Sukses

Sidang Putusan PKPU Ditunda, Rencana Bisnis Garuda Indonesia Tetap Jalan

Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra meyakini penundaan sidang putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tak pengaruhi rencana kedepan.

Liputan6.com, Jakarta Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra meyakini penundaan sidang putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tak pengaruhi rencana kedepan. Rencana itu berupa pengoptimalan kinerja perusahaan.

"Mustinya tidak, karena prosesnya ini sebenernya secara voting sudah terlihat, ini hari ini mustinya penetapan, tapi kita musti mengikuti proses hukumnya secara penetapan belum dilakukan itu secara PKPU belum sah. Oleh karena itu secara perusahaan kita akan tetap menjalankan rencana-rencana kita yang terkait dengan hasil PKPU ini," terang dia kepada wartawan di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (20/6/2022).

Rencana ini berkaitan dengan penyiapan pesawat untuk operasional maskapai pelat merah ini. Kemudian terkait penyelesaian persoalan administrasi antara Garuda Indonesia dan kreditor terkait

"Semua yang ada di bisnis plan termasuk mempersiapkan pesawat kemudian menyelesaikan persoalan-persoalan administrasi dengan seluruh kreditor terkait hasil ini. Walaupun nanti akan ada penundaan dari sisi penandatanganan daripada kesepakatan-kesepakatan itu," paparnya.

"Mustinya engga ada yang fundamental dengan ini, hanya saja memang secara resmi kita belum bisa meng-acknowledge atau menetapkan ini semuanya," tambah Irfan.

Guna menopang rencana bisnis tersebut, ia mengaku membutuhkan dana yang cukup besar. Salah satunya ia berharap pada Penyertaan Modal Negara (PMN).

"Wah itu besar (dana yang perlu disiapkan) dan tentu saja kita berharap PMN ini bisa segera dicairkan," kata dia.

Garuda Indonesia direncanakan mendapat suntikan dana dari pemerintah sebesar Rp 7,5 triliun. Namun, pencairan dana ini masih menunggu hasil putusan homologasi atau PKPU Garuda Indonesia itu sendiri.

"Secepatnya (dicairkan), karena homologasi ini akan berproses dengan Kementerian BUMN, rencananya sih kalau kita bisa selesaikan di RUPS (Rapat Umum Pemegang Saham) tahunan kita," katanya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Sidang Putusan Ditunda

Sidang putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Garuda Indonesia ditunda 7 hari hingga 27 Juni 2022. Alasannya, ada kreditor yang keberatan terhadap perhitungan nominal utang dan jumlah suara.

Keputusan itu diambil pada Senin (20/6/2022) sore di ruang sidang Soebekti 1 Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Nampaknya sidang penetapan akan ditunda 7 hari lagi hingga senin minggu depan," kata Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra kepada wartawan di PN Jakarta Pusat, Senin (20/6/2022).

Ia menyampaikan kreditor yang keberatan tersebut merupakan lessor asing. Meski ia tak menyebut asal negara lessor tersebut.

"Salah satu yang jelas adanya keberatan salah satu lessor ya terhadap proses ini," ungkapnya.

Informasi, penundaan putusan ini diputuskan hakim pemutus Kadarisman sekitar pukul 17.45 WIB.

Diketahui, dua lessor yang menyatakan keberatan yakni Greylag Goose Leasing 1410 Designated Activity Company dan Greylag Goose Leasing 1446 Designated Activity Company.

 

3 dari 4 halaman

Keberatan

Irfan menerangkan, kedua lessor tersebut keberatan terhadap perhitungan final yang sudah ditetapkan dalam Daftar Piutang Tetap (DPT).

"Sebenarnya kesepahaman kita bersama begitu DPT sudah diputuskan sebenarnya sudah final. Yang bersangkutan keberatan atas terhadap DPT-nya.

Ia menyebut akan mengikuti proses persidangan sesuai dengan yang ditetapkan.

"kami dari sisi perusahaan akan taat pada proses hukum yang ada, seperti yang tadi disampaikam tadinya Kami berharap bisa diselesaikan hari ini tapi kami sangat memahami dan turut mendukung proses ini ditunda supaya semuanya lebih jelas," terangnya.

 

4 dari 4 halaman

Gelar Dua Kali Right Issue

Diberitakan sebelumnya, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) akan menggelar rights issue setelah mendapatkan persetujuan kreditur melalui voting dalam proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) pada Jumat, 17 Juni 2022.

Aksi korporasi yang dimungkinkan dapat dilakukan dalam waktu dekat, menurut Direktur Utama PT Garuda Indonesia Irfan Setiaputra yaitu penerbitan saham baru melalui rights issue.

"Penerbitan saham baru akan dilakukan RUPS mendatang. Membutuhkan secara kooperatif seluruh pemegang saham yang saat ini memiliki Garuda. Pada saat yang sama kita memenuhi syarat penting pencapaian PMN tercapainya homogolasi," tutur Irfan, ditulis Sabtu (18/6/2022).

Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo mengatakan, Garuda Indonesia akan melakukan rights issue dalam dua tahap. Aksi korporasi itu akan dilakukan jika penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) mencapai tahap perdamaian. Rencana rights issue Garuda Indonesia kedua dilakukan sekitar kuartal IV 2022. Pada saat itu akan memasukkan tambahan pendanaan dari investor strategis.

"InsyaAllah apabila proses PKPU bisa mencapai perdamaian dan homologasi kita melakukan dua kali rights issue. Rights issue pertama adalah proses meng-inject Rp 7,5 triliun yang dari porsi pemerintah untuk porsi awal restrukturisasi Garuda," kata pria yang akrab disapa Tiko ini pada Selasa, 7 Juni 2022.

Terkait hal tersebut, Irfan menilai, tahap kedua rights issue tersebut melihat eksekusi rights issue tahap pertama dan memungkinkan tahap kedua. "Kita berharap setelah pertama eksekusi yang kedua kalau memang memungkinkan," kata dia.

Sementara itu, Direktur Keuangan PT Garuda Indonesia Tbk Prasetio mengatakan, rights issue pertama dilakukan dengan kinerja perseroan lebih baik ke depan.

"Rights issue pertama terhadap pemerintah dulu, baru kita lihat," kata dia.Adapun untuk kinerja positif ke depan, Prasetio mengharapkan dapat terjadi 2-3 tahun ke depan. "Kinerja membaik 2-3 tahun," ujar dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.