Sukses

Jurus Pemerintah Genjot Literasi Keuangan di Pondok Pesantren

Indeks inklusi keuangan di Indonesia tahun 2021 mencapai 83,6 persen, meningkat dari angka indeks 2020 sebesar 81,4 persen.

Liputan6.com, Jakarta Indeks inklusi keuangan di Indonesia tahun 2021 mencapai 83,6 persen, meningkat dari angka indeks 2020 sebesar 81,4 persen. Perbaikan tersebut didukung pencapaian peningkatan akses keuangan, akselarasi penggunaan jasa keuangan formal, dan semakin membaiknya kualitas jasa keuangan.

Namun sayangnya, tingkat literasi keuangan di Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan inklusi keuangan. Berdasarkan data dari OJK , tahun 2019 literasi keuangan baru mencapai 38,03. Sedangkan sementara literasi keuangan syariah tahun 2201 baru mencapai 20,1 persen.

Maka, Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir menilai perlu ditingkatkan lagi literasi keuangan dengan cara edukasi dan sosialisasi yang cukup gencar. Selain kepada masyarakat umum, edukasi dan sosialisasi juga dilakukan kepada kalangan santri dan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) di sekitar pondok pesantren (ponpes) sebagai kelompok prioritas.

" Tujuan akhir inklusi keuangan adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat," kata Iskandar dalam Focus Group Discussion (FGD) Edukasi/Sosialisasi Mendukung Percepatan Inklusi Keuangan di Pondok Pesantren Nurul Jadid dan Al-Mashduqiah di Probolinggo, Jawa Timur, Sabtu (21/5).

Saat ini, Indonesia memiliki lebih dari 30 ribu ponpes dengan lebih dari 4,2 juta santri. Sebagian ponpes tersebut mempunyai potensi besar di bidang pertanian, peternakan, perikanan, serta UMK yang dapat menjadi motor penggerak ekonomi kerakyatan, ekonomi syariah, dan UMK halal.

“Dari sisi ponpes, inklusi keuangan sangat strategis dalam pemberdayaan pesantren, sehingga akan meningkatkan kesejahteraan kyai, pengurus, santri, dan masyarakat di sekitar ponpes,” kata Iskandar.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Peningkatan Literasi Keuangan

Iskandar menjelaskan untuk mencapai peningkatan literasi dan inklusi keuangan di kalangan santri maka pihak pondok pesantren harus bisa menjalin kerja sama dengan para mitra keuangan inklusif, seperti Bank BSI, Bank BJB, Pegadaian Syariah. Termasuk juga dengan para BUMN seperti Bulog, Pupuk Indonesia, Jamkrindo, Askrindo, LPDB-KUMKM, Perkumpulan Tenaga Kerja Purna & Keluarga (Pertakina), CJM Farm, dan PT Sarjana Membangun Desa.

Poin penting dalam rencana kolaborasi dari para mitra untuk mengembangkan kemandirian ekonomi ponpes.

“Kerja sama antara stakeholder keuangan konvensional atau syariah di pusat dan daerah harus terus ditingkatkan agar kegiatan atau program yang ditetapkan," kata dia

"Khususnya inklusi keuangan bagi ponpes, dapat diakselerasi dan diperluas secara terstruktur dan berkesinambungan,” katanya.

Dalam kesempatan yang sama pemerintah juga menyerahkan bantuan dana edukasi keuangan secara simbolis dari Pupuk Indonesia dan Pegadaian Syariah kepada para pengurus kedua ponpes tersebut.

 

3 dari 4 halaman

Pinjol Makin Marak, Literasi Keuangan RI Masih Rendah

Sebelummnya, Fintech Peer-to-Peer Lending (P2PL) atau yang lebih dikenal dengan sebutan pinjaman online (pinjol) terus merebak seiring dengan perkembangan teknologi. Ironisnya, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia saat ini masih terbilang di bawah rata rata nasional.

Data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2019 menunjukkan, indeks literasi keuangan baru mencapai 38,03 persen.

Menindaki situasi tersebut, PT Teknologi Merlin Sejahtera (UKU) inisiatif menggelar sosialisasi dan edukasi mengenai pemahaman fintech secara hybrid, baik online maupun offline.

Tony Jackson, CEO UKU mengatakan, pihaknya bermaksud menginspirasi generasi muda Indonesia untuk menyadari pentingnya pengelolaan keuangan sejak dini dengan adanya tantangan dalam mengelola keuangan.

Bukan hanya karena inflasi, namun juga karena tekanan gaya hidup dan budaya konsumtif yang berakar pada sindrom FOMO (fear of missing out).

"Karena itu, penting bagi generasi muda untuk mengenali produk-produk jasa keuangan dan memanfaatkan kecanggihan teknologi agar dapat mewujudkan tujuan finansial mereka," ujar dia dalam keterangan tertulis, Kamis (19/5/2022).

4 dari 4 halaman

Banyak Ilegal

Selain pengelolaan keuangan yang baik, generasi muda juga tetap harus waspada terhadap pinjaman online yang marak beredar. Sebab, saat ini banyak ditemukan pinjaman online melalui Whatsapp dan media sosial dengan berkedok Kredit Tanpa Agunan (KTA) kilat hanya bermodalkan kartu identitas.

“Dapat dipastikan pinjaman online adalah ilegal jika proses pinjaman yang terlalu mudah, tanpa kontrak perjanjian pinjaman dengan iming iming dana cepat cair tanpa kejelasan informasi bunga pinjaman dan lisensi OJK," tegas Tony.

Mengacu pada data OJK, Satgas Waspada Investasi (SWI) menemukan adanya 105 platform pinjaman online ilegal per Maret 2022. Jumlah ini melengkapi data sejak 2018, dimana SWI sudah menutup sebanyak total 3.889 pinjol Ilegal.

Saat ini, tercatat 102 penyelenggara fintech lending yang telah berizin OJK dan merupakan anggota Asosiasi Fintech Pendanaan bersama Indonesia (AFPI). Industri fintech lending secara konsisten telah berkontribusi menyalurkan pinjaman kepada pengguna hingga Rp 343,86 triliun per Maret 2022. 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.