Sukses

Susul Barat, Perusahaan Baja dan Teknologi India Mulai Tinggalkan Rusia

Menyusul puluhan perusahaan ternama AS, Dua perusahaan terbesar asal India mulai meninggalkan Rusia.

Liputan6.com, Jakarta - Dua perusahaan terbesar asal India mengungkapkan mulai meninggalkan Rusia, menyusul puluhan perusahaan Barat yang telah meninggalkan negara itu sebagai kecaman atas konflik di Ukraina.

Dilansir dari CNN Business, Senin (25/4/2022) salah satu perusahaa baja terbesar di India, yaitu Tata Steel, mengatakan pihaknya telah "mengambil keputusan untuk berhenti berbisnis dengan Rusia".

Perusahaan, yang juga merupakan salah satu produsen baja terbesar di Eropa itu juga mengatakan pihaknya telah memiliki rencana untuk memastikan minimnya gangguan operasional setelah meninggalkan Rusia.

"Semua lokasi manufaktur baja kami di India, Inggris dan Belanda telah memperoleh pasokan bahan baku alternatif untuk mengakhiri ketergantungannya pada Rusia," jelas Tata Steel dalam sebuah pernyataan, tanpa memberikan rincian lebih lanjut.

Tata Steel adalah bagian dari Tata Group, salah satu konglomerat multinasional terbesar di India.

Pengumuman keluarnya perusahaan itu dari India datang hanya beberapa hari setelah Infosys (INFY), salah satu perusahaan teknologi terbesar di India, mengatakan bahwa mereka telah mulai memindahkan operasinya dari Rusia.

"Mengingat apa yang terjadi di kawasan ini (Rusia), kami telah mulai mengalihkan semua pekerjaan kami dari pusat kami di Rusia ke pusat kami di luar Rusia," kata CEO Infosys Salil Parekh pekan lalu.

"Kami juga memberikan beberapa bantuan untuk melatih kembali individu yang terlantar dan, mengingat mereka pindah ke geografi lain jika mereka dapat bekerja di beberapa lokasi kami di Eropa timur," tambahnya.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Meski Setop Berbisnis, India Masih Beli Minyak Rusia

Penghentian operasi oleh raksasa perusahaan India datang ketika New Delhi dilaporkan meningkatkan pembelian minyak Rusia, yang sekarang diperdagangkan dengan diskon besar karena sanksi Barat.

Tidak seperti negara-negara Barat, India, yang memiliki hubungan lama dengan Rusia, belum menjatuhkan sanksi terhadap negara itu dan bulan ini abstain dalam pemungutan suara untuk mengeluarkan Rusia dari Dewan Hak Asasi Manusia PBB.

Lebih dari 50 persen peralatan militer negara itu berasal dari Rusia.

Sementara Amerika Serikat terus mencoba untuk menyerukan sanksi ekonomi yang melumpuhkan di Rusia, India juga tidak mundur dari pembelian minyak atau gas energi Rusia, mempertahankan posisinya dengan menunjukkan ketergantungan Eropa yang berkelanjutan pada impor dari Rusia.

Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan awal bulan ini bahwa "India harus membuat keputusan sendiri tentang bagaimana pendekatannya" terhadap konflik Rusia-Ukraina.

Diplomat top AS tersebut mengungkapkan bahwa "Hubungan India dengan Rusia telah berkembang selama beberapa dekade, pada saat Amerika Serikat tidak dapat menjadi mitra India".

Tapi "waktu telah berubah," tambah Blinken, dan Amerika Serikat "mampu dan bersedia menjadi mitra pilihan dengan India."

3 dari 3 halaman

Bank Dunia : Ekonomi Rusia akan Berkontraksi Hingga 11,2 Persen si 2022

Bank Dunia menyebut ekonomi Ukraina akan menyusut hampir setengahnya tahun ini sebagai dampak dari konflik dengan Rusia.

Lembaga itu memperkirakan konflik kedua negara tersebut akan menyebabkan lebih banyak kerusakan ekonomi di Eropa timur dan sebagian Asia daripada pandemi Covid-19. 

Dilansir dari BBC, Selasa (12/4/2022) wakil presiden Bank Dunia Anna Bjerde mengatakan bahwa Ukraina membutuhkan "dukungan keuangan besar-besaran dengan segera".

Diketahui bahwa konflik di Ukraina telah menutup setengah dari bisnis negara itu dan memangkas ekspor. 

"Besarnya krisis kemanusiaan yang ditimbulkan oleh perang sangat mengejutkan. Invasi Rusia memberikan pukulan besar bagi ekonomi Ukraina dan telah menimbulkan kerusakan besar pada infrastruktur," ujar Bjerde.

Bank Dunia membeberkan perkiraan kontraksi ekonomi Ukraina mencapai 45,1 persen. 

Angka ini belum termasuk dampak kehancuran infrastruktur fisik, dan berisiko menghambat output ekonomi di masa mendatang. 

Sementara ekonomi Ukraina akan mengalami kerusakan paling parah akibat perang, Bank Dunia juga menyebut ekonomi Rusia telah jatuh ke dalam resesi yang dalam karena dilanda sanksi dari negara-negara Barat.

Sanksi ekonomi itu termasuk memutuskan hubungan dengan bank-bank Rusia dan pembekuan aset politisi serta miliarder Rusia hingga melarang impor barang mewah dan penerbangan.

Bank Dunia memproyeksikan ekonomi Rusia akan berkontraksi hingga 11,2 persen di tahun 2022 ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.