Sukses

Pasca Lockdown Covid-19, E-commerce China Berjuang Pikat Kembali Konsumen

Lockdown Covid-19 yang mensurutkan pembelian membuat e-commerce besar di China berjuang menarik kembali minat konsumen.

Liputan6.com, Jakarta - China tengah berjuang mengatasi kejatuhan ekonomi dari wabah terbaru Covid-19, yang telah memicu lockdown dan pembatasan ketat di  kota-kota besar termasuk pusat keuangan Shanghai. Masalah itu membuat pengeluaran konsumen ikut terdampak.

Dilansir dari CNBC International, Jumat (17/6/2022) mengurangnya pengeluaran konsumen selama pandemi Covid-19 mempengaruhi pertumbuhan pendapat e-commerce terbesar di China. 

Pada kuartal pertama, JD.com dan Alibaba, mencatat pertumbuhan pendapatan paling lambat, karena kombinasi dari ekonomi yang melambat dan regulasi yang ketat di sektor teknologi domestik.

Menurut perusahaan data Syntun, volume transaksi di seluruh platform e-commerce utama China tahun lalu mencapai 578,5 miliar yuan atau naik 26,5 persen selama acara belanja tahunan 618 - di mana Alibaba dan JD.com mencoba menarik pembeli dengan diskon dan promosi besar-besaran.

Namun, karena pembatasan Covid-19 surutnya niat belanja konsumen, pertumbuhan e-commerce China diperkirakan akan melambat tahun ini.

Perusahaan konsultan, yakni EY mengatakan pihaknya memprediksi peningkatan penjualan e-commerce China hanya 20 persen tahun ini, lebih kecil dari 26,5 persen yang tercatat 2021 lalu.

Sharry Wu, konsultasi pemimpin transformasi bisnis EY untuk China, melihat konsumen akan berbelanja saat lockdown dilonggarkan dan ketika perusahaan e-commerce berupaya memikat pelanggan dengan diskon besar.

"Secara keseluruhan, kami yakin bahwa selera konsumsi di China tetap kuat, tetapi kami memperkirakan konsumsi akan kurang terdiversifikasi, dengan fokus yang lebih besar pada makanan organik, peralatan rumah tangga, perawatan pribadi, dan lain-lain," ungkap Wu dalam sebuah catatan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

E-commerce China Berjuang Pikat Kembali Konsumen Pasca Lockdown Covid-19

Wu melanjutkan, saat kota-kota di China kembali beraktivitas setelah lockdown Covid-19, dia mengharapkan peningkatan besar dalam konsumsi online, selain masyarakat yang akan kembali ke toko.

"Meskipun kami melihat tren yang jelas dari tingkat pertumbuhan menurun untuk festival belanja besar, setiap platform e-commerce menghadirkan skema promosi terbesarnya untuk menarik konsumen kembali online musim panas ini," katanya.

Alibaba dan JD.com sama-sama berjuang untuk menarik konsumen, setelah lockdown Covid-19.

JD menawarkan diskon hingga 50 yuan kepada pembeli untuk setiap pembelian 299 yuan yang memenuhi syarat.

Adapun Alibaba, Tmall, yang mengatakan telah membekukan harga 19 juta produk hingga 5 Juli mendarang. 

Sedangkan platform belanja murah Taobao Deals menawarkan satu juta produk hanya seharga 10 yuan.

Namun, tidak semua analis memiliki pandangan yang cerah.

Jacob Cooke, CEO WPIC, sebuah perusahaan teknologi dan pemasaran e-commerce yang membantu penjualan merek asing di China, mengatakan bahwa festival 618 tahun ini tidak mungkin mencetak rekor dalam hal penjualan.

"Ini mungkin tahun pertama kami akan melihat (penjualan) turun," kata Cooke kepada CNBC.

3 dari 4 halaman

Aktivitas Ekonomi China Anjlok di April 2022 Imbas Lockdown Covid-19

Aktivitas ekonomi di China mendingin tajam pada April 2022 karena meluasnya lockdown Covid-19 berdampak besar pada konsumsi, produksi industri, dan lapangan kerja. 

