Sukses

Khawatir Pelancong Surut, Perusahaan Travel AS Minta Aturan Tes Covid-19 Dicabut

Dorongan oerusahaan travel AS muncul setelah Inggris, Italia, Yunani, dan sejumlah negara lainnya mencabut persyaratan tes Covid-19

Liputan6.com, Jakarta - Perusahaan jasa perjalanan dan perhotelan di Amerika Serikat meningkatkan tekanan pada pemerintah mereka untuk mencabut persyaratan tes Covid-19 bagi para pelancong internasional sebelum keberangkatan.

Mereka menilai, aturan itu mengecilkan niat pengunjung dan merugikan industri pariwisata di AS. 

Dorongan tersebut muncul setelah Inggris, Italia, Yunani, dan sejumlah negara lainnya mencabut persyaratan tes Covid-19 sebagai syarat kunjungan ketika pembatasan pandemi mulai mereda di seluruh dunia.

Sebagai informasi, pejabat kesehatan di AS masih mewajibkan pelancong yang terbang ke negara itu untuk memberikan hasl tes negatif Covid-19, terlepas dari status vaksinasi atau kewarganegaraan mereka.

Selain AS, Korea Selatan dan Jepang juga masih mewajibkan para pelancong menunjukkan hasil tes negatif Covid-19.

"Memerlukan pengujian pra-keberangkatan menciptakan ketidakpastian bagi para pelancong, satu lagi rintangan yang dapat membuat mereka memilih tujuan dengan lebih sedikit gesekan," kata CEO Marriott Tony Capuano, dikutip dari CNBC International, Jumat (10/6/2022).

"AS akan ketinggalan jika kita tidak menghilangkan hambatan yang tidak perlu itu," ujar Capuano.

Hampir 40 walikota di AS termasuk dari San Francisco dan Miami juga mengirim sebuah surat kepada Dr. Ashish Jha, koordinator Covid-19 Gedung Putih, terkait desakan untuk mencabut persyaratan tes Covid-19.

Surat itu mengatakan bahwa kota-kota di Amerika masih berjuang untuk mendapatkan kembali pelancong internasional.

Sejumlah eksekutif industri perjalanan juga dilaporkan telah bertemu dengan Dr. Ashish Jha minggu lalu, tetapi tidak mendapatkan informasi tentang kapan persyaratan tes Covid-19 bagi pelancong akan berakhir.

"Mereka tidak dapat menyebutkan kapan tes pra-keberangkatan akan dicabut," ungkap Tori Barnes, presiden Asosiasi Perjalanan A.S kepada CNBC, usai pertemuan itu.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Keluhan CEO Hotel AS Lainnya Soal Persyaratan Tes Covid-19

Adapun CEO Pebblebrook Hotel Trust Jon Bortz, yang memiliki 54 cabang hotel di seluruh AS, menyebutkan bahwa "pengujian pra-keberangkatan menahan wisatawan internasional untuk tidak memesan perjalanan ke AS".

Senada, Glenn Fogel, CEO dari operator perjalanan online terbesar di dunia, Booking Holdings, juga menyebut persyaratan tes mendorong pelancong mengunjungi negara lain.

Dalam kasus lain, dia mencatat bahwa pelacong hanya mencari jalan keluar dari persyaratan.

"Kami juga melihat contoh orang yang menghindari pembatasan dengan terbang ke Kanada atau Meksiko dan mengemudi melintasi perbatasan," ungkap Fogel dalam sebuah pernyataan.

Dalam sebuah catatan kepada investor, analis Morgan Stanley Jamie Rollo menulis bahwa persyaratan tes Covid-19 menjadi sangat memprihatinkan bagi pelancong kapal pesiar, yang khawatir terjebak di kapal yang diuji positif.

Keith Barr, CEO InterContinental Hotels Group, juga mengungkapkan kepada Closing Bell CNBC akan frustrasi dengan persyaratan tes Covid-19.

"Ini tidak sejalan dengan seluruh dunia," ujar Barr.

3 dari 3 halaman

Covid-19 di China dan Perang Rusia-Ukraina Bikin Bisnis AS Lesu pada Mei 2022

Aktivitas bisnis Amerika Serikat melambat secara moderat pada bulan Mei 2022, dipicu oleh harga yang lebih tinggi mendinginkan permintaan untuk layanan sementara kendala pasokan baru karena lockdown Covid-19 di China.

Selain Covid-19 di China, perang Rusia-Ukraina yang menghambat produksi di pabrik juga menjadi salah satu faktor lambannya aktivitas bisnis AS.

Dikutip dari US News, S&P Global mengatakan bahwa Indeks Output IMP Komposit AS, yang melacak sektor manufaktur dan jasa, turun ke angka 53,8 bulan ini dari yang semula 56,0 pada bulan April.

Laju pertumbuhan itu, yang merupakan yang paling lambat dalam empat bulan, dikaitkan dengan "tekanan inflasi yang meningkat, penurunan lebih lanjut dalam waktu pengiriman pemasok dan pertumbuhan permintaan yang lebih lemah."

Sementara itu, angka di atas 50 menunjukkan ekspansi di sektor swasta.

Indeks tetap konsisten dengan pertumbuhan ekonomi yang kuat di pertengahan kuartal kedua.

Ekonomi AS juga telah mengalami kontraksi pada kuartal pertama di bawah beban rekor defisit perdagangan, meskipun permintaan domestik tetap solid karena rumah tangga meningkatkan pengeluaran dan bisnis meningkatkan investasi.

Harga konsumen tahunan AS pun meningkat pada kecepatan tercepat dalam 40 tahun, mendorong Federal Reserve untuk mulai menaikkan suku bunga pada bulan Maret dan semakin mengadopsi postur kebijakan moneter yang agresif.

"Perusahaan melaporkan bahwa permintaan datang di bawah tekanan dari kekhawatiran atas biaya hidup, suku bunga yang lebih tinggi dan perlambatan ekonomi yang lebih luas," kata Chris Williamson, kepala ekonom bisnis di S&P Global Market Intelligence.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.