Sukses

Hitungan Besaran Subsidi Listrik, Minyak hingga LPG Diminta Sri Mulyani, Direstui DPR

Penyesuaian subsidi listrik, minyak hingga LPG merespons kenaikan harga komoditas.

Liputan6.com, Jakarta Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati mengusulkan penyesuaian beban subsidi dan kompensasi sektor energi kepada DPR. Permintaan bendahara negara ini pun direstui Badan Anggaran (Banggar) DPR.

Penyesuaian subsidi merespons kenaikan harga komoditas, pemerintah konsisten menjaga pemulihan ekonomi dan melindungi daya beli masyarakat dengan menjaga APBN tetap sehat dan berkelanjutan atau sustainable.

“Karena pilihannya hanya dua. Kalau ini (subsidi) enggak dinaikkan ya harga BBM dan listrik naik. Kalau BBM dan listrik enggak naik ya ini (subsidi) yang naik,” kata Sri Mulyani saat Rapat Kerja dengan Banggar DPR melansir laman Setkab, Kamis (19/05/2022).

Asumsi harga minyak mentah Indonesia (Indonesian crude price/ICP) yang digunakan dalam APBN 2022 sebesar USD 63 per barel.

Namun, Menkeu mengatakan saat ini nilai ICP berada di atas 100 Dolar AS per barel yaitu USD 102,5 per barel.

Meningkatnya harga minyak dan tidak adanya kebijakan penyesuaian harga menyebabkan beban subsidi dan kompensasi meningkat signifikan.

“Harga keekonomian dari BBM kita mengalami perubahan sangat tinggi. Harga keekonomian sudah jauh di atas harga asumsi atau harga yang digunakan untuk mengalokasikan subsidi APBN untuk minyak tanah, solar, LPG, dan pertalite,” ujarnya.

Dengan gap yang semakin besar antara harga jual eceran BBM dan harga keekonomian, pemerintah berkomitmen untuk menjaga pasokan serta harga BBM dan LPG yang terjangkau masyarakat.

Pemerintah perlu segera melakukan penyesuaian pagu subsidi dan kompensasi sehingga keuangan badan usaha menjadi sehat dan dapat menjaga ketersediaan energi nasional.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Rincian Subsidi

Sri Mulyani menuturkan jika potensi beban subsidi dan kompensasi menahan gejolak harga komoditas tahun 2022 mencapai Rp 443,6 triliun.

Penjelasannya, jika menggunakan asumsi ICP USD 100 per barel, maka subsidi energi melonjak dari semula Rp 134 triliun menjadi Rp 208,9 triliun.

Sementara, kompensasi dari yang semula untuk solar sebesar Rp 18,5 triliun menjadi Rp 98,5 triliun.

Sedangkan untuk pertalite dan listrik yang semula tidak ada, masing-masing menjadi Rp 114,7 triliun dan Rp21,4 triliun.

Sehingga jika dibandingkan dengan kebutuhan subsidi dan kompensasi menggunakan ICP sebelumnya, maka selisih terhadap APBN yaitu Rp291 triliun.

Menkeu juga menyampaikan usulan penambahan bagi perlindungan sosial (perlinsos) sebesar Rp 18,6 triliun yang diberikan dalam bentuk Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada 20,65 juta kelompok penerima manfaat dan Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM). Dengan demikian, total perlindungan sosial di dalam APBN 2022 mencapai Rp 431,5 triliun.

“Jadi kalau masyarakat masih menanyakan apa manfaat APBN buat mereka, ini dalam bentuk perlinsos, yang tadi ratusan triliun dalam bentuk subsidi BBM dan listrik. Itu adalah langsung dinikmati masyarakat,” pungkas Sri Mulyani

 

 

3 dari 4 halaman

Keuangan Pertamina dan PLN Terancam Jebol

Konflik Rusia-Ukraina sejak Februari makin membuat harga energi dunia melonjak. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan kenaikan harga minyak dunia membuat arus kas operasional Pertamina jebol.

Per Maret 2022, arus kas Pertamina sudah negatif USD 2,44 miliar. Bila Pertamina tidak segera mendapatkan dana segar dari pemerintah, diperkirakan arus kas pada Desember mengalami defisit hingga USD 12,98 miliar.

"Akibat kenaikan ICP yang meningkat signifikan, arus kas operasional Pertamina pada Maret 2022 negatif USD 2,44 miliar," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (19/5/2022).

Sebagaimana diketahui harga energi dunia terus melambung. Sementara harga BBM di dalam negeri masih dipertahankan agar tidak mengalami kenaikan. Apalagi, Pertamina masih melakukan impor BBM yang akan membuat arus kas operasional makin terkuras.

"Pertamina harus tanggung beban, kalau impor BBM pun dia harus bayar dengan dolar," kata dia.

Sebagai informasi, saat ini Pertamina harus menanggung selisih harga keekonomian dengan harga jual BBM di tingkat konsumen. Harga minyak tanah misalnya memiliki harga jualnya Rp 2.500 per liter padahal harga keekonomiannya sudah mencapai Rp 10.198 namun Solar dijual Rp 5.450 per liter dari harga keekonomian Rp 12.119 per liter.

LPG per kilogram dijual Rp 4.250, padahal nilai keekonomiannya telah mencapai Rp 19.579 per kilogram. Sedangkan harga Pertalite dijual Rp 7.650 per liter dari nilai keekonomian Rp 12.556 per liter.

Akibatnya seluruh rasio keuangan Pertamina mengalami pemburukan yang signifikan sejak awal 2022. Hal ini pun dapat menurunkan credit rating Pertamina dan akan berdampak pada credit rating pemerintah.

 

4 dari 4 halaman

Kondisi PLN

Tak hanya Pertamina, Perusahaan Listrik Negara (PLN) juga dihadapkan pada masalah yang sama. Kondisi keuangan PLN juga memburuk karena harga ICP dunia yang meroket namun tidak ada kenaikan atau penyesuaian tarif listrik.

Akibatnya, per 30 April 2022 lalu, PLN menari utang sebesar Rp 11,4 triliun. Tak berhenti di situ, PLN akan kembali menarik utang pada bulan Mei dan Juni. Sehingga total penarikan utang sekitar Rp 21,7 triliun sampai Rp 24,7 triliun.

"Jika tidak ada tambahan kompensasi dari pemerintah maka pada Desember 2022 diproyeksikan arus kas PLN akan defisit Rp 71,1 triliun," kata dia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.