Sukses

Jokowi Ingatkan Krisis Belum Selesai, Inflasi Bisa Naik Tajam

Jokowi mengingatkan, krisis yang mungkin bisa dihadapi ini agar dipahami seluruh pelaku ekonomi dalam negeri dan mengkalkulasi secara detil.

Liputan6.com, Jakarta - Presiden Joko Widodo (Jokowi) melihat situasi tahun depan akan banyak dibayang-bayangi oleh kelanjutan krisis. Itu lantaran situasi global kini dipenuhi dengan ketidakpastian ekonomi maupun politik.

"Tahun ini dan tahun depan kita akan menghadapi situasi yang tidak mudah. Situasi yang tidak gampang. Situasi ekonomi dan situasi politik global yang alami gejolak, yang penuh dengan ketidakpastian," ujar Jokowi dalam arahan di Musrengbangnas 2022 secara virtual, Kamis (28/4/2022).

Kekhawatiran itu muncul lantaran pandemi Covid-19 belum sepenuhnya berakhir. Beberapa negara bahkan masih bergulat menekan penyebaran Covid-19, dan melakukan lockdown.

Kemudian, terjadi gangguan supply chain yang dampaknya ke mana-mana. Belum lagi dunia yang dihantam perang antara Rusia dan Ukraina yang memunculkan krisis energi dan krisis pangan.

Rentetan kondisi ini lantas memicu lonjakan inflasi di tingkat global. Jokowi tak ingin gangguan itu turut dirasakan Indonesia.

"Akhirnya, inflasi global meningkat tajam. Pertumbuhan ekonomi global juga akan alami perlambatan. Inflasi saat ini kalau kita lihat, misalnya paling tinggi di Turki, sudah melompat ke angka 61,1 persen. Amerika yang biasanya di bawah 1 persen, sekarang sudah 8,5 persen," bebernya.

"Negara kita Alhamdulillah masih berada terakhir di angka 2,6 persen. Ini yang harus bersama-sama kita perbaiki, kita pertahankan," tegas Jokowi.

Jokowi mengingatkan, gambaran tersebut ia berikan agar seluruh pelaku ekonomi dalam negeri betul-betul waspada dan mengkalkulasi secara detil. Sehingga langkah antisipasi yang diambil tepat, dan indonesia betul-betul siap menghadapi krisis tahun depan.

"Hati-hati semuanya. Semua kita harus memiliki sense of crisis, jangan seperti biasanya. Jangan business as usual. Hati-hati. Senses of crisis harus ada di kita semuanya," imbuh Jokowi.

"Sehingga kita harus ada perencanaan yang baik, harus ada skenario yang pas dalam menghadapi situasi yang tidak pasti ini," tandasnya.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Gubernur BI: Inflasi Jadi Masalah Serius di Semua Negara

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo mengatakan, kenaikan angka inflasi menjadi masalah serius. Masalah inflasi ini tak hanya terjadi di negara berkembang dan negara pasar berkembang saja tetapi juga negara maju.

"Beberapa negara berkembang hanya ingin pulih dengan fiskal yang terbatas, serta beberapa negara berkembang memiliki masalah utang," jelas Perry dalam Side Event G20, High Level Discussion, dikutip dari Antara, Jumat (22/4/2022).

Tak hanya di negara berkembang, inflasi juga kini menjadi masalah di negara maju. Peningkatan inflasi di berbagai belahan dunia merupakan dampak dari konflik Rusia dan Ukraina yang masih berlangsung.

Ketegangan geopolitik kedua negara menyebabkan tingginya harga komoditas, terutama harga energi dan makanan yang berdampak langsung kepada seluruh negara.

Selain inflasi, Perry menyebutkan dampak konflik kedua negara adalah melalui jalur perdagangan.

"Perang tentunya membuat masalah dalam rantai pasokan global serta membuat perlambatan pertumbuhan ekonomi global," katanya.

Dengan adanya konflik kedua negara ini, ia mengatakan Dana Moneter Internasional (IMF) merevisi ke bawah proyeksi ekonomi global dari 4,4 persen menjadi 3,6 persen pada tahun ini.

Tak hanya di jalur perdagangan, konflik Rusia dan Ukraina pun memberi dampak kepada jalur keuangan dengan implikasi banyaknya bank sentral dunia yang merasa perlu menaikkan suku bunga untuk mengatasi inflasi dan pengetatan likuiditas global.

3 dari 3 halaman

Inflasi Indonesia di 2022 Bisa Sentuh 8,7 Persen

Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara buka kemungkinan inflasi bisa menyentuh angka 8,7 persen pada 2022 ini. Ini merupakan imbas dari scarring effect pasca pandemi Covid-19, ditambah konflik geopolitik antara Rusia dan Ukraina.

Suahasil mengatakan, dampak luka akibat pandemi turut menyebabkan peningkatan harga dan kenaikan angka inflasi. Pemerintah terus berupaya agar lonjakan harga komoditas tidak terlalu tinggi, sehingga proses pemulihan ekonomi bisa berjalan lancar.

"Jadi recovery memiliki hal yang harus kita waspadai. Di tengah-tengah itu lalu tiba-tiba terjadi geopolitik, perang Rusia dan Ukraina. Sehingga yang tadinya kita bayangkan bahwa oke, ada inflasi tapi akan kita tangani, inflasi tersebut tiba-tiba ditambah lagi krisis geopolitik ini," ujarnya dalam Rakorbangpus 2022, Kamis (21/6/2022).

Merujuk rilis IMF, Suahasil menyebut, IMF meramal pertumbuhan ekonomi dunia bakal turun 0,8 persen di 2022, dari sebelumnya 4,4 persen menjadi 3,6 persen.

Sementara proyeksi inflasi tahun ini bahkan bisa mencapai angka 5,7 persen di negara maju, dan 8,7 persen di negara berkembang. Itu 1,8 dan 2,8 poin lebih tinggi dari yang diperkirakan pada Januari 2022 lalu.

"Inflasi dunia yang tadinya dipikirkan 3,9 persen saja, diperkirakan akan naik lagi 1,8 dan 2,8 poin presentase lebih tinggi. Dan emerging market termasuk Indonesia di dalamnya diperkirakan inflasinya juga akan meningkat," ungkapnya.

Suahasil tak memungkiri, Indonesia tidak bisa lepas dari kondisi geopolitik dunia saat ini. Namun, pemerintah tetap perlu mensiasatinya agar tak berdampak lebih para pada perekonomian nasional.

"Kalau kita lihat inflasi yang meningkat di berbagai macam tempat, kita lihat inflasi ini sudah mulai naik di berbagai negara, termasuk Indonesia. Ini harus kita tangani," seru dia.

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.