Sukses

Harga Komoditas Melonjak Dampak Perang Rusia, Indonesia Untung atau Buntung?

Kenaikan harga komoditas membuat pemerintah mengusulkan beberapa postur APBN beberapa waktu lalu.

Liputan6.com, Jakarta - Perang antara Rusia dan Ukraina membuat berbagai harga komoditas melonjak. Harga minyak bumi, gas bumi dan baru bara sempat mencetak rekor tertinggi. Tak hanya itu, komoditas lain seperti tembaga, nikel dan CPO pun juga ikut naik.  

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI Said Abdullah menjelaskan, jika perang Rusia dan Ukraina ini terus berjepanjangan maka kenaikan harga komoditas akan terus berlanjut dan berpotensi makin tinggi. Dalam kondisi demikian, posisi Indonesia bagaikan buah simalakama.

"Kenaikan tembaga, nikel, CPO dan batubara ini menguntungkan kita, tapi tingginya harga ICP ini akan menekan APBN kita," kata Said dalam Rapat Kerja DPR-RI dengan Pemerintah di Komplek DPR-MPR, Jakarta, Selasa (31/5/2022).

Kenaikan harga komoditas tersebut membuat pemerintah mengusulkan beberapa postur APBN beberapa waktu lalu. Harga ICP usulan pemerintah dipatok USD 80 - USD 100 per barel. Menurut Said angka tersebut akan berdampak pada alokasi subsidi dan kompensasi yang dibayarkan pemerintah melalui APBN.

"Ini tidak ada salahnya untuk sedia payung sebelum hujan," ungkapnya.

Hanya saja, Said menyayangkan lifting minyak bumi yang ditetapkan pemerintah terlalu rendah. Dia menyadari hasil minyak bumi akan terus mengalami penyusutan setiap tahunnya. Namun rendahnya target yang dibuat pemerintah tidak sejalan dengan investasi di sektor hulu.

"Di sektor hulu kita mendapatkan investasi USD 10,7 miliar atau Rp 155 triliun. Jumlahnya meningkat dari tahun 2020 yang hanya USD 10,7 miliar," kata dia.

Sehingga seharusnya lifting minyak bumi bisa ditingkatkan menjadi sekitar 700 ribu barel per hari. Lebih tinggi dari target pemerintah yakni 619 ribu - 680 ribu barel per hari. Sedangkan untuk lifting gas yang ditetapkan pemerintah sebesar 1,02 juta hingga 1,11 juta barel setara minyak per hari.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Harga Minyak Naik ke Level Tertinggi 2 Bulan

Sebelumnya, harga minyak naik sekitar 3 persen ke level tertinggi dua bulan pada hari Kamis di tengah tanda-tanda pasokan yang ketat menjelang musim mengemudi musim panas AS, karena Uni Eropa (UE) berselisih dengan Hongaria atas rencana untuk melarang impor minyak mentah dari Rusia atas invasinya ke Ukraina.

Dikutiip dari CNBC, Jumat (27/5/2022), harga minyak brent berjangka USD 3,37 lebih tinggi pada USD 117,40 per barel. Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS 3,4 persen lebih tinggi pada USD 114,09 per barel.

Brent berada di jalur untuk kenaikan harian keenam berturut-turut dan penutupan tertinggi sejak 25 Maret. WTI menuju penutupan tertinggi sejak 23 Maret.

"Harga minyak mentah naik karena pasar minyak yang ketat akan tetap ada mengingat awal musim mengemudi musim panas akan terus menurunkan stok AS," kata Edward Moya, analis pasar senior di perusahaan data dan analitik OANDA.

Minyak mentah mendapat dukungan dari penarikan mingguan besar dalam persediaan minyak mentah AS, dilaporkan pada hari Rabu.

"Latar belakang fundamental semakin mendukung harga dan akan menjadi lebih bullish setelah sanksi UE atas penjualan minyak Rusia didukung oleh semua pihak yang terlibat," kata Tamas Varga dari PVM Oil.

Presiden Dewan Eropa Charles Michel mengatakan dia yakin kesepakatan dapat dicapai sebelum pertemuan dewan berikutnya pada 30 Mei.

3 dari 3 halaman

Harga Gas Alam Cetak Rekor Tertinggi Sejak 2008

Harga gas alam melonjak di atas USD 9 per million British thermal units (MMBTU) pada perdagangan Rabu. harga gas alam ini mencapai level tertinggi dalam lebih dari satu dekade karena kurangnya pasokan.

Mengutip CNBC, Kamis (26/5/2022), harga gas di AS melonjak lebih dari 6 persen pada satu titik mencapai level tertinggi di USD 9,399 per MMBTU yang merupakan angka tertinggi sejak Agustus 2008.

Harga kontrak gas alam ini kemudian berbalik tetapi masih bisa mencetak kenaikan dan mengakhiri sesi perdagangan dengan naik 1,99 persen ke level USD 8,971 per MMBTU.

Satu satunya alasan harga gas mampu mencetak rekor tertinggi sejak 2008 ini karena perang Rusia dengan Ukraina yang membuat pasar energi terguncang.

Head of Natural Gas and Power Services for North America di Argus Media David Givens menjelaskan, ada tiga katalis penyebab reli harga gas. Pertama dalah pertumbuhan produksi yang kecil.

Katalis kedua adalah ekspor gas alam cair yang tinggi. Sedangkan katalis ketiga adalah tingkat penyimpanan yang mencapai 17 persen di bawah rata-rata lima tahun.

Kenaikan harga gas alam yang cepat menambah tekanan inflasi di seluruh perekonomian. Para pengguna kendaraan sudah bergulat dengan rekor harga BBM tertinggi di pompa bensin, dan sekarang tagihan listrik juga akan meningkat.

Sementara perusahaan utilitas mungkin akan beralih ke batu bara sebagai alternatif yang lebih murah. Pasokan listrik berbahan bakar batu bara juga sekarang terbatas dengan sejumlah pembangkit yang berhenti beroperasi sebagian karena masalah environmental, social and governance (ESG).

Wakil Presiden dan Kepala Analis Data OTC Global Holdings Campbell Faulkner mengatakan, kekeringan di AS Barat telah membatasi produksi pembangkit listrik tenaga air.

"Gas dipaksa untuk memenuhi porsi pembakaran listrik yang jauh lebih besar selama musim panas yang terlihat sebagai rekor tertinggi untuk beban listrik,” katanya.

“Gas selama bertahun-tahun adalah produk sampingan limbah dari pengeboran minyak yang berkelanjutan di seluruh cekungan produksi di AS yang membuat harga tetap rendah. Sejak rendahnya pengeboran pada tahun 2020, pasar telah didorong ke dalam situasi permintaan pasokan yang ketat yang tidak akan segera diperbaiki, ”tambahnya.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.