Sukses

Jokowi Larang Ekspor Bahan Baku Minyak Goreng, Petani Sawit Menderita

Larangan ekspor bahan baku minyak goreng membuat harga tandan buah segar (TBS) sawit anjlok hingga 50 persen di tngkat petani.

Liputan6.com, Jakarta Serikat Petani Indonesia (SPI) meminta pemerintah bertanggung jawab imbas diberlakukannya larangan ekspor Refined bleached, and deodorized atau RBD palm Olein, yang membuat harga tandan buah segar (TBS) sawit anjlok hingga 50 persen.

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Henry Saragih, menjelaskan, memang tujuan Pemerintah mulia yakni menurunkan harga minyak goreng agar terjangkau bagi masyarakat. Namun, justru berdampak terhadap petani kelapa sawit.

“Masalahnya sekarang, harga minyak gorengnya belum murah. Tapi TBS anggota kita, SPI sudah mengalami harga yang drastis turun sejak mulai Jumat lalu, sampai hari ini harganya jatuh, bervariasi ada yang turun 30 persen dan ada yang 50 persen, bahkan di daerah kepulauan seperti di Riau harganya turun sampai 70 persen,” kata Henry dalam konferensi Pers sikap Partai Buruh bersama Serikat Petani terkait larangan ekspor CPO, Rabu (27/4/2022).

Dia menjelaskan, sebelum Presiden mengumumkan pelarangan ekspor, sebenarnya harga kelapa sawit itu sudah tembus diatas Rp 3.000 per kg. Namun, saat ini harga TBS kelapa sawit anjlok di kisaran Rp 1.000 per kg.

“Bahkan ada yang kita dengar juga di Bengkulu sana ada petani yang sudah tidak sanggup menjual TBS nya karena tidak ada Perusahaan Kelapa Sawit (PKS) yang membeli,” ujarnya.

Pihaknya menegaskan, Pemerintah harus menindak tegas Perusahaan Kelapa Sawit yang sudah membeli kelapa sawit dari petani dengan harga yang rendah diluar harga ketentuan, yang sudah ditentukan Pemerintah melalui keputusan Menteri Pertanian maupun keputusan setiap daerah.

“Menurut kita Pemerintah Indonesia harus memerintahkan Perusahan Kelapa Sawit, untuk membayar harga kelapa sawit sesuai harga ketentuan yang ada, baik yang kemarin sudah dibayar murah dan sekarang yang mau kita jual apalagi sudah menuju lebaran,” katanya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Banyak Perusahaan Nakal

Dia melihat perusahaan-perusahaan perkebunan kelapa sawit ini tidak mematuhi perintah dari Pemerintah, baik itu dalam soal pemenuhan Domestic Market Obligation (DMO) maupun Domestic Price Obligation (DPO).

“Kami dari serikat petani Indonesia memberikan catatan, bahwa perusahaan-perusahaan perkebunan ini banyak melakukan tindakan perampasan tanah terhadap tanah petani, masyarakat adat, dan juga tentunya dari segi pekerja banyak yang bekerja di sana, mereka statusnya buruh tidak tetap atau buruh harian lepas yang kondisinya tidak baik,” ungkap Henry.

Serikat Petani Kelapa Sawit sungguh menyayangkan kebijakan larangan ekspor ini, bukannya menyelesaikan masalah minyak goreng agar turun, melainkan menambah masalah baru yang sangat merugikan petani kelapa sawit.

“Kebijakan Pemerintah ini yang niatnya harga minyak goreng baik untuk rakyat, tetapi sudah membuat kerugian yang besar bagi Petani Kelapa sawit yang jumlahnya besar sekali. Bisa dibayangkan, ditengah Pemerintah harusnya memastikan produk-produk pertanian ini harganya baik menjelang lebaran,” pungkasnya.

3 dari 4 halaman

Jokowi Larang Ekspor Sawit, Malaysia Siap Rebut Pelanggan RI?

Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah melarang ekspor sawit (Crude Palm Oil/CPO) dengan tujuan menjaga persediaan di dalam negeri. Kebijakan larangan ekspor CPO itu dianggap sebagai kesempatan bagi Malaysia untuk menarik para pelanggan Indonesia. 

Kebijakan ini diambil Jokowi setelah munculnya berbagai pemberitaan soal kelangkaan minyak. Kasus ini turut disorot oleh The Economist mengingat Indonesia memiliki produksi CPO melimpah, tetapi minyak bisa langka. 

Dilaporkan New Straits Times, Selasa (26/4/2022), negeri jiran Malaysia bisa menjadi pemenang dari kebijakan larangan ekspor ini. Grup perbankan investasi spesialis yang berbasis di Malaysia,Affin Hwang Capital menyebut Malaysia bisa mengambil benefit dari negara-negara yang biasa jadi tujuan ekspor minyak sawit Indonesia.

"Melihat berkurangnya ekspor produk minyak sawit Indonesia, kami melihat bahwa Malaysia bisa untung sebab sebagian pembeli akan perlu bergeser ke eksportir Malaysia," jelas Affin Hwang Capial.

 

4 dari 4 halaman

Menguntungkan Malaysia

Public Investment Bank Bhd juga menyatakan bahwa Malaysia bisa meraih benefit karena importir bisa beralih ke Malaysia. Sementara, analis dari RHB Research berkata para pemain dari Malaysia bisa menang berkat kebijakan Jokowi, begitu juga para pemain yang memiliki kapasitas hilir (downstream) di Indonesia, seperti Wilmar Group, KLK, Sarawak Oil Palms Bhs dan Ta Ann.

"Para eksporter CPO di Indonesia akibatnya akan terdampak, sementara pemain hilir dengan kapasitas refining akan untung, sebab akan ada pergeseran signifikan pada mekanika demand-supply di negara tersebut, sehingga persediaan domestik akan melimpath," ujar Hoe Lee Leng, analis RHB Research.

Namun, ia mengingatkan bahwa bisa saja refiner CPO akan menahan diri untuk menantikan pelarangan dari pemerintah Jokowi dicabut.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.