Sukses

Harga Cabai Mahal, Pedagang: Roadmap Pangan Indonesia Tak Jelas

IKAPPI mengusulkan kepada Pemerintah agar menciptakan peta wilayah atau roadmap terkait penanaman cabai.

Liputan6.com, Jakarta Ikatan Pedagang Pasar Indonesia (IKAPPI), mengusulkan kepada Pemerintah agar menciptakan peta wilayah atau roadmap terkait penanaman cabai. Lantaran, saat ini harga cabai rawit merah tembus dikisaran Rp 100 ribu per kg.

“Tidak ada peta wilayah produksi yang detail atau roadmap yang jelas soal pangan kita khususnya cabai ini,” kata Sekretaris Jenderal DPP IKAPPI Reynaldi Sarijowan, kepada Liputan6.com, Sabtu (11/6/2022).

Menurutnya, saat ini komoditas cabai rawit merah ini cukup mengkhawatirkan karena harganya tembus Rp120.000 tertinggi,  namun menurut data nasional masih di kisaran Rp100.000 per kilo.

Adapun Reynaldi memaparkan sebab mahalnya cabai rawit merah ini dikarenakan supply dan demand yang tidak seimbang di pasar, sehingga terjadi lonjakan harga.

“Kami bilang demikian karena kami memastikan sendiri di beberapa pasar yang ada di daerah Jawa Barat, utamanya Pasar Perumnas Cirebon, itu ada beberapa Los dan kios tampak tidak berjualan cabai rawit merah kalau cabe merah keriting cabe besar tapi masih lah masih ya dijual atau dijajaki,” ujarnya.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Gagal Panen

Berdasarkan hasil penelusuran IKAPPI, ternyata para petani cabai rawit merah ini hasil panennya hanya 50 persen, sementara 50 persen lainnya mengalami gagal panen. Faktornya sebetulnya banyak, salah satunya gagal panen karena cuaca musim penghujan.

“Namun ini masalah klasik yang terjadi pemerintah selalu mengatakan ini persoalan iklim iklim musim penghujan dan lain sebagainya,” ujarnya.

Solusinya hanya satu kata Dia, yaitu genjot sentra produksi di beberapa daerah daerah yang memang potensi penghasil cabai rawit merah.

“Kita harus digenjot jadinya jangan itu-itu aja terus daerah Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat kemudian ada Aceh, jangan gitu aja juga,” katanya.

IKAPPI menegaskan, daerah lain juga perlu digenjot untuk menanam cabai rawit merah.  Supaya supply dan demand-nya seimbang antara kebutuhan masyarakat secara luas.

  

3 dari 4 halaman

Harga Cabai Tembus Rp 100 Ribu, Pedagang Warteg Kelimpungan

Sebelumnya, Koordinator Koperasi Warteg Nusantara (Kowantara) Mukroni mengaku bingung lantaran harga bahan pokok kembali mengalami kenaikan. Apalagi, harga cabai rawit merah pun melambung di atas Rp 100.000 per kilogram.

Mukroni menyebut, harga cabai mempengaruhi hampir seluruh menu masakan di warteg. Karena hampir seluruhnya menggunakan berbagai macam cabai.

"Mereka juga bingung mau menghargai sambal yang biasanya gratis nanti dikomplain sambal aja mahal," katanya kepada Liputan6.com, Jumat (10/6/2022).

Menurut data yang didapatnya, harga cabai rawit merah mencapai Rp 130.000 per kilogram. Kemudian bawang merah Rp 60.000 per kilogram, bawang putih Rp 55.000 per kilogram.

Selanjutnya, gula pasir Rp 17.000 per kilogram. Minyak Goreng merek Tropical Rp 25.000 per kilogram, terigu Rp 10.000 per kilogram, daging sapi Rp 130.000 per kilogram, telur ayam Rp 30.000 per kilogram dan tempe Rp 10.000 per potong.

Lalu, kelomook sayur sayuran juga diakuinya mengalami kenaikan antara Rp 5.000 sampai Rp 10.000 per jenisnya. Seperti wortel, daun bawang, kol, hingga sawi hijau.

Mukroni kembali merasa kebingungan untuk menentukan harga jual menu yang dijajakan para pedagang warteg. Ini imbas dari tingginya harga bahan pokok yang belum kunjung turun.

"Teman-teman pedagang pada bingung mau jual harga berapa menu warteg yg akan ditawarkan ke pelanggan yg sebagian rakyat bawah. Sementara kondisi daya beli rakyat bawah belum pulih," terangnya.

 

4 dari 4 halaman

Harusnya Turun

Lebih lanjut, ia menyebut, biasanya untuk harga bahan pokok pasca lebaran Idul Fitri mengalami penurunan. Tapi, ia malah menemukan harga tetap di angka tinggi.

"Biasanya setelah lebaran harga-harga sembako seharusnya melandai ini merangkak liar tinggi dan anomali, membuat pedagang warteg pusing tujuh keliling," katanya.

Dengan kenaikan harga ini, bisa saja ia mengambil langkah untuk menaikkan harga menu. Tapi, risikonya akan ditinggal pembeli.

"Menaikan harga tidak laku sepi, membiarkan harga tidak naik rugi buntung," ungkapnya.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.