Sukses

Nasib Pegawai Non-PNS Terkatung-katung, Apa Solusinya?

Peraturan Pemerintah Nomor 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) telah memberikan ruang untuk pengalihan status kepegawaian non-ASN yang beragam menjadi PNS maupun PPPK.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan, Mahfud MD, menegaskan tidak perlu mencari siapa yang salah dalam polemik pegawai non-aparatur sipil negara atau Pegawai non-PNS.

Saat ini, pemerintah pusat dan daerah harus fokus mengatur strategi menata pegawai di instansi pemerintah untuk percepatan transformasi sumber daya manusia tanpa menghilangkan sisi kemanusiaan dan meritokrasinya.

"Tidak perlu kita mencari siapa yang salah. Tapi kita harus selesaikan masalah ini bersama," tegas Mahfud MD yang menjabat sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) ad interim.

Penegasan itu disampaikan dalam Rapat Koordinasi Pembahasan Penyelesaian Tenaga Non-PNS di Jakarta, Jumat (24/6/2022).

Mahfud menerangkan, Peraturan Pemerintah Nomor 49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) telah memberikan ruang untuk pengalihan status kepegawaian non-ASN yang beragam menjadi PNS maupun PPPK.

Tentu, dengan syarat atau ketentuan yang sudah diatur berdasarkan UU Nomor 5/2014 tentang ASN beserta peraturan pelaksanaannya.

Instansi pemerintah pusat dan daerah diminta untuk melakukan pemetaan terkait pegawai non-ASN yang bisa diikutsertakan dalam seleksi PNS maupun PPPK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Namun, pegawai non-ASN juga bisa diatur melalui skema alih daya atau outsourcing oleh pihak ketiga bagi yang kualifikasi tidak memenuhi syarat sebagai PNS.

Pegawai yang bisa masuk dalam tenaga alih daya ini diantaranya adalah pengemudi, tenaga kebersihan, dan satuan pengamanan. Skema ini dibuat untuk memberikan kepastian hukum, status kepegawaian, serta kepastian penghasilan.

"Menyusun langkah strategis penyelesaian pegawai non-ASN yang tidak memenuhi syarat dan tidak lulus seleksi Calon PNS maupun Calon PPPK sesuai ketentuan peraturan peundang-undangan sebelum batas waktu tanggal 28 November 2023," ungkap Mahfud.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sanksi

Bagi Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang tidak mengindahkan amanat peraturan perundang-undangan dan tetap mengangkat pegawai non-PNS, akan diberikan sanksi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pengangkatan itu dapat menjadi bagian dari objek temuan pemeriksaan bagi pengawas internal maupun eksternal pemerintah.

Salah satu sanksi bagi PPK atau kepala daerah yang masih melakukan perekrutan non-ASN, berarti yang bersangkutan dipandang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana Pasal 67 huruf b UU Nomor 23/2014 tentang Pemerintahan Daerah yaitu menaati seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan.

Di sisi lain, dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12/2017 tentang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Pasal 36 diatur lebih rinci terkait sanksi administratif yang dapat dikenakan kepada kepala daerah dan wakil kepala daerah apabila melakukan pelanggaran administratif.

"Berdasarkan ruang lingkup pembinaan umum tersebut, kepala daerah yang melakukan penolakan terhadap penghapusan pegawai honorer dapat dilakukan pembinaan oleh Menteri Dalam Negeri selaku pembina umum dalam lingkup kepegawaian pada perangkat daerah," tuturnya.

"Namun sebelum dilakukan pembinaan perlu dilakukan klarifikasi kepada kepala daerah yang bersangkutan," pungkas Mahfud.

3 dari 4 halaman

Pemerintah Hapus Tenaga Honorer Karena Status Pengupahan Tak Jelas

Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB), Tjahjo Kumolo, menegaskan kebijakan penghapusan tenaga honorer di instansi pemerintah bakal memberikan kepastian status kepada pegawai non-ASN untuk menjadi ASN. Sebab, ia menilai ASN sudah memiliki standar penghasilan atau kompensasi.

