Sukses

Sri Mulyani Usul Tambahan Dana Bansos Rp 18,6 Triliun

Sri Mulyani berencana menambah anggaran bantuan sosial sebesar Rp 18,6 triliun. Sehingga anggaran untuk perlindungan sosial dalam APBN menjadi Rp 431,5 triliun.

Liputan6.com, Jakarta Dalam rangka menjaga daya beli masyarakat di tengah kenaikan sejumlah harga komoditas dan ancaman inflasi, Menteri Keuangan Sri Mulyani berencana menambah anggaran bantuan sosial sebesar Rp 18,6 triliun. Sehingga anggaran untuk perlindungan sosial dalam APBN menjadi Rp 431,5 triliun.

"Untuk perlindungan sosial Rp 18,6 triliun yang akan diberikan atau sebagian sudah diberikan kepada masyarakat dalam bentuk BLT," kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja dengan Badan Anggaran DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (19/5/2022).

Sri Mulyani menjelaskan penebalan bantalan sosial atau bansos ini akan diberikan kepada 20,65 juta keluarga penerima manfaat (KPM) yang telah menjadi penerima program bantuan sosial pemerintah. Termasuk juga untuk para pelaku usaha dalam bentuk Bantuan Produktif Usaha Mikro (BPUM).

"Dalam bentuk BLT untuk 20,65 penerimaan manfaat," kata dia.

Dalam rincian anggaran perlindungan sosial, pemerintah mengalokasikan dana untuk BLT minyak goreng sebesar Rp 7,5 triliun. Namun bendahara negara ini tidak menjelaskan lebih rinci terkait penyaluran BLT tersebut.

Selain itu, masing-masing program pemerintah mendapatkan tambahan anggaran. Mulai dari PKH menjadi Rp 28,7 triliun, Kartu Sembako Rp 45,1 triliun, Kartu Prakerja Rp 11,0 triliun, BLT Desa Rp 28,8 triliun untuk dan PBI JKN Rp 46,5 triliun.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Kartu Prakerja

Sementara untuk perluasan perlindungan masyarakat pada tahun berjalan yakni Rp 9 triliun untuk Kartu Prakerja, Rp 9 triliun untuk bantuan pendidikan, Rp 1,7 triliun untuk Bantuan PKL, Warung dan Nelayan dan Rp 7,5 triliun untuk BLT Minyak goreng.

Tambahan anggaran tersebut kata dia bertujuan untuk menjaga melindungi masyarakat, APBN dan pertumbuhan ekonomi nasional. Ketiga hal ini tidak harus berjalan beriringan dan tidak bisa dipilih salah satu saja.

"Tahun 2022 dengan kondisi ini kita harus tetap jaga APBN kita hati-hati, melindungi masyarakat dan ekonomi," kata dia.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com

3 dari 4 halaman

Salurkan Subsidi Gaji Rp 8,8 Triliun, APBN Cukup?

Pemerintah bakal kembali menggelontorkan bantuan subsidi upah (BSU) atau subsidi gaji sebesar Rp 1 juta pada tahun ini. Nilai anggaran untuk program subsidi gaji kali ini sebesar Rp 8,8 triliun, untuk pekerja dengan penghasilan dibawah Rp 3,5 juta per bulan.

Ekonom sekaligus Direktur Riset Centre of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah, mengapresiasi upaya tersebut yang dinilainya bisa mengantisipasi dampak kenaikan harga terhadap masyarakat.

Namun, ia mengingatkan program BSU pastinya bakal semakin menekan anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN). Terlebih, pada saat bersamaan pemerintah juga mengalokasikan anggaran untuk bantuan sosial (bansos) lain seperti bantuan langsung tunai (BLT) minyak goreng senilai Rp 6,9 triliun.

"Bantuan ini tentu saja menambah beban APBN. Sumber dana BSU saya kira dari realokasi APBN yang ada saat ini," ujar Piter kepada Liputan6.com, Rabu (6/4/2022).

Kendati begitu, dia mencoba optimistis, pemerintah pasti telah mempersiapkan dana untuk seluruh program bansos tersebut. Sehingga tidak sampai mengganggu program-program strategis lain yang sudah jauh direncanakan sebelumnya.

"Maka pemerintah bisa melakukan refocusing dan realokasi anggaran dalam APBN," kata Piter.

4 dari 4 halaman

Manfaat Kenaikan Harga Komoditas

Sementara Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyarankan, pemerintah bisa memanfaatkan kenaikan harga komoditas ekspor seperti minyak sawit mentah (CPO), sebagai modal untuk menambal anggaran program bansos.

"Untuk dana subsidi upah sebaiknya dicari dari windfall kenaikan penerimaan negara dari harga komoditas ekspor dan realokasi dari proyek strategis nasional," sebut Bhima.

Bhima pun meminta pemerintah tidak terlalu mengharapi bentuk penerimaan negara lain, semisal dari kenaikan tarif PPN (pajak pertambahan nilai). Sebab menurutnya, itu belum cukup mengisi kekosongan dana untuk program BSU senilai Rp 8,8 triliun.

"Masih harus ditutup dengan cara lain. Masalahnya ketika PPN naik, konsumsi barang akan menurun. Secara nilai total PPN bisa tidak signifikan kenaikan tarif itu," ungkap dia.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.