Sukses

Pertalite dan Solar Bakal Dibatasi, Siapa Saja yang Boleh Beli?

Pemerintah tengah menggodok aturan soal pembatasan pembelian BBM jenis Pertalite dan Solar.

Liputan6.com, Jakarta Pemerintah tengah menggodok aturan soal pembatasan pembelian BBM jenis Pertalite dan Solar. Kebijakan ini rencana diterapkan agar penyalurannya dapat lebih tepat sasaran.

Direktur Eksekutif Energy Watch Mamit Setiawan sepakat atas inisiatif pembatasan pembelian BBM Pertalite dan Solar tersebut. Dia menilai, sudah saatnya pemerintah memberikan subsidi kepada orang bukan lagi dalam bentuk barang.

Dalam hal ini, ia memaparkan sejumlah golongan yang menurutnya berhak menerima kompensasi untuk diperbolehkan membeli Pertalite dan Solar.

"Kriterianya saya kira kendaraan roda 2, angkutan umum, angkutan sembako, operasional UMKM, mobil pribadi dengan tahun di bawah 2012, dan kendaran petani kecil dan menengah," ungkap dia kepada Liputan6.com, Selasa (31/5/2022).

Bila tak dibatasi, Mamit menyebut pemerintah ke depan pasti bakal terus kerepotan. Pasalnya, berapapun kuota yang dialokasikan dalam APBN untuk subsidi BBM jenis gasoline pasti akan jebol, lantaran siapapun bisa mengkonsumsi barang subsidi tersebut.

"Hal ini karena tidak ada larangan yang jelas dari pemerintah terkait dengan hukuman jika tidak tepat sasaran," ujar dia.

Seiring dengan kemajuan teknologi saat ini, ia beranggapan penyaluran BBM bersubsidi akan lebih mudah. Asalkan semua pihak mempunyai visi yang sama untuk mengurangi beban subsidi.

"Dampaknya bagi negara pasti akan sangat membantu karena beban keuangan akan semakin berkurang. Selain itu, negara akan menggunakan dana tersebut untuk pembangunan sektor yang lain, tidak melulu subsidi energi," tuturnya.

Masyarakat yang secara kriteria berhak membeli Pertalite dan Solar tentunya tengah menunggu kapan aturan itu akan diterapkan. Liputan6.com lantas coba mengkonfirmasi hal tersebut kepada BPH Migas, namun belum mendapat jawaban hingga berita ini naik.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Pemerintah Siapkan Aturan Pembelian Pertalite dan Solar, Bakal Dibatasi?

Sebelumnya, pemerintah tengah menggodok aturan terkait penunjukan teknis pembelian bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi jenis Pertalite dan Solar. Langkah pembuatan  atuan pembelian Pertalite dan Solar ini agar penyalurannya dapat lebih tepat sasaran.

Sekretaris Jenderal Dewan Energi Nasional (DEN) Djoko Siswanto menjelaskan, regulasi itu akan mengatur dua hal, yakni kenaikan harga minyak dunia dan peralihan konsumen dari BBM nonsubsidi ke BBM bersubsidi akibat disparitas harga.

"Di dalam Perpres tersebut tidak hanya BBM jenis Pertalite yang akan disempurnakan, satu lagi yang lebih krusial BBM jenis Solar karena Solar masih disubsidi meskipun subsidi per liter, tetapi harganya masih sangat murah kalau dibandingkan dengan Solar nonsubsidi," ujarnya dikutip dari Antara, Senin (30/5/2022).

Saat ini harga Solar bersubsidi di angka Rp 5.100 per liter, jauh lebih tinggi dibanding solar nonsubsidi yang hampir Rp 13.000 per liter.

Djoko mengungkapkan perang Ukraina dengan Rusia telah membuat harga minyak dunia melambung terkhusus gasoline, sehingga harga Pertamax di dalam negeri terkerek naik menjadi Rp12.500 per liter.

Sementara itu, pemerintah juga tidak menaikkan harga Pertalite yang membuat selisih harga BBM jenis penugasan ini juga serupa antara Solar dan Bensin. Hal itu lantas membuat konsumen beralih dari membeli Pertamax ke Pertalite.

Situasi itu yang membuat beban keuangan Pertamina semakin berat karena perseroan harus melakukan impor sekitar 50 persen untuk bensin dengan harga yang tinggi, sementara harga jual produknya justru tidak naik sesuai harga keekonomian.

"Dua hal ini yang akan diatur lebih lanjut oleh Perpres yang baru tersebut," kata Djoko.