Sedangkan dengan menjadi tenaga honorer atau alih daya (outsourcing) di perusahaan, sistem pengupahan tunduk kepada UU Ketenagakerjaan, dimana ada upah minimum regional atau upah minimum provinsi (UMR/UMP).

"Kalau statusnya honorer, tidak jelas standar pengupahan yang mereka peroleh," kata Tjahjo Kumolo dalam keterangan tertulis, Jumat (3/6/2022).

Tjahjo menerangkan, penyelesaian pegawai non-ASN (non-PNS, non-PPPK, dan THK-II) ini merupakan amanat dari UU Nomor 5/2014 tentang ASN.

Pasal 96 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 49/2018 tentang Manajemen PPPK pun menyebutkan, pegawai non-ASN yang bertugas di instansi pemerintah dapat diangkat menjadi PPPK apabila memenuhi persyaratan. Pengangkatan dilakukan dalam jangka waktu paling lama 5 tahun sejak PP tersebut diundangkan.

"PP Nomor 49/2018 diundangkan pada 28 November 2018, maka pemberlakuan 5 tahun tersebut jatuh pada tanggal 28 November 2023 yang mengamanatkan status kepegawaian di lingkungan instansi pemerintah terdiri dari dua jenis, yaitu PNS dan PPPK," imbuhnya.

Berkaitan dengan hal-hal tersebut, dalam rangka penataan ASN sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) diminta untuk melakukan pemetaan pegawai non-ASN di lingkungan instansi masing-masing.

"Dan bagi yang memenuhi syarat dapat diikutsertakan atau diberikan kesempatan mengikuti seleksi calon PNS maupun PPPK," pungkas Mantan Menteri Dalam Negeri tersebut.

 

4 dari 4 halaman

Curhat Ketua Perkumpulan Soal Honorer Dihapus Mulai 2023

Asosiasi tenaga honorer mengaku terkejut saat mendengar kabar golongannya akan dihapus dari setiap instansi pemerintah per 28 November 2023 mendatang.

Ketua Umum Perkumpulan Honorer K2 Indonesia (PHK2I) Sahirudin Anto menyatakan, putusan penghapusan tenaga honorer yang ditulis dalam Surat Menteri PANRB Nomor B/185/M.SM.02.03/2022 tersebut jadi bentuk kegagalan pemerintah dalam mensejahterahkan masyarakatnya.

"Penghapusan tenaga honorer bagai bom molotov dari pemerintah untuk membumihanguskan honorer. Karena sudah belasan bahkan puluhan tahun kami mengabdi, (harapannya) hancur karena gagalnya pemerintah dalam me-manage kepegawaian," ungkapnya kepada Liputan6.com, Kamis (2/6/2022).

Menurut pria yang akrab disapa Udin tersebut, tidak ada alasan bagi pemerintah untuk menghapus keberadaan tenaga honorer di instansinya, untuk digantikan dengan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kontrak (PPPK).

"Apalagi honorer Kategori 2 yang terdaftar di BKN dan diangkat berdasarkan Surat Edaran Menteri PANRB nomor 5 tahun 2010," tegas dia.

Sebagai informasi, Menteri PANRB Tjahjo Kumolo sudah membuat keputusan yang diundangkan pada 31 Mei 2022, untuk menghapus keberadaan tenaga honorer di instansi pemerintah per tahun depan.

Dalam kebijakan tersebut, Menteri Tjahjo menyatakan jika pegawai ASN terdiri atas PNS dan PPPK. Hal ini mengacu pada UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN pasal 6. Dan pada pasal 8 aturan tersebut berbunyi pegawai ASN berkedudukan sebagai unsur aparatur negara.

"Komitmen pemerintah untuk menyelesaikan dan penanganan tenaga honorer yang telah bekerja di lingkungan instansi pemerintah," bunyi surat tersebut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.