Sukses

Jokowi: Bodoh Sekali Kita Pajak Rakyat Dipakai Belanja Produk Impor!

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) nampak geram masih banyak kementerian dan lembaga belanja produk impor

Liputan6.com, Jakarta Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) nampak geram masih banyak kementerian dan lembaga belanja produk impor. Padahal, kata dia banyak produk lokal yang masih bisa dimanfaatkan.

Ia mengaku sedih uang dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) malah dipakai untuk belanja produk impor. Padahal, mengumpulkannya diakui sulit.

"Ini uang rakyat, uang yang dikumpulkan dari pajak baik PPN, PPh Badan, PPh perorangan, PPh karyawan, bea ekspor, dari PNBP dikumpulkan dengan cara yang tidak mudah kemudian belanjanya belanja produk impor. bodoh sekali kita. maaf. kita ini pintar-pintar, tapi kalau caranya seperti ini bodoh sekali kita. saya harus ngomong apa adanya," katanya dalam pembukaan Rakornaswasin BPKP, Selasa (14/6/2022).

Dengan tidak membeli produk lokal, kata dia, berarti nilai tambah dari produk tersebut masuk ke negara lain. Padahal secara jelas ia mendorong adanya nilai tambah ke tanah air.

"ini APBN loh. ini uang APBD loh. belinya produk impor. nilai tambahnya yang dapat negara lain, lapangan kerja yang dapat orang lain apa nggak bodoh orang kita ini?," tanyanya.

Lebih lanjut ia meminta Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) dan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) turut mengawal dengan ketat. Pengawasan ditujukan pada program-program terkait pembelian produk dalam negeri.

"Saya minta APIP BPKP mengawal serius program ini dan harus berhasil. belanja produk dalam negeri harus berhasil," tegasnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Banyak Alasan

Lebih lanjut, Jokowi mengaku menemukan sejumlah kementerian, lembaga, dan pemerintah daerah yang enggan membeli produk lokal. Ia geram dengan alasan yang didengarnya.

"Saya tahu banyak kementerian, banyak lembaga, banyak daerah tidak mau membeli produk dalam negeri. Alasannya macam-macam, speknya gak pas lah, kualitasnya gak baik lah. Alasan banyak sekali. itu yang bapak ibu (APIP dan BPKP) kawal," katanya.

Masih terkait hal ini, ia meminta produk-produk impor yang masih ada di e-katalog untuk lebih baik diturunkan. Artinya, prioritasnya terhadap produk dalam negeri.

"Ada 842 produk di dalam e-catalog yang sebetulnya produksi di dalam negerinya itu ada. untuk apa itu? coret. 842 itu. drop kalau memang produk di dalam negerinya sudah ada. untuk apa dipasang di e-catalog? ini lah tugasnya APIP, tugasnya BPKP," kata dia.

 

3 dari 3 halaman

Minta Jajarannya Peka

Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) menyebut 60 negara di dunia ekonominya akan ambruk. Bahkan 40 diantaranya disebut telah dipastikan merosot.

Dengan demikian, ia meminta jajaran pembantunya di kementerian untuk bisa peka terhadap kondisi ini. Tujuannya, guna bisa mengantisipasi berbagai kemungkinan dari ketidakpastian global.

"IMF menyampaikan bahwa akan ada kurang lebih 60 negara yang akan ambruk ekonominya, yang 40 diperkirakan pasti," kata dia, dalam pembukaan Rakornaswasin BPKP, Selasa (14/6/2022).

Ia menyampaikan, dunia saat ini tengah mengalami ketidakpastian utamanya di sektor pangan dan energi. Sehingga, akan berdampak pada kondisi ekonomi di dalam negeri.

Buktinya, sejumlah komoditas pangan mengalami kenaikan. Dan beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) terhadap sektor energi mengalami peningkatan.

"Inilah ketidakpastian yang saya sampaikan dan kita semua harus punya kepekaan, harus punya sense of crisis semuanya. Kerja sekarang ini tak bisa hanya makronya, tidak bisw, mikronya, detailnya harus tahu," paparnya.

Guna mendukung hal itu, ia meminta Kepala Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh untuk melakukan pengawasan. Utamanya menyoroti detail.

"Inilah yang sering saya sampaikan ke pak Ateh, pak Kepala BPKP, pak detail ini di cek pak. Untuk apa? Policy-nya (aturan kebijakan) jangan sampai keliru," tegasnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.