Forbes, dia telah menghabiskan jutaan dolar untuk proyek-proyek lokal demi membangun kembali properti yang ditinggalkan dan membawa bisnis baru ke negara bagian.

Pada tahun 2017, Hendricks membuka pusat karier lokal yang menyelenggarakan lokakarya untuk mengajarkan keterampilan sekolah menengah dan tinggi seperti pengkodean dan konstruksi.

Dia mengatakan kepada Forbes bahwa program tersebut bertujuan untuk mengekspos remaja pada “nilai sebuah pekerjaan”.

“Anak-anak seperti, ‘Wow, begitukah cara kerja tukang las?’” katanya. “Mereka bisa pergi ke sekolah kejuruan dan menjadi tukang las yang akan membayar $50.000 setahun. Itu adalah pekerjaan yang bagus. Pekerjaan yang benar-benar bagus.”

 

Reporter: Aprilia Wahyu Melati

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.