Sukses

Rupiah Berpotensi Loyo Jumat 10 Juni 2022

Rupiah ditutup melemah 75 poin pada perdagangan Kamis (9/6/2022) dan berpotensi melemah pada Jumat (10/6/2022).

Liputan6.com, Jakarta - Pada perdagangan Kamis (9/6/2022) Rupiah ditutup melemah 75 poin walaupun sempat melemah 80 poin di level Rp 14.566. Sedangkan, pada penutupan perdagangan sebelumnya Rupiah berada di posisi 14.492.

Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan, Rupiah berpotensi melemah pada perdagangan Jumat, 10 Juni 2022.

“Mata uang rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup melemah di rentang Rp 14.550 hingga Rp 14.610,” kata Ibrahim dalam keterangan tertulis, Kamis, 9 Juni 2022.

Secara internal, pertumbuhan ekonomi Indonesia diproyeksikan menjadi salah satu yang paling resilien di tengah berbagai risiko global yang mengalami peningkatan. 

Dalam laporan Global Economic Prospect (GEP) Juni 2022, Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi Indonesia akan berada di tingkat 5,1 persen untuk 2022 atau hanya turun 0,1 poin persentase dari proyeksi sebelumnya.

Proyeksi tersebut masih berada dalam kisaran outlook Pemerintah yakni 4,8 persen hingga 5,5 persen. Dalam laporan tersebut, Bank Dunia mengemukakan perekonomian Indonesia akan mendapat dorongan dari kenaikan harga komoditas.

Pemerintah juga masih berupaya menjaga pertumbuhan ekonomi dengan membuat situasi pandemi menjadi kondusif sehingga memberikan kenyamanan masyarakat dalam melakukan aktivitas ekonominya. 

Salah satu caranya dengan mendorong vaksinasi yang kini sudah mencapai 74,2 persen populasi untuk dosis pertama dan 62,1 persen untuk dosis lengkap.

Di sisi lain, APBN tetap diarahkan untuk menjadi instrumen penting merespon dinamika ekonomi yang terjadi, termasuk menjadi shock absorber. APBN akan terus diarahkan untuk memastikan terlindunginya daya beli masyarakat, khususnya kelompok yang rentan, serta terjaganya pemulihan ekonomi.

Berbeda dengan kondisi Indonesia, Bank Dunia memprediksi pertumbuhan ekonomi global akan melambat signifikan dari 5,7 persen pada 2021 menjadi hanya 2,9 persen pada 2022 akibat eskalasi berbagai risiko. 

Beberapa lembaga internasional lain, seperti IMF, juga menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi global sebanyak 0,8 persentase poin pada April lalu. 

Risiko global, seperti konflik geopolitik yang disebabkan oleh perang di Ukraina, telah membuat tekanan inflasi global semakin persisten, terutama didorong oleh lonjakan harga komoditas energi dan pangan serta disrupsi suplai.

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Dolar AS Melemah

Tak hanya Rupiah yang melemah, Dolar AS juga turun pada Kamis pagi di Asia. Pertemuan Bank Sentral Eropa dan keputusan kebijakannya di kemudian hari tetap menjadi fokus terbesar pasar.

Data pemerintah yang dirilis pada hari sebelumnya menunjukkan ekspor China tumbuh 16,9 persen tahun ke tahun pada Mei karena pembatasan COVID-19 dan gangguan pada produksi dan logistik mereda, mengalahkan ekspektasi pasar. 

Prakiraan yang disiapkan oleh Investing.com memperkirakan pertumbuhan sebesar 8,0 persen sementara pertumbuhan 3,9 persen tercatat pada April. Imbal hasil Treasury 10-tahun naik ke 3,03 persen, yang menahan harga emas.

Menteri Keuangan AS Janet Yellen mengatakan pada Rabu pemerintahan Biden berusaha untuk "mengkonfigurasi ulang" tarif impor China tetapi memperingatkan pemotongan itu tidak akan menjadi "obat mujarab" untuk meredakan inflasi yang tinggi.

Investor juga masih khawatir tentang resesi yang disebabkan oleh kenaikan suku bunga. Menambah prospek pertumbuhan global yang suram, Organisasi untuk Kerjasama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) memperingatkan pada Rabu perang di Ukraina telah membuat prospek ekonomi dunia lebih suram, memangkas perkiraan pertumbuhannya.

Sementara itu, Bank Sentral Eropa akan menurunkan keputusan kebijakannya pada Kamis dan mengumumkan penghentian pembelian obligasi.

3 dari 4 halaman

Inflasi Global Mengancam

Sebelumnya, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada Kamis pagi masih bergerak melemah dipicu kekhawatiran meningkatnya inflasi global.

Rupiah pagi ini bergerak melemah 55 poin atau 0,38 persen ke posisi 14.547 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 14.492 per dolar AS.

"Nilai tukar rupiah masih berpotensi melemah terhadap dolar AS hari ini. Penyebabnya masih karena kekhawatiran pasar terhadap inflasi dan sentimen the Fed," kata pengamat pasar uang Ariston Tjendra dikutip dari Antara, Kamis (9/6/2022).

Menurut Ariston, harga minyak mentah dunia yang terus naik meningkatkan kekhawatiran pasar terhadap kenaikan inflasi.

Harga minyak jenis Brent sekarang di kisaran 124 dolar AS per barel, sudah menembus ke atas level tertinggi bulan Mei.

"Kenaikan inflasi ini bisa menahan laju pertumbuhan ekonomi Indonesia," ujar Ariston.

4 dari 4 halaman

Sentimen Suku Bunga The Fed

Selain itu, lanjut Ariston, pelaku pasar juga bersiap mengantisipasi kenaikan suku bunga acuan The Fed sebesar 50 basis poin pada rapat bank sentral pada Juni ini.

"Yield obligasi pemerintah AS terus naik. Tingkat imbal hasil tenor 10 tahun kembali ke atas 3 persen. Ini mendorong penguatan dolar AS terhadap mata uang lainnya," kata Ariston.

Ariston memperkirakan hari ini rupiah akan bergerak melemah ke level Rp14.550 per dolar AS dengan support di level 14.450 per dolar AS.

Pada Rabu, 8 Juni 2022, , rupiah ditutup melemah 38 poin atau 0,26 persen ke posisi 14.492 per dolar AS dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan sebelumnya 14.454 per dolar AS.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.