Sukses

Neraca Perdagangan dan Ekspor Tembus Rekor Tertinggi, Ekonomi RI Kian Tangguh

Neraca perdagangan yang kembali melajutkan trend surplus pada April 2022 dengan nilai mencapai USD 7,56 miliar.

Liputan6.com, Jakarta Pemulihan kondisi perekonomian pasca pandemi terus menjadi fokus Pemerintah dalam pengambilan kebijakan dan menjadi fondasi dalam menghadapi berbagai tantangan global yang kian masif kedepannya.

Berbagai kebijakan yang telah diambil Pemerintah guna menjaga kestabilan kinerja fundamental perekenomian juga menunjukkan sinyal positif pada tiap leading indicator.

Salah satu indikator perekonomian yang memiliki performa positif adalah neraca perdagangan yang kembali melajutkan trend surplus pada April 2022 dengan nilai mencapai USD 7,56 miliar. Angka tersebut merupakan rekor tertinggi yang berhasil melampaui bulan Oktober 2021 dengan nilai sebesar USD 5,74 miliar.

Pencapaian tersebut kian membawa perekonomian Indonesia menjadi lebih tangguh mengingat neraca perdagangan merupakan salah satu indikator utama dalam meningkatkan cadangan devisa dan menjaga ketahanan sektor eksternal Indonesia.

“Neraca perdagangan merupakan determinan yang sangat penting dalam mendorong percepatan pemulihan ekonomi dan menjaga ketahanan sektor eksternal Indonesia. Kita bersyukur bahwa salah satu engine utama pertumbuhan ekonomi ini terus mengalami performa gemilang dan bahkan kembali mencatatkan rekor tertinggi sepanjang masa,” kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

Selain datang dari neraca perdagangan, kinerja positif juga ditunjukkan pada indikator ekspor yang mengalami surplus dengan nilai sebesar USD 27,32 miliar. Serupa halnya dengan surplus neraca perdagangan, angka surplus ekspor juga mampu mengungguli rekor tertinggi sebelumnya pada bulan Maret 2022 yang tercatat mencapai USD 26,50 miliar.

Kinerja surplus pada nilai ekspor tersebut salah satunya dipengaruhi oleh tingginya harga komoditas unggulan saat ini seperti harga CPO sebesar USD 1.682,7 per MT atau tumbuh 56,09 persen (yoy), Batubara sebesar USD 302,0 per MT atau tumbuh 238,83 persen (yoy), dan Nikel sebesar USD 33.132,7 per MT atau tumbuh 100,55 persen (yoy).

Selain itu tingginya dominasi sektor industri pada kegiatan ekspor yang mencapai 69,86 persen juga menjadi stimulus dalam peningkatan nilai surplus ekspor, hal ini karena kinerja ekspor akan mengarah pada basis komoditas-komoditas dengan nilai tambah yang terus bertumbuh.

 

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Program Hilirisasi

Selain itu, program hilirisasi yang diterapkan Pemerintah untuk mendorong nilai tambah komoditas di tengah harga yang kian meningkat juga memiliki andil dalam tumbuhnya kinerja ekspor saat ini.

Hal ini dapat terlihat dari aktivitas manufaktur yang terus berada di level ekspansif dengan angka Purchasing Managers’ Index (PMI) April 2022 di level 51,9 naik dari posisi bulan sebelumnya di level 51,3. Adanya kenaikan tersebut membawa nilai PMI Indonesia berada diatas level PMI negara ASEAN lainnya seperti Vietnam (51,7), Malaysia (51,6) dan Myanmar (50,4).

Dengan keberhasilan program hilirisasi tersebut, ke depannya Pemerintah akan kian gencar dalam memaksimalkan berbagai potensi kebijakan lainnya seperti kerja sama bilateral dan multilateral dalam meningkatkan perdagangan, utamanya dalam peningkatan nilai ekspor Indonesia.

“Selain program hilirisasi, Pemerintah akan terus meningkatkan nilai ekspor Indonesia melalui berbagai upaya, salah satunya dengan melakukan program promosi ekspor dengan peningkatan kerja sama billateral dan multilateral. Forum G-20 juga akan dioptimalkan untuk menggali berbagai potensi kerja sama perdagangan dengan berbagai negara,” ungkap Menko Airlangga.

Selain itu bergeser dari catatan nilai ekspor, sisi impor tercatat mengalami penurunan dari periode sebelumnya sebesar -10,01 persen (mtm) pada April 2022 menjadi sebesar USD 19,76 miliar.

Namun penurunan tersebut tidak lantas menghambat kegiatan produksi, hal ini dikarenakan komposisi utama impor didominasi oleh golongan bahan baku/penolong dengan porsi sebesar 78,6 persen sehingga produksi barang baru yang bernilai tambah tinggi dapat terus dilakukan produsen yang akan mendorong peningkatan output nasional.

 

3 dari 4 halaman

Mantap! Neraca Perdagangan Indonesia Surplus 2 Tahun Berturut-turut

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat Neraca Perdagangan Indonesia (NPI) mengalami surplus berturut-turut selama 2 tahun terakhir. Per April 2022, NPI mencetak surplus sebesar USD 7,56 miliar.

"Jadi (neraca perdagangan) surplus kita cukup tinggi dan ini beruntun selama 24 bulan (2 tahun)," kata Kepala BPS, Margo Yuwono di Gedung BPS, Jakarta Pusat, Selasa (17/5).

Margo menjelaskan surplus NPI bulan April 2022 terbesar disumbang sektor non migas. Antara lain dari lemak dan minyak hewan atau nabati, kemudian disusul bahan bakar mineral.

Adapun negara penyumpang surplus terbesar yakni Amerika Serikat (AS), India dan Filipina. NPI Indonesia dengan AS mengalami surplus sebesar USD 1,6 miliar. Komoditas penyumbang utamanya dari pakaian dan aksesorisnya, atau rajutan dan alas kaki.

Surplus Indonesia dengan India tercatat sebesar USD 1,5 miliar. Adapun komoditas penyumbangnya yakni bahan bakar mineral serta lemak dan minyak hewan/nabati.

Sementara surplus Indonesia dengan Filipina sebesar USD 977,9 juta. Penyumbangnya, bahan bakar mineral serta kendaraan dan bagiannya.

 

4 dari 4 halaman

Defisit Neraca Perdagangan Indonesia

Di sisi lain, Indonesia juga mengalami defisit neraca perdagangan dengan negara mitra dagang. Tiga defisit terbesar yakni dengan Argentina, Australia dan Thailand.

Defisit Indonesia dengan Argentina sebesar USD 320,2 juta yang disebabkan impor serealia serta ampas dan sisa industri makanan. Dengan Australia, Indonesia mengalami defisit sebesar USD 283,5 juta yang disebabkan impor bahan bakar mineral dan serealia.

Sementara itu dengan Thailand, Indonesia mengalami defisit neraca perdagangan sebesar USD 217,9 juta. Penyebabnya, impor plastik dan barang dari plastik serta gula dan kembang gula.

Sehingga, kata Margo, secara kumulatif perdagangan Indonesia pada periode Januari-April 2022 mengalami surplus sebesar USD 16,89 miliar. Menurutnya capaian ini menjadi yang paling terbaik dalam kurun waktu 5 tahun terakhir.

"Kalau kita lihat tren surplus ini adalah surpluis kita yang terbaik pada periode 2017-2022," kata dia mengakhiri.

Reporter: Anisyah Al Faqir

Sumber: Merdeka.com 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.