Sukses

Tak Mau Gagal Bayar Utang, Rusia Terpaksa Kuras Cadangan Dolar AS

Rusia berhasil menghindari gagal bayar utang atau default dengan membayar utangnya menggunakan dolar.

Liputan6.com, Jakarta - Rusia berhasil menghindari gagal bayar utang atau default dengan melakukan pembayaran dalam dolar AS. 

Pembayaran obligasi internasional Rusia senilai USD 650 juta atau Rp 9,3 triliun yang awalnya jatuh tempo pada 4 April.

Dikonfirmasi oleh seorang pejabat Amerika Serikat, pembayaran itu terjadi tak lama sebelum batas waktu terakhir berlalu pada 4 Mei.

"Rusia terpaksa memilih antara menguras sisa cadangan dolar mereka yang berharga atau pendapatan baru yang masuk, atau gagal bayar," kata pejabat AS yang tidak diungkapkan identitasnya, dikutip dari BBC, Rabu (4/5/2022). 

"Rusia telah melakukan pembayaran utang mereka menggunakan dana yang terletak di luar AS atau yurisdiksi mitra lainnya. Cadangan berharga ini telah secara permanen meninggalkan Rusia dan dapat lebih lama digunakan untuk mendanai invasi mereka ke Ukraina," lanjut pejabat itu.

Pembayaran ini juga sudah diterima di beberapa rekening investor, menurut sumber yang tidak disebutkan namanya yang dikutip oleh kantor berita Reuters.

Sebelumnya, pertemuan Komite Penentuan Derivatif Kredit untuk Eropa, Timur Tengah dan Afrika bertemu pada Selasa (3/5) membahas kemungkinan Rusia telah gagal membayar utangnya, dan oleh karena itu investor yang telah membeli Credit Default Swaps, suatu bentuk asuransi terhadap non-pembayaran, dapat mulai mengajukan klaim.

Di sisi lain, default Rusia kemungkinan tidak dapat dihindari secara permanen.

Rusia saat ini masih memiliki obligasi internasional sekitar sekitar 40 USD miliar dan mungkin mengalami kesulitan melakukan pembayaran utang setelah 25 Mei 202, ketika ketentuan Departemen Keuangan AS yang mengizinkan bunga dan pembayaran utang berakhir.

Jika gagal bayar, ini akan akan menjadi pertama kalinya Rusia gagal membayar utang pemerintahnya sejak 1998 - krisis ekonomi di akhir masa jabatan Presiden Yeltsin saat itu.

 

**Pantau arus mudik dan balik Lebaran 2022 melalui CCTV Kemenhub dari berbagai titik secara realtime di tautan ini

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sebelumnya, Rusia Dihantui Prospek Default

Sebelumnya, prospek default Rusia muncul ketika Departemen Keuangan AS memblokir akses negara itu dari melakukan pembayaran dari cadangan yang dibekukan oleh sanksi Barat.

Rusia menawarkan untuk membayar utangnya dalam rubel dan kemudian mengubah kebijakannya pekan lalu.

Keputusan tersebut menandai putaran terbaru dari perselisihan yang telah berlangsung lama dengan Departemen Keuangan AS tentang bagaimana Rusia diizinkan untuk membayar utangnya.

Jika Rusia hanya melakukan pembayaran dalam rubel, itu akan dianggap gagal membayar - default - setelah masa tenggang 30 hari dari tanggal pembayaran awal 4 April.

Kemudian pada 29 April, Rusia mengumumkan akan mengubah arah dan membayar dari bagian cadangan dolarnya yang tidak disimpan di Barat, dan dengan demikian lolos dari sanksi.

3 dari 3 halaman

Terdampak Konflik Rusia-Ukraina, Ekonomi AS Terkontraksi 1,4 Persen

 Ekonomi Amerika Serikat mengalami kontraksi dalam tiga bulan pertama tahun ini, ketika konflik Rusia-Ukraina memicu gangguan perdagangan berbagai nengara.

Dilansir dari BBC, Jumat (29/4/2022) angka dari Commerce Department menunjukkan bahwa produk domestik bruto AS pada tingkat tahunan turun sebesar 1,4 persen.

Pertumbuhan ekonomi AS sebelumnya telah diperkirakan melambat, tetapi angka yang keluar lebih buruk dari perkiraan - menandai penurunan pertama sejak resesi yang disebabkan oleh Covid-19 pada tahun 2020.

Kepala ekonom di Pantheon Macroeconomics, Ian Shepherdson, menyebut lonjakan impor di AS, karena ekspor yang turun, membuat ekonomi negara itu terlihat lebih buruk daripada sebelumnya.

"Ini adalah kebisingan; bukan sinyal," kata Shepherdson.

Sementara itu, konsumen AS belum memberhentikan pembelian meski inflasi AS sudah terjadi pada level tertinggi dalam empat dekade.

Belanja konsumen  AS terpantau tetap sehat, naik 2,7 persen pada kuartal ini. 

Tetapi bisnis menghadapi gangguan pasokan baru dalam tiga bulan pertama tahun ini, membuat angka perdagangan menurun.

Angka minggu ini menunjukkan defisit perdagangan barang AS mencapai rekor tertinggi bulan lalu, karena kasus Covid-19 di China memicu penutupan perang di Ukraina berdampak pada industri pertanian dan minyak.

Analis mengatakan mereka tidak melihat resesi di AS akan segera terjadi, meskipun ada kontraksi, tetapi memperingatkan kenaikan harga dapat membuat rumah tangga tidak mampu melanjutkan pembelian mereka.

"Konsumen telah mampu mempertahankan tingkat positif pengeluaran riil dengan mengurangi tingkat tabungan mereka. Tetapi jika inflasi terus mengikis daya beli, maka konsumen akhirnya dapat memutuskan untuk berhemat," tulis ekonom Wells Fargo dalam sebuah catatan baru-baru ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.