Lebih lanjut ia menyampaikan bahwa Solar adalah prioritas pertama yang akan pemerintah atur karena BBM jenis ini digunakan tidak hanya oleh kendaraan bermotor, tetapi industri-industri pertambangan dan perkebunan, hingga kapal-kapal besar. Adapun Pertalite hanya terjadi pergeseran konsumen yang membuat volume penyalurannya bertambah.

3 dari 4 halaman

Lebih Tepat Sasaran

Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto mengatakan bahwa parlemen telah bertemu dengan PT Pertamina (Persero) dan BPH Migas membicarakan terkait aturan pembelian BBM bersubsidi.

Dalam pertemuan itu, ungkap Mulyanto, Pertamina mengharapkan agar aturan pembelian bisa ditata supaya penyaluran BBM subsidi dan penugasan bisa lebih tepat sasaran.

"Ketika harga Solar yang tidak disubsidi semakin meningkat, artinya disparitas semakin tinggi, ini semakin rawan, sehingga solar harus diatur. Kemudian ketika menyusul Pertamax ikut naik terjadi hal yang serupa ada gap yang tinggi antara Pertalite dan Pertamax," ujar politisi PKS tersebut.

Pemerintah kini tengah merumuskan konsumen yang berhak menerima BBM bersubsidi. Sekarang secara umum yang berhak menerima BBM bersubsidi adalah usaha kecil, usaha mikro, petani kecil lahannya di bawah dua hektare, kendaraan umum.

Dalam berbagai forum, lanjut Mulyanto, ia cenderung mengusulkan agar pemerintah memperketat pembelian Pertalite, di mana mobil mewah maupun mobil dinas tidak diperbolehkan menggunakan Pertalite termasuk juga Solar.

"Kami arahkan agar pembelian lebih tepat sasaran kepada yang membutuhkan. Jadi, itu urgensinya," pungkas Mulyanto. 

4 dari 4 halaman

Pertamina Ajak Konsumen Mampu Tinggalkan Pertalite

Pemerintah bersama PT Pertamina (Persero) tengah menggodok aturan teknis soal pembelian BBM penugasan jenis Pertalite. Pembelian jenis BBM dengan kadar oktan (RON) 90 tersebut rencananya bakal dibatasi sesuai dengan kriteria konsumen yang berhak.

Pemerintah sudah menggelontorkan dana tak sedikit untuk mensubsidi BBM Pertalite. Bahkan, pemerintah telah mengantongi tambahan belanja untuk subsidi BBM dan LPG sebesar Rp 71,8 triliun. Alokasi dana itu didapat sesuai kesepakatan bersama dengan Badan Anggaran (Banggar) DPR RI pada Kamis 19 Mei 2022.

Dana tersebut salah satunya diberikan kepada Pertalite selaku Jenis BBM Khusus Penugasan (JBKP) agar harganya masih tertahan di angka Rp 7.650 per liter, jauh di bawah harga keekonomian yang mencapai Rp 12.556 per liter.

Corporate Secretary PT Pertamina Patra Niaga, Irto Ginting, lantas meminta kesadaran konsumen membeli BBM sesuai dengan jenis kendaraannya. Sehingga tidak bergantung terhadap Pertalite hanya karena lebih ramah kantong.

"Istilahnya negara sudah memberikan subsidi yang sedemikian besar. Apalagi Pertalite sudah jadi JBKP. Saya harap juga sudah bisa tepat sasaran," kata Irto kepada Liputan6.com, Sabtu (28/5/2022).

"Karena itu subsidi, ayo kita jaga bareng-bareng. Karena subsidi harusnya sesuai dengan kriteria masyarakat yang berhak dapat," imbuh dia.

Namun begitu, Irto menyatakan, Pertamina saat ini belum membatasi pembelian BBM jenis Pertalite untuk golongan tertentu saja. Sebab, aturan teknisnya saat ini masih berada di tangan pemerintah dan Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas Bumi (BPH Migas).

"Tidak ada. Saat ini belum ada pembatasan seperti itu," tegas Irto. Hal ini menjawab informasi yang beredar di masyarakat bahwa untuk membeli Pertalite harus menunjukkan kartu identitas dan jumlahnya dibatasi.

"Pembatasan BBM khususnya Pertalite sih tidak ada. Kalau memang ada dilaporkan saja dimana SPBU-nya, berapa nomor SPBU-nya, kita bisa cek nanti," tandas dia. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.