Penurunan ini juga menambah kekhawatiran ekonomi dapat menyusut pada kuartal kedua.

Dilansir dari Channel News Asia, penjualan ritel di China pada April 2022 menyusut 11,1 persen dari tahun sebelumnya - kontraksi terbesar sejak Maret 2020, menurut data dari Biro Statistik Nasional.

Angka itu memburuk dari penurunan 3,5 persen yang sudah terjadi di bulan Maret 2022 dan meleset dari perkiraan untuk penurunan 6,1 persen.

Layanan makan di luar dihentikan di beberapa provinsi China, dan penjualan mobil pada bulan April juga turun 47,6 persen dari tahun sebelumnya karena pembuat mobil memangkas produksi di tengah kekosongan showroom dan kekurangan suku cadang.

Ketika langkah-langkah anti-virus mengganggu rantai pasokan dan melumpuhkan distribusi, produksi industri China turun 2,9 persen dari tahun sebelumnya, terutama lebih buruk dari kenaikan 5,0 persen pada Maret 2022 dan di bawah ekspektasi untuk pertumbuhan 0,4 persen.

Angka tersebut juga merupakan penurunan terbesar sejak Februari 2020.

Lockdown Covid-19 di China juga membebani pasar kerja, yang diprioritaskan oleh para pejabat negara itu untuk stabilitas ekonomi dan sosial.

Tingkat pengangguran berbasis survei nasional China naik menjadi 6,1 persen pada April 2022 dari 5,8 persen, tertinggi sejak Februari 2020 ketika berada di 6,2 persen.

Sebagai informasi, lockdown penuh atau sebagian diberlakukan di sejumlah kota di China pada bulan Maret dan April, termasuk penutupan yang berkepanjangan di pusat komersial Shanghai.

Lockdown yang berlangsung hingga berminggu-minggu ini membuat pekerja dan konsumen tidak bisa keluar melakukan aktivitas di luar rumah dan mengganggu rantai pasokan.

4 dari 4 halaman

Dampak Covid-19, Bank Dunia Pangkas Ramalan Pertumbuhan Ekonomi China

Bank Dunia telah memangkas perkiraan tahunan pertumbuhan ekonomi China, ketika gangguan Covid-19 semakin memperlambat pemulihan negara ekonomi terbesar kedua di dunia itu.

China adalah negara ekonomi utama terakhir yang menganut kebijakan nol-Covid-19 dengan lockdown yang ketat, pengujian massal, dan pembatasan untuk meredam wabah - tetapi mengganggu rantai pasokan dan menyeret indikator ekonomi ke level terendah dalam sekitar dua tahun.

Dilansir dari Channel News Asia, Kamis (9/6/2022) Bank Dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi China melambat menjadi 4,3 persen pada 2022.

Angka tersebut menandai penurunan tajam 0,8 poin persentase dari perkiraan Bank Dunia sebelumnya pada Desember 2021.

Ini "sebagian besar mencerminkan kerusakan ekonomi yang disebabkan oleh wabah varian Omicron dan lockdown yang berkepanjangan di beberapa bagian China dari bulan Maret hingga Mei", kata laporan Bank Dunia.

"Dalam jangka pendek, China menghadapi tantangan ganda untuk menyeimbangkan mitigasi Covid-19 dengan mendukung pertumbuhan ekonomi," kata Martin Raiser, Country Director Bank Dunia untuk China, Mongolia, dan Korea.

"Dilemanya adalah bagaimana membuat stimulus kebijakan efektif, selama pembatasan mobilitas tetap ada," lanjut Raiser.

Aktivitas ekonomi China diperkirakan akan pulih pada paruh kedua tahun 2022, dibantu oleh stimulus fiskal dan lebih banyak pelonggaran aturan di kawasan perumahan, menurut Bank Dunia.

Tetapi permintaan domestik di negara itu kemungkinan akan pulih secara bertahap dan hanya sebagian yang dapat mengimbangi kerusakan terkait pandemi sebelumnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.