Sukses

Harga Minyak Dunia Naik, Bertahan di USD 104,99 per Barel

Harga minyak mentah berjangka Brent menetap 2,6 persen lebih tinggi pada USD104,99 per barel

Liputan6.com, Jakarta Harga minyak dibuka sedikit lebih tinggi pada hari Selasa, setelah jatuh tajam pada sesi sebelumnya di tengah kekhawatiran bahwa penguncian Covid-19 yang berlanjut di China akan memakan permintaan dan karena dolar AS naik ke level tertinggi dua tahun.

Dikutip dari CNBC, Rabu (27/4/2022), harga minyak mentah berjangka Brent menetap 2,6 persen lebih tinggi pada USD104,99 per barel dan kontrak West Texas Intermediate AS menetap hari ini 3,2 persen, atau USD 3,16, lebih tinggi pada USD 101,70 per barel.

Kedua kontrak telah turun sekitar 4 persen pada hari Senin, dengan Brent turun sebanyak USD 7 per barel di sesi tersebut dan WTI turun sekitar USD 6 per barel.

Di Cina, penguncian untuk melawan Covid di Shanghai telah berlangsung hingga minggu keempat. Sementara itu pesanan untuk pengujian massal, termasuk di distrik perbelanjaan terbesar Beijing, telah memicu kekhawatiran penguncian gaya Shanghai lainnya.

“Pukulan dari penguncian China lebih dari satu juta barel per hari dan pengujian 12 distrik selama lima hari ke depan akan menentukan langkah besar berikutnya untuk harga minyak mentah,” tulis Edward Moya, analis pasar senior untuk OANDA dalam sebuah catatan.

Dolar AS juga mencapai tertinggi dua tahun pada hari Senin, membuat minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.

“Ketakutan pasokan bukanlah fokus utama bagi pedagang energi, dan sekarang Anda memiliki dolar yang melonjak yang menambah tekanan ekstra di semua komoditas,” kata Moya dari OANDA.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Sempat Anjlok

Harga minyak merosot 4 persen pada penutupan perdagangan Senin dan menuju level terendah dalam dua pekan. Penurunan harga minyak ini terjadi di tengah meningkatnya kekhawatiran akan prospek permintaan energi global karena penguncian yang berkepanjangan dampak Covid-19 di Shanghai.

Mengutip CNBC, Selasa (26/4/2022), harga minyak Brent berjangka turun USD 4,33, atau 4,1 persen menjadi di USD 102,32 per barel. Sementara minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) AS turun USD 3,53, atau 3,5 persen menjadi menetap di USD 98,54 per barel.

Kedua harga minyak ini ditutup pada level terendah sejak 11 April setelah kehilangan hampir 5 persen pada minggu lalu. Sejak melonjak ke level tertinggi sejak 2008 pada awal Maret, harga telah jatuh sekitar 25 persen.

"Prospek pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat tahun ini di tengah kenaikan suku bunga AS telah menyebabkan revisi ke bawah dari perkiraan permintaan minyak," tulis analis dari perusahaan konsultan Eurasia Group dalam catatannya.

"Semakin lama perang yang terjadi antara Ukraina dan dengan Rusia dan juga penguncian aktivitas di China maka ada risiko yang besar yaitu pertumbuhan permintaan akan semakin lemah.”

China telah menjalani penguncian atau lockdown selama empat pekan berturut-turut di berbagai kota. Saat ini China tengah mencoba penguncian massal di distrik terbesar Beijing. Hal ini memicu kekhawatiran bahwa ibu kota China dapat ditakdirkan dalam nasib yang sama.

Untuk diketahui, China adalah importir minyak terbesar dunia.

3 dari 3 halaman

Perang Rusia Ukraina

Harga minyak juga tertekan dari kenaikan nilai tukar dolar AS yang naik ke level tertinggi dua tahun terhadap sekeranjang mata uang lainnya. Kenaikan dolar AS ini dipicu oleh kemungkinan kenaikan suku bunga AS. Dolar yang kuat membuat minyak lebih mahal bagi pemegang mata uang lainnya.

Harga minyak memperoleh dukungan awal tahun ini dari pasokan yang ketat setelah invasi Rusia ke Ukraina di Februari menyebabkan pelanggan menghindari minyak Rusia karena sanksi Barat. Pasar bisa semakin ketat jika Uni Eropa (UE) melarang minyak mentah Rusia.

Uni Eropa sedang mempersiapkan sanksi lagi terhadap impor minyak Rusia, menurut sebuah laporan di The Times of London yang mengutip wakil presiden eksekutif Komisi Eropa, Valdis Dombrovskis.

“Meskipun Komisi UE sedang mengerjakan paket sanksi keenam terhadap Rusia, embargo ekspor minyak dari Rusia tampaknya tidak mungkin untuk saat ini,” kata Nicoline Bromander, analis senior di Rystad Energy.

NK Rosneft PAO Rusia gagal menjual minyak dalam tender jumbo setelah menuntut pembayaran di muka dalam rubel, yang berarti perusahaan minyak utama negara itu harus menemukan cara untuk mengalihkan lebih banyak minyak mentah ke pembeli Asia melalui kesepakatan bisnis.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.