Sukses

Kementan Butuh Rp 4,42 Triliun untuk Tangani Penyakit Mulut dan Kuku

Mentan Syahrul menyampaikan telah bersurat ke Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk tambahan anggaran untuk menangani penyakit mulut dan kuku hewan ternak.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo mengungkap, Kementerian Pertanian (Kementan) membutuhkan anggaran sebesar Rp 4,42 triliun untuk penanganan wabah penyakit mulut dan kuku (PMK) di 2022. Ini mengacu pada anggaran yang disusun per 8 Juni 2022.

“Agar penanganan PMK bisa dilakukan secara luas, berdasarkan kebutuhan anggaran disusun per tanggal 8 juni 2022 bahwa total anggaran yang dibutuhkan pada tahun 2022 ada sebesar Rp 4,42 trilliun,” katanya dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI, Senin (13/5/2022).

Sebagai salah satu upaya mendukung kebutuhan anggaran ini, Mentan Syahrul menyampaikan telah bersurat ke Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati untuk tambahan anggaran. Surat itu berkaitan dengan permohonan pembukaan blokir anggaran Rp 1,17 triliun dalam rangka automatic adjustment terkait penanganan Covid-19.

“Kementan sudah bersurat ke Kemenkeu agar anggaran yang diblokir Rp 1,17 triliun melalui mekanisme automatic adjustment dibuka untuk sepenuhnya digunakan penanganan bagi PMK,” katanya.

Sementara, untuk upaya jangka pendek, kata Syahrul, pihaknya akan melakukan realokasi anggaran dari jajaran di Kementan. Total, sebanyak Rp 180,87 miliar akan digunakan untuk penanganan wabah PMK di dalam negeri.

“Terkait penanganan PMK tahun 2022 untuk mengakselerasi dan mendukung kegiatan di lapangan telah dirancang usul realokasi anggaran sebesar Rp 180,78 miliar untuk penanganan PMK,” katanya.

Rinciannya, realokasi internal dari Dirjen PKH sebesar Rp 80,78 miliar dan Rp 100 miliar lainnya bersumber dari eksternal Dirjen PKH. Setidaknya ada 7 lembaga di Kementan yang akan menyumbang sejumlah dana tersebut.

“Sumber realokasi eksterna diambil dari Sekretaris Jenderal Rp 13 miliar, Dirjen Tanaman Pangan Rp 20 miliar, Dirjen Hortikultura Rp 10 miliar, Dirjen Perkebunan Rp 10 miliar, PSB Rp 25 miliar, BPPSDMP Rp 7,7 miliar, dan Badan Karantina Pertanian Rp 11 miliar,” paparnya.

Dengan adanya realokasi anggaran tersebut, otomatis akan mempengaruhi besaran anggaran di tiap pos-pos yang sebelumnya sudah disepakati.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Minta Rincian

Pada kesempatan yang sama Ketua Komisi IV DPR RI Sudin mencecar jajaran Kementan. Hal ini terkait dengan pengajuan anggaran yang disampaikan Kementan. Ia meminta ada rincian dari anggaran yang diminta.

“Waktu lalu teman-teman ada ayng usul tambahan untuk penanganan MK Rp 2 triliun, tapi saya dengan pimpinan lain saya toak,” kata Sudin.

Ia mengaku akan menyetujui anggaran yang diajukan oleh Kementan. Namun, syaratnya perlu ada rincian yang mendetail terkait penanganan wabah PMK.

“Dengan catatan, jangankan Rp 2 triliun, RP 4 triliun, kami setujui, Rp 10 triliun kami setujui. Tapi dengan catatan harus ada rinciannya,” tegasnya.

 

3 dari 4 halaman

Kejadian Luar Biasa

Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur menyerukan pemerintah segera menetapkan status kejadian luar biasa atau KLB pada wabah penyakit kuku dan mulut (PMK) yang kasusnya kini semakin meluas dan korban juga terus bertambah.

"Dengan penetapan status KLB ini maka pemerintah memiliki tanggung jawab lebih serius lagi, karena dalam penanganan kasus ini payung hukumnya jelas," kata Wakil Ketua Umum Kadin Jatim (Bidang Pertanian dan Pangan) Dr. Edi Purwanto di Surabaya, Minggu (11/6/2022), dilansir dari Antara.

Dosen Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang yang juga Ketua Umum Yayasan Insan Cita Agromadani (ICAM) Indonesia ini mengemukakan bahwa dengan status KLB, maka peternak yang dalam hal pendanaan bergantung pada perbankan, juga akan menjadi lebih ringan, misalnya dengan kebijakan relaksasi cicilan.

"Saat ini bank-bank tidak berani mengeluarkan kebijakan relaksasi, karena tidak ada payung hukumnya. Karena itu bank-bank sekarang memperlakukan kredit dari para peternak seperti normal-normal saja," katanya.

 

4 dari 4 halaman

Peternak Resah

Pria yang akrab dipanggil Edi Ortega itu mengemukakan saat ini para peternak sudah sangat resah karena setiap hari ada laporan adanya sapi atau ternak yang mati akibat terserang virus PMK. Selain jumlah korban terus bertambah, wabah PMK saat ini sudah semakin menyebar dan merata di semua daerah.

"Kondisi ini diperparah lagi dengan persepsi masyarakat yang keliru mengenai daging sapi dan sejenisnya yang menganggap bahwa daging ternak yang terkena PMK tidak aman dikonsumsi," katanya.

"Maka dampaknya harga ternak menjadi anjlok. Sapi yang normalnya seharga Rp20 juta, dengan adanya PMK bisa turun menjadi hanya Rp5 juta, atau bahkan sapi yang sudah terkena PMK bisa dihargai Rp3 juta hingga Rp4 juta saja," lanjutnya.

Menurut dia, jika kasus PMK ini hanya ditangani seperti kejadian normal maka korban pada ternak maupun peternak akan semakin banyak. Apalagi saat ini, para peternak dihadapkan pada masalah biaya untuk perawatan ternak yang sakit karena membutuhkan biaya yang tidak kecil untuk ukuran mereka.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.